Masihkah Belum Cukup Bagimu?

Selasa, 20/10/2009 12:30 WIB

Tatkala Umar telah masuk ke dalam Islam, berarti ia telah menyerahkan dirinya  secara total kepada Allah, dan tokoh itu senantiasa berbuat kebaikan. Agama Islam telah memberi neraca yang selurus-lurusnya. Karena itu, tabiatnya selalu peka dan waspada, tak mau terjatuh kepada sifat-sifat dan amal yang dilarang dan menyebabkan murka-Nya.
Tokoh yang memiliki perawakan tinggi besar itu, memiliki kamampuan mengatasi apa saja, ia bangkit dengan langkah-langkah yang teguh dalam menempuh jalan yang lurus, jalan keutamaan dan kewajiban. Umar tidak pernah menyimpangkan langkahnya dari jalan Allah Rabbul Alamin, dan jalan Rasulullah Shallahu Alaihi Wa sallam.
Tak ada bencana yang lebih ditakuti, yang dikhawatirkan akan menimpa keberuntungannya, selain bencana terkucil dan dijauhkan dari ridha Allah Azza Wa Jalla, dan menyimpang dari sunnah Rasul-Nya. Sebelum masuk Islam, ia selalu mencari kebenaran agar dapat diikutinya sesuai dengan bakat dan kemampuannya, dengan sifat dan kekuatan jiwanya.
Sekarang Umar telah mengenal al-haq dan kebenaran mutlak, yaitu menerima keimanan dari Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam tidak mungkin berbicara dengan kemauan dan hawa nafsunya, melainkan berdasarkan tuntunan Rabbul Alamin.
Umar telah mencatat, dan tidak pernah ia lupakan sepanjang hidupnya, ketika hari kelahirannya yang baru, ketika ia menjabat tangan Rasullah Shallahu Alaihi Wa Sallam, dan seraya mengucapkan, “Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah Utusan Allah”. Dan, hari itu Umar menemukan keberuntungan dalam hidupnya yang paling mulia, sesudah ia mengucapkan dua kalimah syahadat.
Keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya serta agamanya, tidak pula demi mendapatkan sesuatu keuntungan. Ia melakukan semuanya secara sadar yang digerakkan oleh lubuk hatinya.
Maka, ketika pertama kali didengar firman Allah, yang dibacakan oleh Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam, kepadanya, “Maka apakah kalian mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kalian secara main-main (saja), dan kalian tidak akan dikembalikan?”. Ayat itu seakan khusus diturunkan untuk dirinya sendiri. Disadarinya bahwa usia manusia itu sangatlah pendek. Padahal, betapapun panjang usia manusia, katakanlah seperti Nabi Nuh Alaihi Sallam, yang mencapai 950 tahun, bahkan mencapai beribu-ribu tahun, takan akan pernah cukup untuk mebalas nikmat-Nya yang telah diberikan kepada manusia.
Umar sangat takut ucapan-ucapannya yang keluar dari mulutnya akan menyimpang dari garis kebenaran. Begitu pula ia mengkhawatirkan perbuatan-perbuatannya tergelincir dari jalan kebenaran. Ia sangat cemas, jika kehidupan yang suci itu akan ternodai oleh dosa disebabkan walau hanya syubhat. Umar ingin hidupnya dijauhkan dari segala keburukan, bencana, dan kekafiran. “Maka apakah kalian mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kalian secara main-main (saja), dan kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami?”. Itulah yang menyebabkan Umar selalu gelisah.
Umar yang gagah itu menjadi sangat kurus. Karena jarang memejam matanya. Makannya sangat sedikit, hanya sekedar agar dapat hidup. Pakaiannya terbuat dari bahan yang kasar. Umar boleh dikatakan jarang tidur, hingga boleh dikatakan selalu terjaga. “Jika saya tidur malam, berarti saya menyia-nyiakan diri saya. Dan, jika saya tidur siang, berarti saya mengabaikan rakyat jelata .. !”.
Kepada setiap orang yang ditemuinya, selalu ditanyakannya sambil mengeluh dan dengan sungguh-sungguh. “Atas nama Allah, jawablah pertanyaan saya dan jangan berdusta!”, ucap Umar. “Bagaimana pandangan anda terhadap Umar? Apakah menurutmu Allah akan ridha kepadanya? Dan, apakah menurut pendapatmu Umar itu tiada mengkhianati Allah dan Rasul-Nnya”, tanya Umar kepada rakyatnya.
Rasa malu, kecemasan, ketakutan, dan semua kamauan baik, serta cita-cita mulia, sebabnya tiada lain, hanyalah, karena Umar bingung, dan tidak tahu apa yang akan dikatakannya kepada Rabbnya nanti?
Sementara, di hari ini, segala kedurhakaan, kenistaan, dan kekafiran, yang pernah dilakukan umat-umat terdahulu, semuanya telah terjadi. Apa yang pernah dilakukan kaumnya Nabi Nuh, Nabi Sueb, Nabi Luth, dan Musa, telah ada di zaman ini.
Apakah para pemimpin hari ini masih belum cukup dengan pelajaran dari umat terdahulu yang mendapat azab dari Allah Azza Wa Jalla akibat kelaian mereka terhadap Rabbnya. Dan, masihkan dapat tidur dengan nyenyak melihat berbagai hal yang terang-terangan melanggar ketentuan-Nya. Wallahu’alam
http://eramuslim.com

1 komentar:

ur coment

Kekayaan, Kesuksesan, dan Kasih Sayang

Suatu ketika, ada seorang wanita yang kembali pulang ke rumah, dan ia
melihat ada 3 orang pria berjanggut yang duduk di halaman depan. Wanita itu
tidak mengenal mereka semua. Wanita itu berkata: "Aku tidak mengenal Anda,
tapi aku yakin Anda semua pasti sedang lapar. Mari masuk ke dalam, aku
pasti punya sesuatu untuk mengganjal perut".

Pria berjanggut itu lalu balik bertanya, "Apakah suamimu sudah pulang?"
Wanita itu menjawab, "Belum, dia sedang keluar".

"Oh kalau begitu,kami tak ingin masuk. Kami akan menunggu sampai suami mu
kembali", kata pria itu.

Di waktu senja, saat keluarga itu berkumpul, sang isteri menceritakan semua
kejadian tadi. Sang suami, awalnya bingung dengan kejadian ini, lalu ia
berkata pada istrinya, "Sampaikan pada mereka, aku telah kembali, dan
mereka semua boleh masuk untuk menikmati makan malam ini".

Wanita itu kemudian keluar dan mengundang mereka untuk masuk ke dalam.
"Maaf, kami semua tak bisa masuk bersama-sama", kata pria itu hampir
bersamaan.

"Lho, kenapa? tanya wanita itu karena merasa heran.

Salah seseorang pria itu berkata, "Nama dia Kekayaan," katanya sambil
menunjuk seorang pria berjanggut di sebelahnya, "sedangkan yang ini bernama
Kesuksesan, sambil memegang bahu pria berjanggut lainnya.Sedangkan aku
sendiri bernama Kasih-sayang. Sekarang, coba Tanya kepada suamimu, siapa
diantara kami yang boleh masuk ke rumahmu."

Wanita itu kembali masuk kedalam, dan memberitahu pesan pria di luar.

Suaminya pun merasa heran. "Ohho...menyenangkan sekali. Baiklah, kalau
begitu, coba kamu ajak si Kekayaan masuk ke dalam. Aku ingin rumah ini
penuh dengan Kekayaan."

Istrinya tak setuju dengan pilihan itu. Ia bertanya, "sayangku, kenapa kita
tak mengundang si Kesuksesan saja? Sebab sepertinya kita perlu dia untuk
membantu keberhasilan panen ladang pertanian kita."

Ternyata, anak mereka mendengarkan percakapan itu. Ia pun ikut mengusulkan
siapa yang akan masuk ke dalam rumah. "Bukankah lebih baik jika kita
mengajak si Kasih-sayang yang masuk ke dalam? Rumah kita ini akan nyaman
dan penuh dengan kehangatan Kasih-sayang."

Suami-istri itu setuju dengan pilihan buah hati mereka. "Baiklah, ajak
masuk si Kasih-sayang ini ke dalam. Dan malam ini, Si Kasih-sayang menjadi
teman santap malam kita."

Wanita itu kembali ke luar, dan bertanya kepada 3 pria itu. "Siapa diantara
Anda yang bernama Kasih-sayang? Ayo, silahkan masuk, Anda menjadi tamu kita
malam ini."

Si Kasih-sayang bangkit, dan berjalan menuju beranda rumah. Ohho..ternyata,
kedua pria berjanggut lainnya pun ikut serta. Karena merasa ganjil, wanita
itu bertanya kepada si Kekayaan dan si Kesuksesan. "Aku hanya mengundang si
Kasih-sayang yang masuk ke dalam, tapi kenapa kamu ikut juga? "

Kedua pria yang ditanya itu menjawab bersamaan. "Kalau Anda mengundang si
Kekayaan, atau si Kesuksesan, maka yang lainnya akan tinggal di luar.
Namun, karena Anda mengundang si Kasih-sayang, maka, kemana pun
Kasih-sayang pergi, kami akan ikut selalu bersamanya. Dimana ada
Kasih-sayang, maka kekayaan dan Kesuksesan juga akan ikut serta. Sebab,
ketahuilah, sebenarnya kami berdua ini buta. Dan hanya si Kasih-sayang yang
bisa melihat. Hanya dia yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebaikan,
kepada jalan yang lurus. Maka, kami butuh bimbingannya saat berjalan. Saat
kami menjalani hidup ini."

0 komentar:

ur coment

"Grand Solar", Lampu Taman Tanpa Listrik



RABU, 14 OKTOBER 2009 | 08:04 WIB
 Penggunaan listrik secara berlebihan bisa menimbulkan emisi karbon yang mencemari lingkungan. Salah satu cara berhemat pemakaian listrik adalah menggunakan lampu tenaga matahari.

Krisis energi listrik masih menjadi topik perbincangan hangat. Cadangan listrik dan bahan bakar pembangkit listrik yang semakin sedikit memaksa PLN untuk melakukan pemadaman bergilir. Hal ini sudah mulai dirasakan oleh sebagian besar masyarakat. Tak hanya di daerah terpencil tetapi sudah merasuk ke kota-kota besar.

Dengan keterbatasan sumber listrik ini, ada tiga hal yang dapat dilakukan. Pertama belajar bijak terhadap listrik dengan memakai energi listrik secukupnya dan tak berlebihan. Kedua, menggunakan lampu hemat energi. Dan yang ketiga, menggunakan sumber energi alternatif apapun bentuknya.

Untuk hal pertama dan kedua, sifatnya hanya mengurangi saja. Ketergantungan terhadap energi listrik masih tetap ada. Sedangkan hal ketiga, bersifat menghilangkan ketergantungan terhadap energi listrik.

Penggunaan energi alternatif adalah solusi terbaik untuk memecahkan masalah berkurangnya pasokan listrik dari PLN. Melimpahnya energi di sekitar Anda yang bisa didapatkan gratis bisa dimaksimalkan untuk mendapatkan energi listrik.

Adalah sinar matahari, sumber energi yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik. Sudah banyak bentuk pemanfaatan sinar matahari untuk menghasilkan listrik. Salah satunya adalah lampu yang memanfaatkan sumber daya matahari sebagai energi utama untuk menyalakan lampu. 

Hingga saat ini, lampu yang memanfaatkan sinar matahari banyak digunakan sebagai lampu penerangan jalan atau lampu lalu lintas. Untuk skala residensial, baru-baru ini telah tersedia lampu taman yang memanfaatkan sinar matahari. Di pasaran produk tersebut diberi label lampu grand solar.

Menurut Rasyariel D. Margiaty, Marketing Manager PT Grand Battery Technologies Indonesia (pemasar lampu grand solar), lampu taman grand solar diciptakan khusus untuk bisa memanfaatkan energi berlimpah dari matahari. Di Indonesia lampu jenis ini termasuk baru. Peredaran produknya mulai dipasarkan sekitar akhir bulan Maret 2009.

