Mengukur Dalamnya Keyakinan

Rabu, 24/02/2010 05:58 WIB

Oleh M. Arif As-Salman

Seorang bapak berkata pada anaknya, “Anakku, jika engkau selalu menjaga shalat lima waktu berjamaah di mesjid tepat waktu, di akhir bulan bapak akan belikan untukmu sepeda motor.” Mendengar perkataan bapaknya, sang anak sangat antusia dan sejak saat itu ia tak pernah meninggalkan shalat berjamaah di mesjid. Ia begitu rajin dan takut jika satu kali saja tidak bisa shalat berjmaah di mesjid. Baginya hadiah sepeda motor dari bapaknya sangat menggiurkan dan membuatnya tertarik.

Di lain kesempatan seorang Direktur sebuah perusahaan mengumumkan pada seluruh karyawannya, “Siapa diantara kalian yang selalu datang tepat waktu, disiplin dalam bekerja, dan mampu membuat hati saya puas dengan hasil pekerjaan kalian, akan saya tambahkan gajinya, bahkan akan saya naikkan kedudukannya!”

Apa respon para karyawan ketika mendengar pengumuman ini? Saya, anda dan kita semua yakin bahwa seluruh karyawan akan tiba di kantor tepat waktu. Disiplin dalam bekerja dan selalu berusaha membuat sang Direktur tersenyum bangga dengan pekerjaannya. Siapa yang tidak akan tergiur dengan hal-hal di atas. Semua karyawan pasti menginginkannya.

Apa yang mendorong mereka untuk datang tepat waktu? Kenapa mereka begitu antusias dan yakin dengan perkataan sang Direktur?

Adalah karena dorongan untuk mendapatkan hadiah-hadiah di atas dan juga mereka sangat yakin sang Direktur yang telah mereka ketahui kejujurannya tidak akan mungkin berbohong dan mempermainkan mereka. Mereka sangat yakin bahwa sang Direktur serius dan bersungguh-sungguh. Inilah yang menjadi dorongan terbesar mereka untuk percaya dan menjalankan pengumuman tersebut.

Sekarang, mari kita bertanya dengan penuh jujur, seberapa besar keimanan kita pada Allah swt dan hari akhirat? Apakah kita sudah meyakini segala apa yang Allah Swt beritakan dan sampaikan dalam al-Qur`an, sehingga terdorong hati untuk melaksanakannya? Apakah kita sudah mengikuti petunjuk yang dibawa utusan Allah swt , yaitu nabi Muhammad saw? Sehingga kita menjadikan beliau sebagai teladan dalam menjalani kehidupan ini. Pertanyaan-pertanyaan muhasabah ini perlu untuk selalu kita tanyakan pada diri kita agar kita bisa mengukur sejauh mana keyakinan kita pada firman-firman Allah dan sabda-sabda Rasul-Nya.

Allah memerintahkan kita dalam al-Qur`an untuk mengerjakan shalat 5 waktu, puasa, membayar zakat, bersedekah, melaksanakan ibadah haji, shalat qiyam dan amal ibadah lainnya, kemudian Allah berikan kabar gembira bahwa bagi siapa diantara manusia yang menjalankan suruhan-suruhan tersebut akan diberikan balasan pahala di akhirat kelak, berupa sorga yang di dalamnya terdapat segala keindahan, kenikmatan dan kesenangan yang tiada habisnya.

Rasulullah saw juga memerintahkan kita untuk mengamalkan sunnahnya agar kita selamat di dunia dan akhirat. Dan sekarang kita lihat, berapa banyak dari kita dan manusia yang mengamalkannya? Berapa banyak orang-orang yang mengerjakan suruhan tersebut?

Sungguh masih sangat sedikit, masih banyak yang melanggar perintah Allah. Masih banyak yang bergelimangan dengan dosa dan maksiat. Penyakit apakah yang sesungguhnya telah melanda diri manusia sehingga tidak tergerak di hatinya keinginan untuk melaksanakan perintah-perintah Allah dengan penuh rasa ikhlas dan ketaatan? Adalah karena lemahnya iman yang bersemayam di dalam hati.