Komponen Utama
Lampu ini menggunakan perangkat solar panel yang biasanya dipakai pada piranti pemanas air. Perangkat ini adalah komponen utama lampu grand solar karena dari perangkat ini, energi sinar matahari bisa ditangkap dan simpan di dalam baterai.

Secara garis besar, lampu taman grand solar ini terdiri dari 3 komponen. Pertama, kaki lampu yang berbentuk runcing. Komponen ini berfungsi untuk menancapkan lampu ke dalam tanah. Kedua, tiang lampu. Komponen ini memiliki ukuran panjang yang bervariasi. Untuk saat ini ukuran ketinggian maksimal yang ada di pasaran sekitar 60 cm. Dan ketiga adalah rumah/kepala lampu.

Bagian yang merupakan bagian terpenting dari produk ini di dalamnya terdapat solar panel, lampu LED yang merupakan sumber penerangan lampu, lampu indikator, dan baterai tempat menyimpan energi listrik.

Untuk bahan, bagian kaki dan tiang lampu terdiri atas 2 jenis, plastik dan stainless steel. Sedang untuk bagian kepala lampu, bahannya beragam karena pada bagian ini terdapat bermacam-macam komponen, mulai dari stainless stellatau plastik untuk bagian rumah lampu dan kaca atau mika tembus pandang sebagai pelindung solar panel yang terletak di bagian atas kepala lampu.

Sistem Kerjanya Menyimpan Energi
Prinsip utama kerja lampu ini adalah menangkap energi matahari dan menyimpan energi tersebut di dalam baterai. Pada siang hari, solar panel yang berada di bagian atas lampu menangkap cahaya atau sinar. Tak hanya sinar matahari yang ditangkap tetapi juga sinar UV pada saat matahari tidak bersinar terang juga bisa ditangkap oleh perangkat solar panel. 

Dengan demikian, dalam kondisi cuaca mendung atau berawan, solar panel masih dapat melakukan fungsinya untuk menangkap energi. Hal ini berbeda jika tidak ada sinar matahari seperti pada saat malam, maka solar panel tak bisa mendapatkan energi.

Sinar atau energi ini kemudian diubah menjadi energi listrik melalui proses photovoltaic. Listrik yang  dihasilkan olehsolar panel langsung disimpan di dalam baterai. Saat solar panel bekerja, lampu indikator yang berwarna merah akan menyala. Jika proses pengisian energi dari solar panel ke baterai sudah penuh, lampu indikator akan mati secara otomatis.

Listrik yang sudah tersimpan di dalam baterai, dapat mengalirkan energi listik. Tinggal geser tuas saklar pada rumah lampu, lampu pun menyala. Dalam kondisi baterai penuh, lampu akan menyala selama kurang lebih 12 jam.

Untuk mendapatkan baterai penuh, hanya diperlukan cahaya matahari minimal 4 jam dan sinar matahari bersinar tanpa ada mendung. Dalam kondisi berawan atau mendung, lampu ini tetap bisa menyimpan energi. Namun, sinar lampunya tidak terang dan waktu menyalanya juga berkurang bila tidak mendapatkan energi penuh. 

Lampu yang hanya mendapatkan energi sedikit dari matahari hanya sanggup menyala kurang lebih 6-8 jam. Didesain Serba Ringkas Lampu grand solar ini dibaut mudah dalam pemakaiannya. Pemasangannyapun sangat mudah. Cukup dengan menancapkannya ke dalam tanah. Atau untuk model gantung, lampu tinggal dipasang
di permukaan dinding. 

Hanya saja, untuk rumah yang tak berpagar lampu yang ditancapkan di tanah sebaiknya dibaut atau ditanam di dalam blok beton supaya tidak mudah diambil tangan jahil. Ragam lampu grand solar dibedakan berdasarkan bahan lampu, ukuran, dan luasan penampang perangkat solar panel. Keragaman ini juga menentukan harga jualnya. 

Untuk lampu dari bahan stainless steel harganya lebih mahal dibandingkan lampu dari bahan plastik. Sebagai perbandingan, untuk lampu dari bahan plastik harganya sekitar Rp 110 ribu - Rp 200 ribu. Varian lampu grand solarjuga dibebakan dari warna lampu LED-nya. Ada yang berwarna putih dan kuning. Namun, warna lampu tidak mempengaruhi perbedaan harganya.

Dengan pemakaian lampu seperti ini, energi listrik di rumah bisa dihemat sekitar 10%. Tagihan listrik pun bisa berkurang setiap bulannya. Hemat bukan? 

Keuntungan Dibanding Lampu Taman Biasa

1. Sumber energi listriknya tidak pernah habis. Selama kehidupan masih ada, matahari akan terus bersinar. Letak geografis Indonesia yang berada di jalur khatulistiwa dan juga menerima panas matahari sepanjang musim, menjadi nilai lebih tersendiri. Pemanfaatannya akan lebih maksimal dibanding dengan yang tinggal di daerah kutub.

2. Ramah lingkungan. Dilihat dari keseluruhan bahan, lampu ini menggunakan bahan ramah lingkungan. Bahkan untuk baterai grand cell-nya sebagai penyimpan energi listrik tidak mengandung bahan kadmium dan alkali.

3. Irit biaya. Menggunakan lampu taman ini diibaratkan Anda membeli barang dengan bonus ganda. Selain nyala lampunya tak akan pernah padam, kecuali energi listrik yang tersimpan di dalam baterai habis, lampu ini membuat Anda berhemat tagihan listrik. Meskipun secara hitungan uang harganya relatif mahal, jika diperhitungkan secara lebih seksama lagi hitungan uang ini relatif murah. Hal ini disebabkan porsi tagihan listrik untuk pemakaian lampu taman bisa berkurang selama Anda menggunakan lampu ini.

4. Tanpa bahan bakar dan bebas polusi. Tak ada bahan bakar yang digunakan untuk menyalakan lampu ini.  Semua dinikmati secara gratis dan cuma-cuma.  Ke depan, pemakaiannya tak akan menimbulkan masalah, Selain itu tak ada polusi yang dihasilkan dari penggunaan lampu ini.

5. Tak perlu biaya perawatan khusus.  Hal yang membuat malas seseorang salah satunya adalah merawat sebuah barang.  Barang yang bagus, jika perawatannya sulit, orang akan mudah berpaling.  Namun tidak dengan lampu tanaman ini.  Hanya perlu dilap pada permukaan solar cell agar kotoran tidak menutup energi sinar matahari yang diterimanya.  Bahan lampu juga anti jamur dan tak mudah berkarat sehingga konsumen semakin mudah dalam perawatannya. (Tabloid Rumah/Al Nindito Pratomo/Irfan Hidayat)

sumber:Kompas

0 komentar:

ur coment

Anggunnya Masjid Seribu Tiang





TIDAK singgah dan salat di Masjid Agung Al Falah, rasanya belum lengkap bagi yang baru pertama kali berkunjung ke Jambi. Masjid megah nan indah dengan ornamen menawan plus jejeran tiang-tiang tinggi memang menjadi daya tarik tersendiri untuk disinggahi.
Berada di Jalan Sultan Thaha, Kota Jambi, Masjid Agung Al Falah begitu mencolok. Luas lahannya mencapai 2,7 hektar. Sebanyak 232 tiang yang menopang kubah dan atap menambah kesan kokoh masjid itu.
Masuk ke dalam masjid, keagungan masjid begitu terasa. Mihrab dihiasi ukiran dan kaligrafi yang indah, terbuat dari kuningan dan tembaga dengan kubah megah seperti Taj Mahal di India. Delapan tiang penyangga dihiasi ukiran dan patri kuningan yang cantik nan menawan.
Di sisi kanan masjid ada kaligrafi bertuliskan asma Allah. Di kiri, kaligrafi Nabi Muhammad SAW. Sedangkan di kanan dan kiri mihrab terdapat dinding berhiaskan ukiran yang di tengahnya dibuat nama-nama khulafaurrasyidin (empat klaifah), yakni Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Di kanan dan kiri mihrab juga terdapat dua jam berukuran besar.
Sementara di tengah masjid terdapat kubah indah berukuran besar dengan warna beragam, putih, hijau muda, hijau tua, pink, dan biru, dengan kaligrafi terbuat dari kaca bertuliskan nama-nama Allah.
Masjid semakin terlihat menarik dan megah ketika lampu hias berukuran besar mengantung menghiasi kubah masjid terbesar di Jambi itu. “Tahun 2003 atap ada bocor, makanya kita rombak sehingga seperti sekarang,” ujar Normal Yahya, staf Biro Kesra dan Kemasyarakatan Setda Provinsi Jambi.
Dikatakan, penampilan Masjid semakin kokoh dan gagah setelah 40 tiang dilapisi tembaga kuningan yang didatangkan dari Jepara, Jawa Tengah. “Baru 2004-2005 dirombak menggunakan tembaga seperti itu,” ujarnya di Masjid Agung, beberapa hari lalu.
Di masjid itu juga terdapat beduk berukuran besar. Sementara di kanan dan kiri bagian luar terdapat kolam ikan dengan pagar di sekelilingnya. Ide pembuatan ornamen saat direhab, kata Normal Yahya yang juga pimpinan proyek rehab Masjid Agung, berasal dari Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin setelah melihat-lihat masjid di daerah lain. “Kami diperintahkan membuat konsep dan desainnya dengan mengajak konsultan dan arsitek. Setelah itu baru kita usulkan lagi ke Gubernur,” ujar pria yang tinggal di Puri Mayang itu.
Mengapa tiang tidak dibuat dari kuningan semua? Secara estetis, kata Normal Yahya, tidak bagus. Hingga kini Masjid Agung menjadi simbol kemasyhuran masyarakat Jambi. Masjid unik dengan 232 tiang tanpa dinding, kecuali bagian barat dan mihrab, dihiasi ornamen kaligrafi ayat-ayat Alquran, nama Allah, nama Nabi Muhammad SAW, khulafaurrasyidin, dan dilengkapi beduk di bagian depan masjid.
“Nama masjid seribu tiang itu hanya gelar yang diberikan masyarakat Jambi saja karena begitu banyak tiang yang menyangga masjid itu,” ujar M Zubir, salah satu imam masjid. Saat ini sudah divariasi dengan 40 tiang terbuat dari tembaga, ditambah lampu hias dari tembaga juga.
Bermula dari Sayembara
Masjid Agung Al Falah merupakan masjid terbesar di Jambi. Hingga kini masjid seribu tiang itu menjadi kebanggaan masyarakat di Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah. Namun tak banyak yang mengetahui sejarah berdirinya masjid tersebut.
Ketua MUI Provinsi Jambi Sulaiman Abdullah menjelaskan, ide pembangunan Masjid Agung dimulai tahun 1960-an oleh pemerintah dan pemikiran beberapa tokoh masyarakat. Tujuannya meningkatkan syiar Islam, di samping makin meningkatnya jumlah penduduk. “Dulu itu bekas benteng Belando (Belanda), dikuasai oleh militer Korem 042/Gapu,” ujarnya beberapa hari lalu.
Selanjutnya gubernur melalui sekretaris daerah menghubungi panglima Kodam II Sriwijaya di Palembang untuk meminta kembali tanah tersebut untuk lokasi pembangunan masjid. Usulan itu membuahkan hasil dengan disepakati dan dikembalikan tanah tersebut kepada Pemprov Jambi yang dulu milik pemerintah Kerajaan Melayu Jambi. Namun, baru pada 1971, pembangunan dimulai, diprakarsai Abdurrahman Sayoeti, sekretaris daerah Provinsi Jambi ketika itu, dan didukung sejumlah tokoh ulama, pejabat pemerintah, dan tokoh masyarakat Jambi lainnya.
Bentuk bangunan masjid, kata Sulaiman Abdullah, semua disayembarakan. Akhirnya, terpilihlah konsep bangunan dengan banyak tiang dan tanpa dinding. “Tidak berdinding agar dingin terkena angin dan tidak perlu kipas angin atau AC,” ujar Sulaiman Abdullah. Siapa pemenang sayembara itu? Sulaiman Abdullah tidak ingat. Hal sama dikatakan tiga imam masjid, yakni M Zubir, Hasan Basri, dan Sayuti Ibrahim.
Nama Masjid Agung Al Falah merupakan kesepakatan para ulama dan tokoh masyarakat ketika itu. “Agung” dipakai karena bangunannya yang megah. Sedangkan “Al Falah” berarti kemenangan, yang memberikan pengertian bahwa kehidupan manusia di dunia ini harus memeroleh kemenangan. Dari sisi sejarah, nama “Al Falah” dipakai mengingat lokasi pembangunan masjid adalah Tanah Pilih Pseko Betuah, yaitu tanah milik Kerjaan Melayu Jambi yang pada 1885 dikuasai Pemerintah Belanda namun dapat dikuasai kembali oleh Kerajaan Melayu Jambi. Artinya, Jambi memeroleh kemenangan. 
14 Tahapan Pembangunan
pembangunan Masjid Agung Al Falah melewati 14 tahapan. Diawali pada 16 Januari 1971 hingga 17 september 1979. Semua dana bersumber dari APBD. “Supaya masyarakat Jambi memiliki masjid yang megah dan jadi kebanggaan,” ujar Hasip Kalimuddin Syam, salah seorang tokoh yang ikut memprakarsai pembangunan Masjid Agung Al Falah.
Selain 14 tahapan tersebut, secara terpisah dibangun pula gedung Islamic Centre pada tahun anggaran 1974/1975 dengan biaya Rp 55 juta terdiri dari bantuan presiden Rp 50 juta ditambah anggaran Pemprov Jambi. Menara setinggi 38,50 miliar dibangun pada tahun anggaran 1976/1977 dengan menelan dana  Rp 25 juta, sumbangan PT Waskita Karya.
Tahap penyempurnaan dilakukan pada 1980/1981 dengan biaya Rp 10 juga. Pengerjaan yang dilakukan adalah pembuatan satu unit rumah jaga dan tempat wudhu dan WC wanita.
Pada 29 September 1980, Presiden Soeharto meresmikan pemakaian Masjid Agung Al Falah yang menelan biaya keseluruhan mencapai Rp 743.139.991,02. Peresmian dilakukan pada masa Gubernur Jambi Maschun Syofwan. Masjid berdiri di atas tanah seluas sekitar 26.890 meter persegi atau 2,7 hektare, luas bangunan masjid 80x80 meter atau 6.400 meter persegi dengan kapasitas daya tampung  sekitar 10 ribu jamaah.(kin)
sumber: independent
DITULIS OLEH KIN   
SENIN, 20 JULI 2009 18:40

0 komentar:

ur coment

Doa Ketika Tertimpa Musibah

Assalamu'laikum wa rahmatullah.

Musibah yang dialami oleh seorang mukmin, baik yang besar atau kecil, merupakan balasan Allah atas dosa-dosa yang pernah dilakukannya. Musibah tersebut sebagai penghapus dosa-dosa selama ia terbebas dari perbuatan kesyirikan dan dosa besar lainnya. Sehingga ia akan menghadap Allah dalam keadaan bersih dari dosa yang pada akhirnya akan dimasukkan surga oleh Allah Ta’ala. Apabila ia tidak melakukan kezaliman berupa kesyirikan, kezaliman terhadap sesamanya, atau kezaliman terhadap dirinya, maka ia akan mendapatkan rasa aman pada hari kiamat dan petunjuk di dunia dan akhirat. (Fathul Majid, tanpa tahqiq hal. 38). Lalu bagaimana agar musibah yang menimpa seorang mukmin dapat menjadi penghapus dosa bahkan menjadi pahala dan menggantikan musibah itu dengan sesuatu yang lebih baik ? Pertanyaan ini telah dijawab oleh Allah Ta’ala dalam Surah Al Baqarah 156-157 : "Orang-orang yang apabila tertimpa musibah mereka mengatakan:"inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (Sesungguhnya kami ini milik Allah dan kami akan kembali kepada-Nya). Mereka itu mendapatkan salawat (pujian) dan rahmah. Merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk." Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam juga memberikan petunjuk kepada kita apa yang harus diucapkan ketika kita tertimpa musibah, besar atau kecil, dengan mengucapkan kalimat istirja’. Dari Abu Hurairah radhiallahu anhum bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda : "Hendaklah salah seorang kamu mengucapkan istirja’ dalam segala hal (musibah) meskipun yang terjadi pada tadi sandalnya. Sebab yang demikian tergolong musibah." (Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadith ini hasan setelah melihat adanya penguat hadith ini berasal dari Ibnu Sunni dengan sanad lemah (Al Kalimuth Thayyib, Ibnu Taimiyah, tahqiq Al Albani, hal.81) Ummu Salamah radhiallahu anha mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda : "Seseorang yang tertimpa musibah lalu ia berkata : inna lillahi wa inna ilaihi raji’un dan berdoa : Allahuma jurnii fi musibatii wakhluf liya khairan minhaa (Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah ini dan gantikanlah untukku dengan yang lebih baik daripadanya). Niscaya Allah akan memberinya pahala karena musibah itu dan menggantikan untuknya dengan yang lebih baik." (HR. Muslim 3/37-38). Tatkala Abu Salamah (suaminya) meninggal, dia mengucapkan apa yang dikatakan Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam. Tak lama kemudian ia menjadi isteri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam, suami baru yang lebih baik dari pada Abu Salamah. Siapa mengira ia mendapatkan suami Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam sementara ia sendiri pernah mengatakan :"Lelaki mana yang lebih baik daripada suamiku"? (Mukhtashar Syarah Shahih Muslim, hadith no. 918) Dengan demikian semestinya tindakan seorang mukmin dalam menghadapi segala macam musibah dengan tetap dalam keadaan sabar, istiqamah dan mengharap pahala serta ampunan Allah. Tidak sebaliknya dengan menggerutu, menampar-nampar pipi atau menyobek-nyobek saku baju, menjerit atau tindakan lain yang tidak selayaknya diperbuat oleh seorang mukmin. 

sumber: nur-addin.blogspot.com

0 komentar:

ur coment

Bertobat dari Cinta Dunia

oleh Mashadi Kamis, 06/08/2009 16:49 WIB
Apa yang menjadi penyebab kesediaan Hubaib Abi Muhammad menghadapi kematian adalah kehadirannya di majelis ilmu Hasan al-Basry. Di mana nasihatnya itu berhasil merasuk ke dalam relung-relung hati sanubarinya. Sehingga Hubaib meninggalkan segala apa yang dilakukannya selama di dunia ini. Karena, dia yakin kepada Allah dan puas dengan jaminan-Nya.
Kemudian, Hubaib Abi Muhammad membeli dirinya dari Allah dengan berderma sebanyak empat puluh ribu dirham dalam empat kali :
Pertama, sepuluh ribu dirham dimulainya dipagi hari, saat dimulainya kehidupan ini, seraya dia berkata, “Wahai Tuhan, dengan derma ini aku beli diriku dari-Mu”.
Kedua, sepuluh ribu dirham saat di siang hari, dan seraya dia bekata , “Derma ini sebagai ungkapan syukur atas taufik-Mu kepadaku”.
Ketiga, sepuluh ribu dirham pula, diwaktu menjelang sore hari, seraya dia berkata, “Wahai Tuhan, jika Engkau belum mau menerima dermaku yang pertama dan yang kedua itu, maka terimalah yang ketiga ini”, do’anya.
Keempat, juga sepuluh ribu dirham saat menjelang petang, seraya dia berkata, “Wahai Tuhan, jika Engkau menerima yang ketiga itu, maka inilah derma yang keempat sebagai ungkapan rasa syukur”, tambahnya.
Sejak itu, Hubaib tak pernah lagi memikirkan harta yang dimilikinya, dan dia selalu tak pernah melupakan hubungannya dengan Allah Ta'ala, dan beribadah siang dan malam, sampai saat ajalnya tiba, di malam hari, dan tidak ada yang tahu, ketika dia meninggal.
Wajah Hubaib tersenyum, ketika para shahabat menjenguknya. Hubaib meninggal dengan meninggalkan dunia (harta) yang selama ini menghalanginya mengingat kepada Allah. Wallahu’alam.
sumber: era muslim

0 komentar:

ur coment

Pengemis Tua Dan Zakat

oleh Galih Ari Permana Minggu, 23/08/2009 16:16 WIB
Dalam sebuah perjalanan pulang, tapatnya di belakang stasiun Tambun saya melihat seorang kakek tengah berdiri di tengah terik panas. Kondisi fisik yang sudah tidak lagi bugar, kulitnya yang keriput semakin legam karana sengatan matahari.
Jika diperhatikan sang kakek ini mempunyai kelainan pada salah satu panca inderanya. Saya melihat matanya selalu terpejam. Saya berasumsi bahwa sang kakek ini adalah tuna netra.
Sang kakek terus berdiri sembari menggenggam sebuah kaleng dan disodorkannya ke depan. Dengan mudah bisa ditebak apa yang sedang dilakukan oleh sang kakek itu yang tiada lain sedang meminta-minta belas kasih dari orang-orang yang lalu lalang. Harapan sang kakek cukup sederhana yaitu mendapatkan sejumlah uang yang dimasukan ke dalam kaleng guna mencukupi kebutuhannya.
Sang kakek ternyata tidak sendiri. Saya melihat seorang wanita yang juga sudah berumur senja sedang duduk menyandar pada sebuah lapak yang kosong. Letak lapak persis berada di belakang sang kakek berdiri. Tampak raut letih menghiasai wajah sang nenek. Dengan duduk menyandar sambil menjulurkan kedua kakinya sang nenek seperti berharap agar letihnya bisa berkurang.
Kondisi sepasang sejoli yang sudah berusia senja itu cukup memperihatinkan. Pakaian lusuh, fisik yang sudah tidak bugar lagi membuat usia senjanya bak nestapa. Sungguh perjalanan di akhir waktu yang kurang bahagia.
Terpikir oleh saya kemanakah anak-anak dari kakek dan nenek itu? Begitu teganya kah mereka membiarkan orang tuanya mengais rezekinya sendiri ditengah kondisi fisik yang sudah tidak bugar lagi? Atau mungkin kakek dan enenk itu tidak mempunyai keturunan?
Entahlah, yang jelas empati itu timbul dalam hatiku ini. Sungguh berbeda dengan sebagian orang yang sedang berada di usia senja dimana mereka sedang menikmati usia senjanya dengan nyaman. Ada yang menikmati kasih sayang dari anak-anaknya, ada yang menikmati penghasilan pensiunnya, ada juga yang sedang berbahagia dengan hasil usaha yang sudah dirintisnya ketika di usia muda.
Yang menjadi pertanyaan lagi dalam pikiran saya apakah kakek dan nenek itu masih menjalankan ibadah paling tidak shalat yang 5 waktu? Sulit bagi saya untuk meyakini bahwa mereka masih menjalankannya. Saya menyadari kehidupannya yang sulit sangat menyita waktu dan tenaga.
Mereka hanya berfikir bahwa hari ini saya harus makan dan untuk mendapatkannya saya harus mengais rezeki dari pagi hingga petang. Padahal apa yang didapat dari hasil mengemis saya pikir tidaklah sebanding dengan tenaga yang dikeluarkannya. Istilahnya boro-boro untuk shalat untuk menghilangkan rasa lapar di perut saja mebutuhkan perjuangan yang berat. Namun semoga pikiran saya ini tidaklah tepat.
Seharusnya kakek dan nenek itu dapat menikmati usia senjanya itu dengan nyaman dan bahagia sama seperti orang-orang yang seusianya yang lain. Seharusnya pula pemerintah bertanggung jawab atas kehidupan mereka seperti yang termaktub dalam UUD 1945 bahwa fakir miskin itu dipelihara oleh negara. Namun pada kenyataanya tidaklah demikian.
Saya teringat satu hal yang sebenarnya bisa membantu orang-orang seperti kakek dan nenek itu. Zakat, ya, salah satu kewajiban yang terdapat dalam rukun Islam.
Dalam Islam ada perintah bahwa harta itu tidak boleh berputar pada sekelompok orang. Islam mengajarkan bahwa harta itu haruslah mengalir pada semua kelompok terutama pada fakir dan miskin. Oleh karena itu Islam memerintahkan kewajiban zakat bagi siapa saja orang Islam yang menjadi wajib zakat.
Berdasarkan hasil survey bahwa potensi zakat di Indonesia bisa mencapai 19 trilyun per tahunnya. Sungguh angka yang cukup tinggi dan bisa dipergunakan untuk banyak hal yang bermanfaat jiak bisa dioptimalkan pengumpulannya.
Namun sayang kesadaran akan zakat belum terlalu besar. Besarnya potensi zakat belum diimbangi dengan tingkat kesadaran umat Islam untuk menjalankan kewajiban ini. Pada tahun 2008 zakat yang berhasil dikumpulkan baru mencapai 900 milyar (http://www.antara.co.id/view/?i=1235991716&c=NAS&s=) sungguh angka yang masih relatif kecil jika dibandingkan dengan potensinya.
Zakat sesungguhnya berguna untuk menekan angka kemiskinan. Zakat sesungguhnya berguna untuk menjembatani kesenjangan sosial yang ada. Seandainya potensi zakat itu tercapai maka kakek dan nenek itu tidak perlu berdiri sepanjang hari melawan terik hanya untuk mendapatkan beberapa koin uang receh.
Mengeluarkan 2.5% dari harta yang dimiliki tidaklah bergitu berarti karena kita masih mempunyai 97.5% sisanya. Bahkan janji Allah SWT bahwa Dia akan melipat gandakan harta yang 2.5% itu. Selain sebagai pembersih harta Allah juga akan menghapus dosa-dosa kita. Artinya bukanlah suatu kerugian jika harus menunaikan zakat melainkan kita akan meraup keuntungan yang berlimpah.
Tetapi memang karakter manusia itu cenderung pelit apabila mengenai materi. Kekhawatiran jatuh miskin menjadi halangan untuk mengeluarkan sebagian rezekinya yang pada hakikatnya barasal dari Allah SWT.
Menjalankan perintah yang menjadi kewajiban memang tidak mudah dan penuh godaan apalagi yang menyangkut materi keduniaan. Saya teringat dengan sebuah sajak WS Rendra yang cukup menggugah hati.
Renungan Indah
W.S. Rendra
Seringkali aku berkata,
Ketika semua orang memuji milikku
Bahwa sesungguhnya ini
hanyalah titipan
Bahwa mobilku hanyalah titipan-Nya
Bahwa rumahku hanyalah titipan-Nya
Bahwa hartaku hanyalah titipan-Nya
Bahwa putraku hanyalah titipan-Nya
Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya : mengapa Dia menitipkan padaku ???
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ???
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya itu ???
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
Kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka
Kusebut itu sebagai panggilan apa saja untuk melukiskan kalau itu adalah derita
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku
Aku ingin lebih banyak harta, ingin lebih banyak mobil,lebih banyak popularitas, dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan, seolah semua "derita" adalah hukum bagiku
Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika :
aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku", dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanya untuk beribadah.
"Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja".....

Semoga pada Ramadhan kali ini menjadi syahrul Tarbiyah dimana Allah akan melapangkan hati ini untuk dapat berbagi dengan sesama.
Perumpamaan (nafkah yang di keluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah. Adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir, seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siap yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. 2:261)
Sumber: era muslim

0 komentar:

ur coment

Nikmatnya Berbuka di Istana Ain Syams

oleh M. Arif As-Salman Senin, 24/08/2009 07:46 WIB
Kemaren-Ahad, 23 Agustus 2009- saya mesti pulang lebih cepat dari biasanya. Ada undangan ifthar jama`iy (berbuka puasa bersama) di rumah Ain Syams. Sore itu, seperti biasa setelah mengembalikan beberapa buku yang dipinjam sejak satu minggu yang lalu, saya kembali mencari-cari buku yang akan dibaca untuk satu minggu ke depan. Begitulah, sekali seminggu saya menjadwalkan berkunjung ke PMIK (Perpustakaan Mahasiswa Indonesia di Kairo) untuk meminjam beraneka buku bacaan.
Menikmati puasa Ramadhan di negeri orang memang terasa beda dengan di negeri sendiri. Serasa ada yang kurang lengkap. Ya, tidak bisa sahur dan berbuka bersama keluarga. Tapi, walau demikian kekurangan itu dapat terwakili dengan berbuka bersama teman-teman serumah dan dengan istri bagi yang telah menikah. Hidup di rantau memang butuh banyak pengorbanan, perjuangan serta kesabaran tangguh.
Menjelang azan maghrib berkumandang saya bersama istri dan buah hati kami yang kini telah menginjak usia 9 bulan berangkat menuju rumah Ain Syams yang letaknya tidak jauh dari rumah kami-sekitar 10 menit dengan berjalan kaki-. Rumah itu terletak di samping mesjid Saqar Qurays, di Madinah Nasr, Kairo.
Sesampai di sana kami disambut dengan senyum mesra oleh tuan rumah-orang tua Ain Syams-. Ada kebahagiaan tulus yang terpancar dari raut muka mereka, kebahagiaan karena tamu yang diundang telah bersedia datang. Rumah Ain Syams terlihat sudah dipadati banyak tamu, sehingga kami yang laki-laki harus masuk ke ruang dalam, karena ruang tengah diisi oleh ibu-ibu dan tamu-tamu wanita.
Saya sangat bersyukur bisa bertemu dengan sahabat-sahabat dan saudara-saudara yang selama ini cukup jarang bertemu, karena berbagai kesibukan perkuliahan dan lainnya. Ini merupakan sebuah moment yang sangat indah dan berharga. Kesempatan untuk menumpahkan kerinduan, berbagi cerita, dan pengalaman.
Pertemuan-pertemuan seperti itu begitu berarti. Ia umpama obat kerinduan terhadap saudara-saudara yang sekian lama tidak bertatap muka. Jamuan ukhuwah yang sanggup mempererat ikatan batin dan mempererat rasa persaudaraan. Bertemu dalam ketaatan dan dalam rangka saling mencintai karena Allah swt.
Tak terasa perbincangan pelepas dahaga rindu terhenti oleh azan maghrib yang berkumandang di mesjid dekat rumah Ain Syams. Tuan rumah segera menghidangkan menu berbuka. Terasa segarnya kerongkongan ketika meneguk air teh manis dingin. Ragam menupun tersedia, seperti korma, bakwan, dan agar-agar. Para tamu tinggal memilih. Tapi, bakwan cukup menjadi hidangan favorit, karena menu ke-indonesiaannya.
Usai berbuka secukupnya, tamu laki-laki shalat maghrib berjamaah di mesjid. Tamu-tamu tersebut sangat paham akan pentingnya menjaga shalat lima waktu berjamaah di mesjid. Apalagi sangat banyak hadits-hadits yang menerangkan keutamaan shalat berjamaah di mesjid, terutama pada bulan Ramadhan, Allah akan melipat gandakan pahala amalan hamba-hamba-Nya.
Setelah melaksanakan shalat maghrib di mesjid, para tamu kembali ke rumah Ain Syams untuk menikmati hidangan yang telah disiapkan. Semarak berbuka sungguh begitu terasa. Ditambah lagi obrolan-obrolan tentang berbagai informasi terbaru yang berkembang. Yang satu bercerita, yang lain pun tak kalah bercerita. Seolah-olah setiap orang ingin berbagi informasi yang ia dapatkan.
Begitulah, suasana keakraban dan kekeluargaan bergema dan menyatu dalam pertemuan itu. Ada senyum yang mengembang, ada tawa yang riang, ada cerita-cerita menarik, ada informasi-informasi, dan lain-lainnya.
Tak terasa waktupun terus berlalu, makanan yang dihidangkan satu persatu telah disantap para tamu, sehingga hampir tidak ada yang tersisa. Sebelum para tamu pulang, tuan rumah meminta salah seorang tamu untuk memberikan kata sambutan dan membaca doa untuk tuan rumah. Saat itu Ust. Zulfi Akmal sebagai perwakilan tamu mengucapkan terima kasih banyak atas jamuannya, "Semoga Allah memberikan balasan pahala", ucap beliau. Dan Ust. Sami diminta membacakan doa untuk kebaikan tuan rumah, tamu-tamu yang hadir, dan segenap kaum muslimin.
Pertemuan singkat hari itu begitu bermakna. Ada banyak motivasi yang tersirat di dalamnya. Saya merasa kalah dari tuan rumah, kalah dalam berlomba-lomba untuk kebaikan. 'Istana' Ain Syams seolah menjadi pelopor pertama mengadakan berbuka puasa bersama, sebelum yang lain mengadakan. Semangat ini yang perlu dicontoh dan diteladani, semangat untuk memulai melakukan sunnah hasanah.
Bahkan dalam sebuah kata hikmah disebutkan, "Keutamaan terletak pada orang yang memulai, walau orang yang mengikuti setelahnya lebih baik."
Saya sudah bisa membayangkan berapa banyak pahala yang akan mengalir pada orang tua Ain Syams. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw, dari Zaid bin Khalid al-Juhani r.a, bahwasanya Nabi saw bersabda, "Barangsiapa yang memberi makan -untuk berbuka- orang yang berpuasa, baginya pahala -seperti yang didapatkan- orang yang berpuasa itu, dan pahala itu tidak mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sedikitpun." (HR. At-Tirmidzi : 3/162, no. 807)
Begitu besar pahala yang akan didapatkan, semakin banyak dan semakin mulia tamu yang hadir akan semakin bertambahlah pahala yang akan diraih.
Di sisi lain, perjamuan singkat itu begitu sanggup merekatkan ikatan ukhuwah yang selama ini mulai renggang karena jarangnya pertemuan disebabkan berbagai kesibukan di kuliah dan lainnya. Inilah majlis yang akan mendatangkan kebaikan bagi seorang hamba di akhirat kelak; majlis yang terangkai karena saling mencintai karena Allah swt.
Semoga ada hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik, insya Allah.
Salam dari Kairo,
sumber: era muslim

0 komentar:

ur coment

Menyibak Satu Tirai Malam


Malam itu memang belum terlalu larut, empat buah angka digital di handphone-ku-pun baru bertuliskan 08:42. Tapi aku coba merebahkan tubuh ini diatas sebuah kasur yang kini sudah tergeletak di ujung ruangan mungil ini.

Kelelahan setelah melalui perjalanan yang hampir memakan waktu lebih dari 4 jam itu telah membuatku mendambakan kesempatan ini. Sendiri, menikmati sepi, bercanda dengan malam sambil berada dalam sebuah ruang gelap ditemani wangi pengharum ruangan yang baunya kini mulai merebak masuk ke rongga-rongga ini.

Perlahan satu persatu mata inipun mengajak pergi meninggalkan malam yang semakin pekat menutup aroma ibu kota.

Namun entahlah berapa lama mata ini terpejam, ketika ruang dengar ini mulai terisi oleh bacaan-bacaan ejaan ayat al-quran, semakin lama semakin jelas. Dan aku menikmatinya, meski memang alunannya terkadang harus terhenti dibeberapa bagian yang tidak tepat. Seorang wanita tengah mengeja bacaan yang luar biasa indahnya Alloh kirimkan untuk kita, ummat-ummat pilihannya. Sesaat kemudian seorang pria berusaha membetulkan bacaan yang terhenti itu kemudian membimbing, menemani serta menuntun bagaimana bacaan itu seharusnya dilafalkan.