Manusia lebih meyakini apa yang nampak dan terlihat saja, adapun perkara-perkara yang ghaib berupa perkara tentang pahala, tentang akhirat dan lainnya banyak manusia yang tidak meyakini. Inilah diantara penyebab banyaknya manusia tidak mengerjakan perintah Allah atau tidak sepenuh hati patuh pada perintah Allah.

Keimanan inilah sebenarnya yang perlu kita bina terus, keimanan yang kokoh, yang tidak berubah dengan berubahnya keadaan, yang tidak hilang dengan hilangnya materi dan dunia, dan yang tidak bekurang dengan berkurangnya usia, tapi iman yang selalu berdiri kokoh di tengah-tengah terpaan badai kehidupan.

Orang-orang yang imannya tangguh dan kokoh akan selalu yakin dengan berita-berita yang terdapat dalam al-Qur`an dan yang dibawa oleh Rasulullah saw. Mereka sangat sungguh-sungguh menjalankannya. Ketika Allah perintahkan untuk mengerjakan shalat, puasa, zakat, haji, berkata jujur, menjalankan amanah, bersilatur rahmi dan kebaikan-kebaikan lainnya, mereka melaksanakannya dengan semangat yang tinggi dan penuh rasa ikhlas. Mereka berharap akan balasan-balasan pahala yang Allah janjikan. Mereka sangat yakin dengan janji-janji Allah. Allah sekali-kali tidaklah ingkar janji. Janji-Nya pasti akan ditepati-Nya. Bahkan ketika Allah perintahkan untuk pergi berjihad, mengorbankan nyawa dan harta di jalan-Nya, mereka sambut seruan itu dengan semangat yang berkobar-kobar, mereka telah sangat yakin dengan setiap apa yang Allah sampaikan dalam ayat-ayat-Nya.

Begitu juga ketika Allah melarang bersikap sombong, munafik, ingkar janji, bakhil, melakukan perbuatan zina, mencuri, memfitnah dan segala bentuk keburukan lainnya, mereka juga akan meninggalkan semua larangan itu dengan hati yang ikhlas dan dada yang lapang. Mereka tidak mengeluh sedikitpun. Tidak berburuk sangka pada Allah. Karena mereka telah sangat yakin pada Allah, bahwa bila hal itu mereka tinggalkan, Allah akan jauhkan mereka dari siksa-Nya.

Allah adalah Pencipta kita, yang dalam genggaman-Nya segala sesuatu. Dan bila kita ingin tahu kadar keimanan kita pada Allah, hadapkanlah diri kita dengan ayat-ayat Allah. Adakah hati bergetar ketika mendengar asma Allah, adakah iman bertambah ketika mendengar ayat-ayat Allah dan adakah setelah itu muncul dorongan yang kuat dalam hati untuk melaksanakannya? Dan apakah setiap kali mendengar atau membaca al-Qur`an hati kita membenarkan isinya, mengagungkannya

Mari selalu kita ukur kadar keyakinan kita pada Allah, apakah setiap kali Allah merintahkan kita pada suatu perkara kita akan melakukannnya dengan ikhlas dan senang hati dan apakah setiap kali Allah melarang kita dari suatu hal kita akan meninggalkannya dengan ikhlas dan sepenuh hat?

sumber: era muslim

0 komentar:

ur coment

Selamatkan Dirimu dan Keluargamu dari Neraka

Rabu, 17/02/2010 13:13 WIB
oleh Fathuddin Jafar
Kaum muslimin rahimakumullah,
Pertama-tama, marilah kita tingkatkan kualitas taqwa kita pada Allah dengan berupaya maksimal melaksanakan apa saja perintah-Nya yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasul saw. Pada waktu yang sama kita dituntut pula untuk meninggalkan apa saja larangan Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasul Saw. Hanya dengan cara itulah ketakqawaan kita mengalami peningkatan dan perbaikan….
Selanjutnya, shalawat dan salam mari kita bacakan untuk nabi Muhammad Saw sebagaimana perintah Allah dalam Al-Qur’an :
Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat atas Nabi (Muhammad Saw). Wahai orang-orang beriman, ucapkan shalawat dan salam atas Nabi (Muhammad) Saw. ( Al-Ahzab : 56)
Kaum Muslimin rahimakumullah,
Sesungguhnya kehidupan di dunia ini hanya sebentar saja. Berdasarkan fakta, paling lama kita hidup di dunia ini sekitar 80 sampai 100 tahun. Kehidupan kita yang abadi dan kekal adalah di akhirat kelak. Kenyataannya kita sering lupa sehingga sebagian besar potensi diri dan waktu yang kita miliki, kalau tidak dikatakan semuanya, kita curahkan untuk kepentingan dunia. Padahal seharusnya kita curahkan untuk kepentingan kehidupan akhirat.
Betapa tidak? Hampir semua waktu dan potensi diri kita gunakan untuk mencari uang atau harta. Sekitar 8 jam digunakan untuk bekerja. Di jalan kita habiskan 2 sampai 4 jam. Tidur kita pakai 5 sampai 6 jam. Berapa jam yang kita gunakan untuk ibadah shalat fardhu, shalat sunnah, membaca Al-Qur’an, berzikir dan berbagai aktivitas ibadah lainnya? Berapa pula waktu yang kita habiskan pada hal-hal yang tidak berguna?
Kalau kita bekerja 8 jam perhari dan 5 hari sepekan, bearti kita gunakan hidup kita untuk mencari uang sekitar 40 jam perpekan, atau sekitar 23,8 % dari umur kita sejak kita bekerja. Kalau di jalan kita habiskan 3 jam perhari dan 5 hari per pekan, berarti kita menggunakan umur kita di jalan sebangak 8,92 %. Kalau kita tidur sebanyak 6 jam per hari, maka kita akan menggunakan hidup ini sekitar 25 % untuk tidur. Jika kita habiskan waktu 20 menit untuk sekali makan, maka kita membutuhkan waktu 1 jam per hari, atau sekitar 4,16 % kita habiskan umur kita untuk makan. Total waktu untuk bekerja, di jalan, tidur dan makan adalah sekitar 61,88 %.
Lalu, bagaimana pula waktu yang kita gunakan untuk shalat fardhu? Jika kita gunakan waktu untuk shalat fardhu 10 menit per shalat, maka kita butuh 50 menit saja, atau sekitar 3,47 %, dari waktu yang diberikan Allah pada kita. Bagaimana pula waktu untuk ibadah sunnah seperti, shalat sunnah, termasuk tahajjud, membaca Al-Qur’an, berzikir pada Allah dan aktivitas ibadah lainya? Katakanlah untuk semua itu kita gunakan sekitar 1 jam perhari, berarti sekitar 4,16 % dari hidup ini kita gunakan untuk ibadah sunnah. Maka total waktu yang kita gunakan untuk ibadah fardhu dan sunnah hanya sekitar 7,63 %. Coba bandingkan dengan waktu yang kita gunakan untuk bekerja, di jalan, tidur dan makan yang mencapai 61,88%. Apakah ini fenomena yang menggembirakan atau memprihatinkan? Belum lagi persoalan kehalalan uang dan harta yang kita dapatkan dan dosa-dosa yang kita lakukan setiap harinya.
Kaum Muslimin rahimakumullah,
Gambaran di atas tentulah bukan gambaran yang sebenarnya. Paling tidak gambaran di atas menjadi modal berfikir bagi kita semua untuk mengevaluasi dan meninjau ulang aktivitas dan program hidup yang kita jalankan sehari-hari. Apakah aktvitas dan program seperti itu sudah cukup untuk menyelamatkan kita dan keluarga kita dari api neraka di akhirat nanti? Atau tidak akan banyak bermanfaat di akhirat kelak dalam penyelamatan diri dan keluarga kita dari neraka?