Aku semakin menikmatinya.

Tempat kost yang saya tempati di sisa-sisa kemegahan ibukota ini memang berderet panjang dalam sebuah koridor yang telah menjadi penghubung diantara kami. Namun, untuk beberapa lama ini kamar yang tepat di sebelah kamarku memang tak ada penghuninya. Dan aku baru tahu kalau ternyata sejak beberapa malam sebelumnya, ibu dan bapak kost telah menjadikan kamar itu tempat belajar mengaji.

Aku mengangkat tubuh ini, perlahan membuka daun pintu dan berjalan di koridor itu untuk menuju keluar mengambil wudhu. Sesaat aku terhenti di depan pintu kamar itu. Seakan memastikan bahwa apa yang telah aku dengar beberapa saat tadi adalah bener-benar ada, bukan sebuah cerita yang mengisi alam mimpiku di malam ini.

Aku tersenyum, ada tangis dalam hati. Namun entahlah, mungkin juag ada rasa cemburu dalam jiwa ini.

Ketika mencoba mengingat begitu banyak pasangan-pasangan muda yang begitu nekatnya mengambil sebuah keputusan untuk mengakhiri perjalanan pernikahan mereka, ketika acara-acara infotainment di televisi dengan bangganya menyiarkan juga konflik-konflik perjalanan rumah tangga para pasangan selebritis, atau bahkan juga ketika kawin-cerai, dan berganti pasangan hidup menjadi satu tradisi baru diantara beberapa kalangan, na'udzubillah. Ternyata, alhamdulillah setidaknya ibu dan bapak kost yang saya amanahi akan diri ini, juga untuk bisa seakan menjadi orang tua kedua diri saya ketika berada di satu sisi ibu kota ini, jauh dari sifat seperti mereka. Padahal di usianya yang aku kira tidak kurang dari 60 tahunan, mungkin perjalanan pernihakannya hampir atau bahkan mungkin telah terlewat dari usia emas sebuah rumah tangga.

Dalam beberapa kesempatan, akupun mendapati mereka selalu paling awal hadir dalam acara pengajian di lingkungan ini. Bahkan pak Abidin, bapak kost-ku itu, tak jarang selalu menjadi mu'adzin di masjid, beliau telah lebih dulu mengumandangkan adzan disana padahal jamaah-jamaah lainnya baru melangkahkan kaki keluar dari rumah-rumah petakannya ketika waktu sholat tiba.

Sisi sebuah kepemimpinan dalam Islam memang terlebih dahulu telah harus ditampilkan dalam setiap pribadi ketika ia memimpin masing-masing dirinya. Namun, sisi kepemimpinan itu akan lebih terlihat ketika seorang suami mampu untuk bagaimana membimbing seorang hamba lainnya menjadikan ia seorang yang shalihah dalam menemani perjalanan rumah tangganya. Dan malam itu aku telah sedikit menemukannya pada diri beliau. Alhamdulillah, sebuah pelajaran berharga bagi kami para generasi muda yang mungkin memang semestinya harus mempersiapkan ini semua jauh-jauh hari sebelum sebuah kehidupan yang baru akan menjelang.

Mendapati satu lagi ilmu di malam itu bagai menyibak satu lagi tirai malam, yang mampu membuka arah pandang ini, hingga menemukan cahaya meski masih dikejauhan sana.

Sabda Nabi dalam sebuah riwayat, "Takutlah engkau kepada Allah SWT dalam urusan wanita. Sesungguhnya mereka adalah amanat di sisimu. Barang siapa tidak memerintahkan dan mengajarkan shalat kepada istrinya, berarti ia berkhianat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya." (Al-Hadis).

Malam semakin malam, riuh irama kota kini semakin lama semakin menyepi, meninggalkan hamba-hambanya yang masih merindu dalam kekhusu'annya beribadah dan meminta hanya pada Ia yang menguasai maha dalam segala ke-maha-annya.

Yaa Rabb, andai suatu hari Engaku-pun titipkan pada kami, seseorang yang akan menemani langkah ini, semoga Engkaupun sertakan pula kemampuan pada diri-diri ini untuk bisa membimbingnya, membinanya, menjadikan ia seseorang yang benar-benar shalihah bukan hanya dalam pandang mata ini, namun juga dalam pandang dihadapan-Mu, hingga kami bisa melangkah bersama menuju segala ridha-Mu.

Aamiin yaa robbal'alamiin

oleh Dikdik Andhika Ramdhan Jumat, 31/07/2009 07:23 WIB

sumber: eramuslim.com

0 komentar:

ur coment

Pecah


Kamis, 18/06/2009 11:27 WIB

Seorang majikan tampak serius mengawasi dua pembantunya yang sedang memindahkan beberapa guci antik. Formasi guci-guci itu dirasa sang majikan sudah membosankan. Harus diubah dalam susunan baru yang lebih menyegarkan.

“Awas, hati-hati!” ucap sang majikan sambil memberi aba-aba ke arah mana guci-guci itu diletakkan. Dan serempak, dua pembantu itu pun menyahut, “Iya, Bu.”

Sambil mengangkat guci satu per satu, dua pembantu itu menyusun langkah menuruni dan menaiki anak tangga. Mereka melangkah mengikuti aba-aba sang majikan. “Jangan di situ, sebelah sana!” teriak sang majikan sesekali.

Entah karena kelengahan, salah tingkah, atau lainnya, tiba-tiba salah satu guci terlepas dari pegangan seorang pembantu. Dan, ”Praaak!” Guci itu terjatuh dan menggelinding membentur anak-anak tangga. Beberapa keping pecahan guci tercecer di anak tangga.

Tanpa menunggu aba-aba, dua pembantu itu pun terdiam di hadapan majikannya. Mereka seperti siap menyimak berbagai omelan dan ocehan sang majikan yang tak lagi mampu menahan emosi. ”Kamu nggak tahu, berapa mahalnya harga guci itu!” Dan seterusnya.

Ketika dua pembantu itu mengambil pecahan guci untuk disatukan dengan lem perekat, sang majikan pun menghampiri. Kali ini, ia lebih tenang. ”Kalaupun kalian berhasil menyatukan kembali pecahan guci, secanggih apa pun kalian menyatukannya, selalu saja akan tampak bekas kalau guci itu pernah pecah,” ucapnya prihatin.

***
Kesatuan, keutuhan, soliditas atau apa pun sebutannya merupakan impian semua orang. Dalam cakupan apa pun: dalam skala kecil seperti pertemanan antar pribadi, keluarga; maupun yang besar seperti organisasi massa dan negara.

Kurang hati-hati dalam merawat soliditas ini bisa membawa dampak perpecahan. Jangan pernah membayangkan kalau penyatuan pasca perpecahan bisa membentuk soliditas seperti sediakala. Karena dampak perpecahan biasanya akan meninggalkan bekas, secanggih apa pun upaya perekatan yang dilakukan.

Sekali lagi, dahulukan kehati-hatian. Karena merekat sesuatu yang pernah pecah, jauh lebih sulit dari menjaganya untuk tetap solid. (muhammadnuh@eramuslim.com)

0 komentar:

ur coment

Tahukah Anda: Muslim Pertama Menjelajah Ruang Angkasa


Jumat, 24/07/2009 11:16 WIB
Malaysia masih disebut-sebut sebagai negara Islam pertama yang berhasil mengirim astronotnya ke luar angkasa. Pada bulan Oktober tahun 2007, seorang ahli bedah ortopedi dari Universiti Kebangsaan Malaysia bernama Muszaphar Shukor berhasil menembus atmosfir bumi bersama para astronot Rusia dalam peluncuran stasiun ruang angkasa Soyuz TMA-11. Shukor sukses menjalankan misi ruang angkasanya selama 11 hari dan kembali ke bumi pada 21 Oktober 2007, tepatnya di wilayah Kazakhstan pukul 10.43 waktu setempat.

Pendaratan Shukor kembali ke bumi disambut meriah oleh rakyat dan pejabat negara Malaysia. "Ini akan menjadi catatan dalam sejarah kita, karena untuk pertama kalinya orang Malaysia ke ruang angkasa dan kembali dengan selamat, " sambung Najib Razak seperti dilansir New Strait Times edisi Senin (22/10/2007).

Malaysia boleh bangga dengan keberhasilan program ruang angkasanya, yang lewat kerjasama dengan Rusia berhasil memberangkatkan astronotnya. Tapi Sukhor bukanlah Muslim pertama atau satu-satunya Muslim yang pernah melakukan perjalanan ke luar angkasa. Setidaknya ada Muslim yang sudah melakukan perjalanan ke luar planet bumi beberapa tahun sebelumnya.

Muslim pertama yang melakukan perjalanan ke ruang angkasa sebenarnya adalah Pangeran Sultan bin Salman AbdulAziz Al-Saud dari Arab Saudi. Pada tahun 1985, Al-Saud ikut bersama kru yang menjalankan misi ruang angkasa STS-S1G dengan menggunakan pesawat Discovery milik AS, untuk mengorbitkan satelit komunikasi ARABSAT 1-B. Dalam misi ini, Al-Saud bukan hanya menjadi Muslim pertama yang pergi ke ruang angkasa tapi juga menjadi anggota kerajaan Saudi pertama yang berhasil menjelajah ruang angkasa.

Setelah menyelesaikan misinya, Al-Saud kemudian mendirikan organisasi non-profit Asosiasi Penjelajah Ruang Angkasa, sebagai wadah berkumpulnya para astronot dan kosmonot dari seluruh dunia. Al-Saud sendiri yang menjadi direktur asosiasi itu selama beberapa tahun.

Dua tahun setelah keberangkatan Al-Saudi, tepatnya pada bulan Juli 1987, Muslim asal Suriah bernama Mohammed Faris ikut dalam misi Soyuz TM-3 ke stasiun ruang angkasa Rusia, Mir. Mohammed Faris, anggota Angkatan Udara Suriah berpangkat kolonel itu, menjalankan misi penelitian ke Mir.

Lima bulan kemudian, Musa Manarov, seorang Muslim keturunan Azerbaijan yang berpangkat kolonel di Angkatan Udara Uni Sovyet juga berangkat ke luar angkasa dalam misi Soyuz TM-4 ke stasiun ruang angkasa Mir. Manarov bersama tim Soyuz TM-4, menjadi Muslim pertama yang tinggal di ruang angkasa selama satu tahun penuh. Ia kembali ke bumi pada Desember 1988. Musa Manarov kembali melakukan penjelajahan ke luar angkasa pada Desember 1990 dalam misi Soyuz TM-11. Kali ini ia tinggal selama satu tahun tiga bulan di ruang angkasa dan melakukan lebih dari 20 jam perjalanan, menjelajah ruang angkasa.

Muslim lainnya yang juga pernah menjalankan misi ke luar angkasa adalah Abdul Ahad Mohmand asal Afghanistan. Pilot Angkatan Udara Afghanistan itu ikut dalam misi Soyuz TM-6 pada bulan Agustus 1988 sebagai kosmonot yang melakukan riset selama delapan hari di Mir. Dalam misi ini, Mohmand bahkan menjadi pahlawan penyelamat bagi kru lainnya, ketika kapsul yang akan membawanya kembali ke bumi mengalami kendala saat akan memasuki atmosfir bumi.


Kurang dari 10 tahun setelah misi Mohamd, Muslim-muslim lainnya menyusul, mengikuti berbagai misi ke ruang angkasa. Antara lain Tokhtar Aubakirov dari Kazakhstan yang ikut dalam misi Soyuz TM-13 ke Mir tahun 1991. Kemudian tahun 1994, misi Soyuz TM-19 mengikutsertakan Talgat Musabayev, seorang Muslim yang juga asal Kazakhstan.

Jika perjalanan ruang angkasa selama bertahun-tahun didominasi oleh kaum lelaki Muslim, pada bulan September 2006, muslimah AS keturunan Iran, Anousheh Ansari berhasil mendobrak rekor menjadi muslimah pertama sekaligus turis pertama dalam program perjalanan ke ruang angkasa. Ansara melakukan "wisata ruang angkasa"nya dengan menggunakan Soyuz TM-9 yang menjadi bagian dari misi Expedition 14.

Baru kemudian tahun 2007, Muszaphar Shukor dari Malaysia melakukan perjalanan ke ruang angkasa. Pemberitaan yang intens mungkin yang membuat perjalanan Shukor lebih banyak diketahui khalayak dan membuat mereka kagum bahwa ada seorang Muslim yang akhirnya bisa menjadi astronot. Padahal jauh sebelum Shukor, banyak muslim lainnya yang sudah menjelajah ruang angkasa. Kapan giliran muslim Indonesia? (ln/iol)

sumber: eramuslim.com

0 komentar:

ur coment

Akhir Hidup Nabi Zakaria dan Yahya

Jumat, 31/07/2009 11:00 WIB

Assalamu'alaikum wr.wb.

Ustadz, saya ingin bertanya mengenai kisah Nabi Zakaria dan Nabi Yahya. Semoga Allah memberi saya hidayah melalui jawaban Ustadz.

Saya pernah membaca mengenai akhir hidup Nabi Zakaria dan Nabi Yahya yang menurut saya sangat tragis. Nabi Zakaria yang bersembunyi di dalam pohon mati digergaji. Sedangkan Nabi Yahya mati dipenggal kepalanya. Pertanyaan saya:

1. Benarkah kisah mengenai akhir hidup kedua Nabi tersebut?

2. Jika benar seperti itu, apakah hikmah dari Allah dalam kisah akhir hidup/perjuangan Nabi Zakaria dan Nabi Yahya (maksud saya: dalam pemahaman saya yang awan dalam bidang agama ini, akhir kisah perjuangan Nabi Zakaria dan Nabi Yahya yang sangat tragis tersebut kontras sekali dengan -misalnya- akhir kisah perjuangan:

- Nabi Nuh ( diselamatkan oleh Allah dari kezaliman umatnya yang durhaka dengan dihancurkannya umat yang durhaka tersebut melalui banjir besar)

- Nabi Ibrahim (diselamatkan oleh Allah dari hukuman dibakar hidup-hidup oleh Raja Namrud)

- Nabi Musa (diselamatkan oleh Allah dari kejaran Firaun dengan terbelahnya Laut Merah)

- Nabi Daud (diselamatkan oleh Allah dari kekejaman Jalut/Goliath)

- Nabi Yusuf (diselamatkan oleh Allah dari kezaliman/iri hati saudara-saudaranya bahkan akhirnya saudara-saudaranya menghormat kepada beliau)

- Nabi Isa (diselamatkan oleh Allah dari penyaliban)

- Nabi Muhammad SAW (diselamatkan oleh Allah dari kebiadaban kafir Quraisy dan Yahudi Madinah bahkan akhirnya berhasil kembali ke Mekkah dengan kemenangan)

Bahkan selain kisah para Nabi yang diselamatkan oleh Allah sebagaimana saya sebutkan di atas, ada pula kisah Ashabul Kahfi (diselamatkan oleh Allah dengan ditidurkan/disembunyikan dalam gua)

Saya mengimani bahwa Allah Yang Maha Kuasa dan Penolong akan dengan mudahnya menyelamatkan Nabi Zakaria dan Nabi Yahya sehingga beliau berdua dapat terselamatkan dari kezaliman umatnya. Saya juga mengimani bahwa Allah Yang Maha Tahu juga mempunyai rahasia dan hikmah dalam setiap peristiwa di dunia ini termasuk kisah akhir hidup kedua Nabi tersebut. Itulah yang ingin saya tanyakan kepada Ustadz mengenai hal tersebut : Rahasia atau Hikmah apakah dalam kisah akhir hidup Nabi Zakaria dan Nabi Yahya tersebut sehingga pertolongan Allah "tidak tampak secara kasat mata" dibandingkan kisah para Nabi lain +Ashabul Kahfi? (Saya yakin pertolongan Allah pasti ada untuk Nabi Zakaria dan Nabi Yahya, tapi saya belum dapat memahami bagaimana bentuk pertolongan Allah untuk kedua nabi tersebut).

Terima kasih untuk perhatian dan jawaban Ustadz

Wassalamu'alaikum wr.wb.

SIP

Jawaban

Waalaikumussalam Wr Wb

Allah swt memerintahkan Rasulullah saw untuk menceritakan tentang Zakaria kepada manusia termasuk kisah ketika dirinya dikaruniai seorang anak laki-laki pada usianya yang sudah lenjut sementara istrinya adalah seorang wanita tua yang mandul dengan maksud agar manusia tidak pernah berputus asa terhadap karunia dan rahmat Allah swt, sebagaimana firman-Nya :

ذِكْرُ رَحْمَةِ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَرِيَّا ﴿٢﴾
إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاء خَفِيًّا ﴿٣﴾


Artinya : “(yang dibacakan Ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria, Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.” (QS. Maryam : 2 – 3)

Sebagian salaf mengatakan bahwa Zakaria bangun pada saat malam hari lalu berdoa kepada Tuhannya dengan diam-diam tanpa diketahui banyak orang dan berdoa,”Wahai Robb, wahai Robb, wahai Robb” Allah berkata,”labbaik, labbaik, labbaik.” Zakaria mengatakan, "Sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban.” (QS. Maryam 4)

Firman Allah swt :


يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَل لَّهُ مِن قَبْلُ سَمِيًّا


Artinya : “Hai Zakaria, Sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan Dia.” (QS. Maryam : 7) ayat ini ditasirkan oleh firman Allah swt yang lain :

Artinya : “Kemudian malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): "Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang nabi termasuk keturunan orang-orang saleh". (QS. Al Imron : 7)

Keshalehan Nabi Yahya ini sudah terlihat sejak maa anak-anak, Abdullah bin al Mubarok mengatakan : Ma’mar mengatakan bahwa suatu ketika ada seorang anak yang mengatakan kepada Yahya bin Zakaria,”Mari kita bermain bersama.” Lalu Yahya menjawab,”Sesunguhnya kita diciptakan bukan untuk bermain.”, ada yang mengatakan bahwa ini adalah maksud dari firman Allah swt :

يَا يَحْيَى خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ وَآتَيْنَاهُ الْحُكْمَ صَبِيًّا


Artinya : “Dan kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak.” (QS. Maryam : 12)

Ibnu Katsir juga menyebutkan riwayat dari Qotadah bahwa al Hasan berkata bahwa ketika Isa dan Yahya bertemu lalu Isa berkata kepada Yahya,”Mohonkanlah ampunan (kepada Allah) untukku sesungguhnya engkau lebih baik dariku.” Yahya berkata,” ,”Mohonkanlah ampunan (kepada Allah) untukku sesungguhnya engkau lebih baik dariku.” Lalu Isa pun mengatakan kepadanya lagi,”Engkau lebih baik dariku, aku memberikan salam kepada diriku sendiri sementara Allah memberikan salam kepadamu.” Dan Allah pun memberikan keutamaan kepada mereka berdua.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda,”Tidaklah seorang anak Adam kecuali dia akan melakukan sebuah kesalahan atau berkeinginan untuk melakukan kesalahan namun tidak pada diri Yahya bin Zakaria..”

Sedangkan tentang kematian ayahnya, Nabi Zakaria, maka terjadi perbedaan riwayat dari Wahab bin Munbih : Apakah Nabi Zakaria mati secara wajar ataukah ia dibunuh? , terdapat dua riwayat.

Abdul Mun’im meriwayatkan dari Idris bin Sinan dari ayahnya dari Wahab bin Munbih mengatakan bahwa Zakaria lari dari kaumnya lalu masuk ke sebuah pohon, lalu mereka pun mendatanginya dan menggergaji pohon itu. Tatkala gergaji itu mengenai otot-ototnya dan ia pun merintih lalu Allah mewahyukan kepadanya,”Jika rintihanmu tidak mereda pasti aku akan jungkalkan bumi dan apa-apa yang ada diatasnya maka Zakaria pun menghentikan rintihannya sehingga dirinya terpotong dua”, ini diriwayatkan didalam hadits yang marfu’. Namun terdapat riwayat Ishaq bin Basyar dari Idris bin Sinan dari Wahab bahwa dia mengatakan bahwa orang yang terbelah didalam pohon itu adalah Sya’ya , adapun Zakaria meninggal secara wajar, wallahu A’lam.

Sedangkan tentang pembunuhan putranya, Yahya, mereka banyak menyebutkan sebab-sebabnya sementara yang paling masyhur menurut Ibnu Katsir adalah bahwa sebagian raja di Damaskus pada zaman itu ingin menikahi wanita-wanita yang menjadi mahram mereka atau wanita-wanita yang tidak halal untuk mereka nikahi. Hal ini mendapat penentangan dari Yahya as.

Sehingga terdapat seorang wanita yang meminta kepada seorang raja yang menyukainya agar memberikan hadiah kepadanya darah Yahya. Lalu dikirimlah seseorang untuk membunuh Yahya serta membawakan kepala dan darahnya diatas sebuah nampan kehadapan wanita itu.

Namun demikian, ada pula yang mengatakan bahwa cerita pembunuhan Nabi Yahya tersebut bersumber dari israiliyat yang tidak pernah disebutkan didalam Al Qur’an maupun sunnah-sunnahnya bahkan bertentangan dengan firman Allah swt :

Artinya : “Keselamatan atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali.” (QS. Maryam)

Mereka juga merujuk kepada pengertian dari kata salam (keselamatan) disitu termasuk diselamatkannya dari kematian yang tidak menyenangkan.

Al Qodhi, ketika menjelaskan firman-Nya :

وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدتُّ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا


Artinya : “(Isa berkata) Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari Aku dilahirkan, pada hari Aku meninggal dan pada hari Aku dibangkitkan hidup kembali".(QS. Maryam : 33), bahwa kata salam merupakan ungkapan yang memberikan keamanan, seperti keamanan didalam berbagai kenikmatan dan dihindarkannya dari hal-hal yang tidak menyenangkan (merusak). Seakan-akan dia (Isa as) bertanya kepada Tuhannya dan meminta dari-Nya tentang Apa yang diberitakan Allah swt terhadap Yahya.

Dan pastinya para nabi akan mendapat pengabulan doa, dan ada tiga keadaan terbesar manusia yang membutuhkan keselamatan, yaitu : hari kelahiran, hari kematian dan hari kebangkitan. Ketiga keadaan tersebut membutuhkan keselamatan dan terkumpulnya kebahagiaan dari Allah swt agar terlindungi dari berbagai rasa sakit dan hal-hal yang mengerikan dalam setiap keadaan itu. (Tafsir ar Rozi juz III hal 303)

Dengan begitu, mereka berpendapat bahwa pembunuhan yang dialami Nabi Yahya adalah sesuatu yang mustahil, karena Yahya adalah seorang Nabi yang dijaga dan dilindungi Allah swt dan berita tersebut adalah berasal dari israiliyat dan sebagaimana kebiasaan orang-orang israil adalah ingin merendahkan dan mengecilkan para nabi Allah swt.

Namun demikian yang pasti bahwa didalam kisah-kisah para Nabi dengan segala keunikan dan kesabaran mereka semua—termasuk kisah Nabi Zakaria dan Yahya—didalam memikul beban kenabian sebagai pelita umat-umatnya ada banyak pelajaran yang bisa diambil oleh manusia, sebagaimana firman Allah swt :

Atinya : “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS. Yusuf : 111)

Diantara hikmah dan pelajaran yang bisa diambil dari mereka adalah kesabaran mereka dalam mengemban amanah risalah dan da’wah, kesabaran terhadap perlakuan buruk kaumnya ketika mendengar da’wah mereka, kesabaran untuk tidak tergoda oleh berbagai tarikan-tarikan dunia yang dapat menyimpangkan mereka dari jalan risalah dan da’wah serta sifat-sifat mulia lainnya yang ada didalam diri orang-orang mulia itu.