Agar penyesalan di akhirat nanti tidak terjadi, maka selama masih diberi Allah jatah hidup di dunia ini, kita harus memiliki program utama yang menjamin keselamatan kita di akhirat nanti dari dahsyatnya siksa neraka. Inilah yang Allah anjurkan pada kita, seperti yang difirmankan-Nya dalam surat Attahrim (66), ayat 6 :
“Wahai orang-orang beriman, selamatkanlah dirimu dan keluargamu dari Neraka, sedangkan bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Neraka itu dijaga oleh malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka sama sekali tidak pernah durhaka pada Allah dan melaksanakan apa saja yang diperintahkan pada mereka”.
Kaum Muslimin rahimakumullah,
Selamat dari neraka dan masuk syurga adalah cita-cita terbesar dalam hidup kita dan keluarga kita. Karena di akhirat kelak hanya ada dua tempat kembali, yakni neraka dengan segala kedahsyatan api dan siksaannya dan syurga dengan segala kedahsyatan nikmat dan kesenangan yang ada di dalamnya. Tidak ada cita-cita dan harapan seorang Muslim dan Mukmin melebihi dari keselamatannya dan keluarganya dari api neraka dan masuk ke syurga. Sedangkan peluang untuk mencapai cita-cita dan harapan tersebut hanya dibuka ketika kita hidup di dunia ini. Sebelum kita dihidupkan, kita tidak diberi Allah peluang untuk memilih. Demikian pula setelah kita meninggalkan dunia yang sementara ini, Allah tidak memberi lagi kesempatan bagi kita untuk menentukan pilihan neraka atau syurga. Kita hanya menerima dan mejalankan apa yang kita imani, kita yakini, kita ucapkan dan kita amalkan saat kita hidup di dunia.
Sebab itu, selama kita masih diberi Allah kehidupan dan kesehatan, mari kita pilih jalan keselamatan akhirat yang sudah pasti mengandung keselamatan kita di dunia ini. Kita buat program hidup yang akan menyelamatkan kita dan keluarga kita dari nereka dan akan memasukkan kita dan keluarga kita ke syurga. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, kita harus membagi waktu yang ada dalam sehari semalam, atau dalam 24 jam menjadi empat program utama :
1. Bagian pertama dari waktu yang ada kita gunakan untuk mencari ilmu, khususnya ilmu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul Saw. Bangun tekad untuk bisa membaca Al-Qura’an dan Sunnah Rasul Saw. setiap hari. Setelah kita baca, kita pahami isi dan kandungannya, kemudian kita amalkan, kita hafal semampu kita, dan kita ajarkan pada anak, istri dan keluarga. Bangun semboyan dalam keluarga “ Tiada hari tanpa Al-Qur’an dan Sunnah”. Hanya dengan membaca AL-Qur’an dan Sunnah Rasul kita bisa tahu mana yang diharamkan Allah dan mana yang dihalalkan-Nya. Apa saja perintah Allah dan apa saja larangan-Nya. Apa saja yang menyebabkan kita terhindar dari neraka dan apa saja yang akan menyebabkan kita masuk syurga. Keyakinan, ucapan dan perbuatan apa saja yang dicintai Allah dan keyakinan, ucapan dan perbuatan apa saja yang dibenci Allah. Prilaku seperti apa yang menyebabkan rahmat Allah turun pada kita dan keluarga kita dan prilaku apa pula yang akan memancing turunnya azab Allah pada kita dan keluarga kita.
Fokuskan hidup kita dan keluarga kita pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul Saw. kemudian kita pelajari dan kita teladani pula bagaimana kehidupan para Sahabat Rasul Saw. karena mereka sudah teruji menerapkan nilai-nilai Al-Qur’an dan Sunnah Rasul dengan baik dan maksimal sehingga mereka meraih kerihdaan Allah Ta’ala, serta meraih kesuksesan yang amat besar, yakni masuk syurga, sebagaimana firman Allah :
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka syurga-syurga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah (9) : 100)