Tentunya Allah swt juga senantiasa memberikan pertolongan dan bantuan-Nya kepada mereka semua ketika mendapatkan kesulitan didalam menyampaikan risalah-risalah-Nya yang hal itu sudah menjadi janji-Nya kepada mereka sebagaimana firman-Nya :

Artinya : “Sesungguhnya kami menolong rasul-rasul kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat).” (QS. Ghofir : 51 – 52)

Bagaimana Allah menolong para Rasul dan Nabi-Nya serta orang-orang yang bersamanya? tentunya Allah swt lebih mengetahui hal ini, karena ditangan-Nya lah segala kebaikan dan Dia-lah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Sementara manusia hanya dituntut untuk bisa mengambil pelajaran dari kisah-kisah kepahlawanan mereka dan menghiasi kehidupannya dengan itu semua.

Wallahu A’lam

Sumber: eramuslim.com

0 komentar:

ur coment

Keutamaan Malam Jum'at dan Hari Jum'at

Malam Jum'at adalah malam yang paling utama, harinya adalah hari yang paling utama dari semua hari.

Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya malam Jum'at dan harinya adalah 24 jam milik Allah Azza wa Jalla. Setiap jamnya ada enam ratus ribu orang yang diselamatkan dari api neraka."

Imam Ja'far Ash-Shadiq (sa) berkata: "Barangsiapa yang mati di antara matahari tergelincir hari Kamis hingga matahari tergelincir hari Jum'at, Allah melindunginya dari siksa kubur yang menakutkan."

Imam ja'far Ash-Shadiq (sa) juga berkata: "Malam Jum'at dan hari Jum'at mempunyai hak, maka janganlah sia-siakan kemuliaannya, jangan mengurangi ibadah, dekatkan diri kepada Allah dengan amal-amal shaleh, tinggalkan semua yang haram. Karena di dalamnya Allah swt
melipatgandakan kebaikan, menghapus kejelekan, dan mengangkat derajat. Hari Jum'at sama dengan malamnya. Jika kamu mampu, hidupkan malam dan siangnya dengan doa dan shalat. Karena di dalamnya Allah mengutus para Malaikat ke langit dunia untuk melipatgandakan kebaikan dan menghapus keburukan, sesungguhnya Allah Maha Luas ampunan-Nya dan Maha
Mulia."

Dalam hadis yang mu'tabar, Imam Ja'far Ash-Shadiq berkata: "Sesungguhnya orang mukmin yang memohon hajatnya kepada Allah, Ia menunda hajat yang dimohonnya hingga hari Jum'at agar ia memperoleh keutamaan yang khusus (dilipatgandakan karena keutamaan hari Jum'at)."

Imam Ja'far Ash-Shadiq (sa) berkata: "Ketika saudara Yusus meminta kepada Ya'qub agar ia memohonkan ampunan untuk mereka, ia berkata, Tuhanku akan mengampunimu. Kemudian ia mengakhirkan istighfarnya hingga dini hari Jum'at agar permohonannya diijabah."

Imam Ja'far Ash-Shadiq (sa) berkata: "Jika malam Jum'at tiba semua binatang laut dan binatang darat mengangkat kepalanya seraya memanggil dengan bahasanya masing-masing: Wahai Tuhan kami, jangan siksa kami karena dosa-dosa anak cucu Adam."

Imam Muhammad Al-Baqir (sa) berkata: "Allah swt memerintahkan kepada Malaikat agar pada setiap malam Jum'at ia menyeru dari bawah Arasy dari awal malam hingga akhir malam: Tidak ada seorang pun hamba mukmin yang berdoa kepada-Ku untuk keperluan akhirat dan dunianya sebelum terbit fajar kecuali Aku mengijabahnya, tidak ada seorang pun mukmin yang bertaubat kepada-Ku dari dosa-dosanya sebelum terbit fajar kecuali Aku menerima taubatnya, tidak ada seorang pun mukmin yang sedikit rizkinya lalu ia memohon kepada-Ku tambahan rizkinya sebelum terbit fajar kecuali Aku menambah dan meluaskan rizkinya, tidak ada seorang pun hamba mukmin yang sedang sakit lalu ia memohon kepada-Ku untuk kesembuhannya sebelum terbit fajar kecuali Aku memberikan kesembuhan, tidak ada seorang hamba mukmin yang sedang kesulitan dan menderita lalu ia memohon kepada-Ku agar dihilangkan kesulitannya sebelum terbit fajar kecuali Aku menghilangkannya dan menunjukkan jalannya, tidak ada seorang pun hamba yang sedang dizalimi lalu ia memohon kepada-Ku agar Aku mengambil kezalimannya sebelum terbit fajar kecuali Aku menolongnya dan mengambil kezalimannya; Malaikat terus-menerus berseru hingga terbit fajar."

Ali bin Abi Thalib (sa) berkata: "Sesungguhnya Allah swt memilih Jum'at, lalu menjadikan harinya sebagai hari raya, dan memilih malamnya menjadi malam hari raya. Di antara keutamaannya adalah orang yang momohon hajatnya kepada Allah Azza wa Jalla pada hari Jum'at Allah mengijabahnya; suatu bangsa yang sudah layak menerima azab lalu mereka memohon pada malam dan hari Jum'at Allah pasti menyelamatkan mereka darinya. Tidak ada sesuatu pun yang Allah tentukan dan utamakan kecuali Ia menentukannya pada malam Jum'at. Karena itu, malam Jum'at adalah malam yang paling utama, dan harinya adalah hari yang paling utama."

Imam Ja'far Ash-Shadiq (sa) berkata: " Jauhilah maksiat pada malam Jum'at, karena pada malam itu keburukan dilipatgandakan dan kebaikan dilipatgandakan. Baransiapa yang meninggalkan maksiat kepada Allah pada malam Jum'at Allah mengampuni semua dosa yang lalu, dan barangsiapa yang menampakkan kemaksiatan kepada Allah pada malam Jum'at Allah menyiksanya dengan semua amal yang ia lakukan sepanjang umurnya dan melipatgandakan siksa padanya akibat maksiat itu."

Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya hari Jum'at adalah penghulu semua hari, di dalamnya Allah azza wa jalla melipatgandakan kebaikan, menghapus keburukan, mengangkat derajat, mengijabah doa, menghilangkan duka, dan menunaikan hajat-hajat yang besar. Hari Jum'at adalah hari Allah menambah jumlah orang-orang yang dibebaskan dari neraka. Tidak ada seorang pun manusia yang memohon perlindungan di dalamnya dan ia mengenal hak-Nya serta yang diharamkan-Nya, kecuali Allah berhak membebaskan dan menyelamatkan ia dari neraka. Jika ia mati pada hari Jum'at atau malamnya, ia mati syahid dan membangkitkan dari kuburnya dalam keadaan aman.Tidak ada seorang pun yang meremehkan apa yang diharamkan oleh
Allah dan menyia-nyiakan hak-Nya, kecuali Allah berhak mencampakkannya ke dalam neraka Jahannam kecuali ia bertaubat."

Imam Muhammad Al-Baqir (sa) berkata: "Tidak ada terbit matahari yang lebih utama dari hari Jum'at, dan sesungguhnya pembicaraan burung pun jika ia berjumpa dengan yang lain pada hari ini, ia mengucapkan salam, salam kebaikan dan kedamaian."

Imam Ja'far Ash-Shadiq (sa) berkata: "Jika kalian memasuki hari Jum'at, maka janganlah kalian disibukkan oleh sesuatu selain ibadah, karena hari itu adalah hari pengampunan bagi hanba hamba Allah; pada hari Jum'at dan malam Jum'at Allah menurunkan kepada mereka rahmat dan
karunia lebih banyak daripada mengambilnya dalam waktu yang singkat."
(Fafâtihul Jinân, bab 1, pasal 4, halaman 28-38 )

0 komentar:

ur coment

Dosa Meninggalkan Shalat Lima Waktu Lebih Besar Dibandingkan Dosa Berzina


Ditulis oleh Ahmad Abu Yusuf di/pada Sabtu, 23 Mei, 2009

Para pembaca yang semoga selalu dirahmati oleh Allah Ta’ala. Kita semua pasti tahu bahwa shalat adalah perkara yang amat penting. Bahkan shalat termasuk salah satu rukun Islam yang utama yang bisa membuat bangunan Islam tegak. Namun, realita yang ada di tengah umat ini sungguh sangat berbeda. Kalau kita melirik sekeliling kita, ada saja orang yang dalam KTP-nya mengaku Islam, namun biasa meninggalkan rukun Islam yang satu ini. Mungkin di antara mereka, ada yang hanya melaksanakan shalat sekali sehari, itu pun kalau ingat. Mungkin ada pula yang hanya melaksanakan shalat sekali dalam seminggu yaitu shalat Jum’at. Yang lebih parah lagi, tidak sedikit yang hanya ingat dan melaksanakan shalat dalam setahun dua kali yaitu ketika Idul Fithri dan Idul Adha saja.
Memang sungguh prihatin dengan kondisi umat saat ini. Banyak yang mengaku Islam di KTP, namun kelakuannya semacam ini. Oleh karena itu, pada tulisan yang singkat ini kami akan mengangkat pembahasan mengenai hukum meninggalkan shalat. Semoga Allah memudahkannya dan memberi taufik kepada setiap orang yang membaca tulisan ini.

Para ulama sepakat bahwa meninggalkan shalat termasuk dosa besar yang lebih besar dari dosa besar lainnya

Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, “Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” (Ash Sholah, hal. 7)

Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Al Kaba’ir, Ibnu Hazm –rahimahullah- berkata, “Tidak ada dosa setelah kejelekan yang paling besar daripada dosa meninggalkan shalat hingga keluar waktunya dan membunuh seorang mukmin tanpa alasan yang bisa dibenarkan.” (Al Kaba’ir, hal. 25)

Adz Dzahabi –rahimahullah- juga mengatakan, “Orang yang mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar. Dan yang meninggalkan shalat secara keseluruhan -yaitu satu shalat saja- dianggap seperti orang yang berzina dan mencuri. Karena meninggalkan shalat atau luput darinya termasuk dosa besar. Oleh karena itu, orang yang meninggalkannya sampai berkali-kali termasuk pelaku dosa besar sampai dia bertaubat. Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat termasuk orang yang merugi, celaka dan termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa).” (Al Kaba’ir, hal. 26-27)

Apakah orang yang meninggalkan shalat, kafir alias bukan muslim?

Dalam point sebelumnya telah dijelaskan, para ulama bersepakat bahwa meninggalkan shalat termasuk dosa besar bahkan lebih besar dari dosa berzina dan mencuri. Mereka tidak berselisih pendapat dalam masalah ini. Namun, yang menjadi masalah selanjutnya, apakah orang yang meninggalkan shalat masih muslim ataukah telah kafir?

Asy Syaukani -rahimahullah- mengatakan bahwa tidak ada beda pendapat di antara kaum muslimin tentang kafirnya orang yang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya. Namun apabila meninggalkan shalat karena malas dan tetap meyakini shalat lima waktu itu wajib -sebagaimana kondisi sebagian besar kaum muslimin saat ini-, maka dalam hal ini ada perbedaan pendapat (Lihat Nailul Author, 1/369).
Mengenai meninggalkan shalat karena malas-malasan dan tetap meyakini shalat itu wajib, ada tiga pendapat di antara para ulama mengenai hal ini.

Pendapat pertama mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat harus dibunuh karena dianggap telah murtad (keluar dari Islam). Pendapat ini adalah pendapat Imam Ahmad, Sa’id bin Jubair, ‘Amir Asy Sya’bi, Ibrohim An Nakho’i, Abu ‘Amr, Al Auza’i, Ayyub As Sakhtiyani, ‘Abdullah bin Al Mubarrok, Ishaq bin Rohuwyah, ‘Abdul Malik bin Habib (ulama Malikiyyah), pendapat sebagian ulama Syafi’iyah, pendapat Imam Syafi’i (sebagaimana dikatakan oleh Ath Thohawiy), pendapat Umar bin Al Khothob (sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hazm), Mu’adz bin Jabal, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Abu Hurairah, dan sahabat lainnya.