2. Bagian yang kedua dari waktu kita harus digunakan untuk taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah) melalui ibadah-ibadah fardhu yang Allah wajibkan pada kita, seperti shalat fardhu lima kali sehari semalam, shaum di bulan Ramadhan, membayar zakat jika sudah sampai nishab (takaran) dan haul (waktunya), menunaikan ibadah haji jika sudah mampu, merawat kedua orang tua, khususnya bila mereka sudah tua, berbuat baik pada tetangga, kepada tamu, menyantuni fakir miskin dan anak yatim dan sebagainya. Ibadah-ibadah fardhu tersebut belumlah cukup untuk meraih kasih sayang dan ridha Allah. Kita perlu meningkatkan amal ibadah sunnah (nafilah), seperti 12 rakaat shalat sunnah rawatib (qabliyah dan ba’diyah), tahajjud, sunah fajar, sunah dhuha, shaum sunnah, infak fi sabilillah sebanyak mungkin yang kita bisa dan sebagainya.
Ibadah-Ibadah fardhu merupakan cara yang terbaik bagi kita untuk mendekatkan diri kita dan keluarga kita kepada Allah. Sedang ibadah sunnah yang kita lalukan dengan terus menerus merupakan jalan terbaik untuk meraih kasih dan sayang Allah, sebagaimana yang disabdakan Rasul Saw yang diriwayatkan Imam Bukhari :
“Siapa yang memusuhi wali-Ku(hamba-Ku) maka aku izinkan baginya berperang. Tidak ada jalan yang lebih Aku cintai bagi hamba-Ku untuk mendekatkan diri pada-Ku seperti ibadah-ibadah yang Aku fardhukan baginya. Bilamana hamba-Ku senantiasa mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan ibadah-ibadah nafilah (sunnah) sampai aku cintai ia. Bila Aku cintai ia, maka Aku yang menjadi pendengarannya bila ia mendengar, dan Aku menjadi matanya bila ia melihat, dan Aku yang menjadi tangannya bila ia memukul, dan kakinya bila ia berjalan. Bila ia meminta, pasti Aku beri, dan bila ia minta perlindungan pasti Aku lindungi. Tidak ada keragu-raguan bagi-Ku sedikitpun terhadap apa yang Aku lakukan seperti keragu-raguan-Ku (mencabut) nyawa seorang Mukmin yang membenci kematian, sebagaimana Aku tidak ingin sama sekali menyakitinya”. (HR. Imam Bukhari).
3. Bagian yang ketiga dari waktu yang dianugerahkan Allah pada kita harus digunakan untuk mencari rezki, minimal untuk mencukupi kebutuhan pokok hidup kita dan keluarga kita. Dalam mencari rezki, kita harus berpegang teguh pada ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ada tiga prinsip dasar yang harus kita pegang teguh :
Pertama, jauhkan diri dari sumber-sumber dan cara-cara yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya, seperti riba, risywah (sogok menyogok), menipu, mengurangi sukatan dan timbangan, berspekulasi, mengandung unsur mudharat, upeti (pajak) dan sebagainya. Pastikan rezki yang kita dapatkan 100 % kehalalannya. Jangan tercampur sedikitpun dengan yang syubhat (ragu-ragu kehalalannya), apalagi yang haram. Setiap daging yang tumbuh dari yang haram, maka api neraka taruhannya. Makanan, minuman, gizi dan pakaian yang haram menjadi penghalang dikabukannya doa’. (HR. Bukhari)
Kedua, gunakan rezki yang diberikan Allah kepada kita untuk hal-hal yang bernilai ibadah, jangan sampai digunakan untuk maksiat pada Allah dan kemubaziran, karena orang yang mubazir itu saudara setan (QS.Al-Sirak (17) : 26 – 27).
Manajemen rezki (harta atau uang), benar-benar harus ketat, karena semuanya akan Allah mintakan pertanggung jawabannya kelak di sisi-Nya. Allah berfirman :
Kemudian, kamu semua akan dimintakan pertanggung jawaban terhadap semua nikmat itu (QS.At-Taktsur (102) : 8)
Ketiga, jangan habiskan kebanyakan waktu kita untuk mencari rezki. Gunakan waktu secukupnya saja untuk mencari rezki dan jangan sampai melalaikan kita dari beribadah kepada Allah. Untuk itu, kita dituntut kreatif dan jeli melihat celah-celah dan peluang rezki yang halal. Kita harus berani melawan arus kapitalisme dan materialisme yang telah menggurita kehidupan masyarakat kita. Di samping itu, kita harus memiliki berbagai keahlian dalam mencari rezki, khususnya keahlian berdagang. Sungguh sangat amat banyak sumber rezki Allah di atas dan di dalam perut bumi ini. Pintunya sangat banyak dan lapang, khususnya bagi hamba-hamba-Nya yang dekat dengan-Nya, apalagi bagi hamba yang dicintai-Nya, seperti yang dijelaskan dalam hadits sebelumnya. Kunci rezki itu ada di tangan Allah, bukan di tangan manusia. Sebab itu, cara yang paling baik dan mudah mencari rezki ialah dengan mengetuk pintu sang Pemiliknya. Allah berfirman :
laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.(37) Meraka mengerjakan yang demikian itu supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya ALlah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.(38) (QS. Annur (24) : 37 – 38).
4. Bagian yang keempat dari waktu yang diberikan Allah kepada kita harus digunakan untuk diri kita, karena diri kita memiliki hak sehat dan kuat. Oleh sebab itu sebagian waktu harus dimanfaatkan untuk istirahat, khususnya tidur malam yang cukup, olah raga yang cukup dan suplai gizi dan protein yang cukup pula. Sesungguhnya program menyelamatkan diri dan keluarga dari neraka membutuhkan fisik dan mental yang sehat dan kuat. Tentang masalah ini, Rasul Saw, bersabda, seperti yang diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab Shahihnya:
“Orang Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih Allah cintai dari Mukmin yang lemah. Dalam setiap Muslim itu ada kebaikan. Fokuskan dirimu pada hal yang bermanfaat bagimu. Dan mintalah pertolongan pada Allah, dan jangan sekali-kali kamu lemah. Jika kamu ditimpa oleh suatu musibah, maka jangan katakan : sekiranya aku lakukan (yang ini), pasti akan jadi begini dan begini. Akan tetapi katkanlah : Itu adalah takdir Allah. Dan apa saja yang dikehendaki Allah, pasti terjadi. Sesungguhnya kata “sekiranya” itu membuka perbuatan setan”.
5. Bagian kelima dari waktu yang diberikan Allah kepada kita harus kita gunakan untuk keluarga, yakni anak-anak dan istri-istri kita. Sekarang kita lihat betapa waktu untuk keluarga ini sangat sedikit kita berikan, karena beralasan sibuk mencari nafkah dan mencari nafkah itu ibadah. Betapa banyak fakta yang kita lihat keluarga broken home, padahal anak-anak dan istri hidup dalam kecukupan materi. Penyebabnya tak lain karena tidak diberikan perhatian waktu dan kebutuhan psikis mereka dengan cukup terhadap kehadiran dan kebersamaan seorang ayah dan pemimpin keluarga. Sebab itu, Islam mengajarkan pada kita bahwa tugas pokok dan utama seorang ayah adalah menyelamatkan keluarga (anak dan istri) dari api neraka dengan cara berikut :
  1. Ajarkan keluarga mengenal Allah, Rasul-Nya, Al-Qur’an, dan sejarah kehidupan para shahabat Rasul Saw.
  2. Bimbing keluarga agar menjadi keluarga yang bersyukur pada Allah dan berbakti kepada kedua orang tua, serta berbuat baik pada karib kerabat, teman, tetangga dan mayarakat lainnya.
  3. Lindungi keluarga dari keyakinan, ucapan dan perbuatan yang mengandung syirik kepada Allah.
  4. Ajarkan keluarga untuk selalu muraqobatullah (merasa dimonitor Allah) sehingga mereka takut dan berharap hanya kepada Allah.
  5. Ajarkan dan bimbing keluarga untuk menjadi ahli ibadah.
  6. Ajarkan dan libatkan keluarga dalam berbagai aktivitas dakwah, karena dawah itulah profesi yang amat mulia di sisi Allah dan sekaligus ajang mengumpulkan amal shaleh yang tak terhingga nilainya.
  7. Ajarkan dan bimbing keluarga agar selalu berpegang pada akhlak mulia, di mana saja, kapan saja dan apapun profesi yang ditekuni.
Kaum Muslimin rahimakumullah,
Demikianlah khutbah ini, semoga Allah membantu dan menolong kita dalam melaksanakan program penyelamatan diri dan keluarga dari neraka. Dan semoga Allah berkenan menghimpunkan kita di syurga Firdaus yang paling tinggi bersama Rasul Saw, para shiddiqin, syuhada’, dan shalihin sebagaimana Allah himpunkan kita di tempat yang mulia ini. Allahumma amin.
Sumber: eramuslim

0 komentar:

ur coment