Pendapat kedua mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat dibunuh dengan hukuman had, namun tidak dihukumi kafir. Inilah pendapat Malik, Syafi’i, dan salah salah satu pendapat Imam Ahmad.

Pendapat ketiga mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat karena malas-malasan adalah fasiq (telah berbuat dosa besar) dan dia harus dipenjara sampai dia mau menunaikan shalat. Inilah pendapat Hanafiyyah. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 22/186-187)

Jadi, intinya ada perbedaan pendapat dalam masalah ini di antara para ulama termasuk pula ulama madzhab. Bagaimana hukum meninggalkan shalat menurut Al Qur’an dan As Sunnah? Silakan simak pembahasan selanjutnya.

Pembicaraan orang yang meninggalkan shalat dalam Al Qur’an

Banyak ayat yang membicarakan hal ini dalam Al Qur’an, namun yang kami bawakan adalah dua ayat saja.

Allah Ta’ala berfirman,

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui al ghoyya, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam: 59-60)

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa ‘ghoyya’ dalam ayat tersebut adalah sungai di Jahannam yang makanannya sangat menjijikkan, yang tempatnya sangat dalam. (Ash Sholah, hal. 31)

Dalam ayat ini, Allah menjadikan tempat ini –yaitu sungai di Jahannam- sebagai tempat bagi orang yang menyiakan shalat dan mengikuti syahwat (hawa nafsu). Seandainya orang yang meninggalkan shalat adalah orang yang hanya bermaksiat biasa, tentu dia akan berada di neraka paling atas, sebagaimana tempat orang muslim yang berdosa. Tempat ini (ghoyya) yang merupakan bagian neraka paling bawah, bukanlah tempat orang muslim, namun tempat orang-orang kafir.

Pada ayat selanjutnya juga, Allah telah mengatakan,

إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا

“kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” Maka seandainya orang yang menyiakan shalat adalah mukmin, tentu dia tidak dimintai taubat untuk beriman.

Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ

“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” (QS. At Taubah [9]: 11). Dalam ayat ini, Allah Ta’ala mengaitkan persaudaraan seiman dengan mengerjakan shalat. Berarti jika shalat tidak dikerjakan, bukanlah saudara seiman. Konsekuensinya orang yang meninggalkan shalat bukanlah mukmin karena orang mukmin itu bersaudara sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.” (QS. Al Hujurat [49]: 10)

Pembicaraan orang yang meninggalkan shalat dalam Hadits

Terdapat beberapa hadits yang membicarakan masalah ini.

Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ

“(Pembatas) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 257)

Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu -bekas budak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَيْنَ العَبْدِ وَبَيْنَ الكُفْرِ وَالإِيْمَانِ الصَّلَاةُ فَإِذَا تَرَكَهَا فَقَدْ أَشْرَكَ

“Pemisah Antara seorang hamba dengan kekufuran dan keimanan adalah shalat. Apabila dia meninggalkannya, maka dia melakukan kesyirikan.” (HR. Ath Thobariy dengan sanad shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targib wa At Tarhib no. 566).

Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ

“Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2825. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi). Dalam hadits ini, dikatakan bahwa shalat dalam agama Islam ini adalah seperti penopang (tiang) yang menegakkan kemah. Kemah tersebut bisa roboh (ambruk) dengan patahnya tiangnya. Begitu juga dengan islam, bisa ambruk dengan hilangnya shalat.

Para sahabat ber-ijma’ (bersepakat) bahwa meninggalkan shalat adalah kafir

Umar mengatakan,

لاَ إِسْلاَمَ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ

“Tidaklah disebut muslim bagi orang yang meninggalkan shalat.”

Dari jalan yang lain, Umar berkata,

ولاَحَظَّ فِي الاِسْلاَمِ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ

“Tidak ada bagian dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat.” (Dikeluarkan oleh Malik. Begitu juga diriwayatkan oleh Sa’ad di Ath Thobaqot, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Iman. Diriwayatkan pula oleh Ad Daruquthniy dalam kitab Sunan-nya, juga Ibnu ‘Asakir. Hadits ini shohih, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil no. 209). Saat Umar mengatakan perkataan di atas tatkala menjelang sakratul maut, tidak ada satu orang sahabat pun yang mengingkarinya. Oleh karena itu, hukum bahwa meninggalkan shalat adalah kafir termasuk ijma’ (kesepakatan) sahabat sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim dalam kitab Ash Sholah.

Mayoritas sahabat Nabi menganggap bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah kafir sebagaimana dikatakan oleh seorang tabi’in, Abdullah bin Syaqiq. Beliau mengatakan,

كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَرَوْنَ شَيْئًا مِنَ الأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلاَةِ

“Dulu para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amal yang apabila ditinggalkan menyebabkan kafir kecuali shalat.” Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. (Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52)

Dari pembahasan terakhir ini terlihat bahwasanya Al Qur’an, hadits dan perkataan sahabat bahkan ini adalah ijma’ (kesepakatan) mereka menyatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah kafir (keluar dari Islam). Itulah pendapat yang terkuat dari pendapat para ulama yang ada.

Ibnul Qayyim mengatakan, “Tidakkah seseorang itu malu dengan mengingkari pendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, padahal hal ini telah dipersaksikan oleh Al Kitab (Al Qur’an), As Sunnah dan kesepakatan sahabat. Wallahul Muwaffiq (Hanya Allah-lah yang dapat memberi taufik).” (Ash Sholah, hal. 56)

Berbagai kasus orang yang meninggalkan shalat

[Kasus Pertama] Kasus ini adalah meninggalkan shalat dengan mengingkari kewajibannya sebagaimana mungkin perkataan sebagian orang, “Sholat oleh, ora sholat oleh.” [Kalau mau shalat boleh-boleh saja, tidak shalat juga tidak apa-apa]. Jika hal ini dilakukan dalam rangka mengingkari hukum wajibnya shalat, orang semacam ini dihukumi kafir tanpa ada perselisihan di antara para ulama.

[Kasus Kedua] Kasus kali ini adalah meninggalkan shalat dengan menganggap gampang dan tidak pernah melaksanakannya. Bahkan ketika diajak untuk melaksanakannya, malah enggan. Maka orang semacam ini berlaku hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Inilah pendapat Imam Ahmad, Ishaq, mayoritas ulama salaf dari shahabat dan tabi’in.

[Kasus Ketiga] Kasus ini yang sering dilakukan kaum muslimin yaitu tidak rutin dalam melaksanakan shalat yaitu kadang shalat dan kadang tidak. Maka dia masih dihukumi muslim secara zhohir (yang nampak pada dirinya) dan tidak kafir. Inilah pendapat Ishaq bin Rohuwyah yaitu hendaklah bersikap lemah lembut terhadap orang semacam ini hingga dia kembali ke jalan yang benar. Wal ‘ibroh bilkhotimah [Hukuman baginya dilihat dari keadaan akhir hidupnya].

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Jika seorang hamba melakukan sebagian perintah dan meninggalkan sebagian, maka baginya keimanan sesuai dengan perintah yang dilakukannya. Iman itu bertambah dan berkurang. Dan bisa jadi pada seorang hamba ada iman dan nifak sekaligus. …Sesungguhnya sebagian besar manusia bahkan mayoritasnya di banyak negeri, tidaklah selalu menjaga shalat lima waktu. Dan mereka tidak meninggalkan secara total. Mereka terkadang shalat dan terkadang meninggalkannya. Orang-orang semacam ini ada pada diri mereka iman dan nifak sekaligus. Berlaku bagi mereka hukum Islam secara zhohir seperti pada masalah warisan dan semacamnya. Hukum ini (warisan) bisa berlaku bagi orang munafik tulen. Maka lebih pantas lagi berlaku bagi orang yang kadang shalat dan kadang tidak.” (Majmu’ Al Fatawa, 7/617)

[Kasus Keempat] Kasus ini adalah bagi orang yang meninggalkan shalat dan tidak mengetahui bahwa meninggalkan shalat membuat orang kafir. Maka hukum bagi orang semacam ini adalah sebagaimana orang jahil (bodoh). Orang ini tidaklah dikafirkan disebabkan adanya kejahilan pada dirinya yang dinilai sebagai faktor penghalang untuk mendapatkan hukuman.

[Kasus Kelima] Kasus ini adalah untuk orang yang mengerjakan shalat hingga keluar waktunya. Dia selalu rutin dalam melaksanakannya, namun sering mengerjakan di luar waktunya. Maka orang semacam ini tidaklah kafir, namun dia berdosa dan perbuatan ini sangat tercela sebagaimana Allah berfirman,

وَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5)

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Maa’un [107]: 4-5) (Lihat Al Manhajus Salafi ‘inda Syaikh Nashiruddin Al Albani, 189-190)

Penutup

Sudah sepatutnya kita menjaga shalat lima waktu. Barangsiapa yang selalu menjaganya, berarti telah menjaga agamanya. Barangsiapa yang sering menyia-nyiakannya, maka untuk amalan lainnya akan lebih disia-siakan lagi.

Amirul Mukminin, Umar bin Al Khoththob –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan, “Sesungguhnya di antara perkara terpenting bagi kalian adalah shalat. Barangsiapa menjaga shalat, berarti dia telah menjaga agama. Barangsiapa yang menyia-nyiakannya, maka untuk amalan lainnya akan lebih disia-siakan lagi. Tidak ada bagian dalam Islam, bagi orang yang meninggalkan shalat.”

Imam Ahmad –rahimahullah- juga mengatakan perkataan yang serupa, “Setiap orang yang meremehkan perkara shalat, berarti telah meremehkan agama. Seseorang memiliki bagian dalam Islam sebanding dengan penjagaannya terhadap shalat lima waktu. Seseorang yang dikatakan semangat dalam Islam adalah orang yang betul-betul memperhatikan shalat lima waktu. Kenalilah dirimu, wahai hamba Allah. Waspadalah! Janganlah engkau menemui Allah, sedangkan engkau tidak memiliki bagian dalam Islam. Kadar Islam dalam hatimu, sesuai dengan kadar shalat dalam hatimu.” (Lihat Ash Sholah, hal. 12)

Oleh karena itu, seseorang bukanlah hanya meyakini (membenarkan) bahwa shalat lima waktu itu wajib. Namun haruslah disertai dengan melaksanakannya (inqiyad). Karena iman bukanlah hanya dengan tashdiq (membenarkan), namun harus pula disertai dengan inqiyad (melaksanakannya dengan anggota badan).

Ibnul Qoyyim mengatakan, “Iman adalah dengan membenarkan (tashdiq). Namun bukan hanya sekedar membenarkan (meyakini) saja, tanpa melaksanakannya (inqiyad). Kalau iman hanyalah membenarkan (tashdiq) saja, tentu iblis, Fir’aun dan kaumnya, kaum sholeh, dan orang Yahudi yang membenarkan bahwa Muhammad adalah utusan Allah (mereka meyakini hal ini sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka), tentu mereka semua akan disebut orang yang beriman (mu’min-mushoddiq).”

Al Hasan mengatakan, “Iman bukanlah hanya dengan angan-angan (tanpa ada amalan). Namun iman adalah sesuatu yang menancap dalam hati dan dibenarkan dengan amal perbuatan.” (Lihat Ash Sholah, 35-36)

Semoga tulisan yang singkat ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Semoga kita dapat mengingatkan kerabat, saudara dan sahabat kita mengenai bahaya meninggalkan shalat lima waktu. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.


Selesai disusun di Panggang, Gunung Kidul, 22 Jumadil Ula 1430 H
Al Faqir Ilallah: Muhammad Abduh Tuasikal
Dimuroja’ah oleh: Ustadz Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id

0 komentar:

ur coment