Dunia Maya Memesonakannya

Oleh Anung Umar
Ia seorang ikhwan yang iltizam terhadap din. Penghafal Al-Quran yang juga sangat bersemangat dalam mempelajari sunnah Nabi, mempraktekkannya dan mendakwahkannya dalam kehidupan sehari-hari. Bolehlah sebut dia sebagai aktivis dakwah. Dengan cahaya ilmu dan amal yang menghiasi dirinya, maka tak bisa ditampik lagi, berbagai pujian pun mengalir untuknya. Keluarga, teman-teman dan orang yang mengenalnya memujinya. “Saleh” , “zuhud” , “alim” dan berbagai atribut sanjungan lainnya mereka sematkan untuknya.
Demikianlah keadaannya. Sampai ketika ia telah mengenal internet, di sinilah perubahan itu bermula. Ia yang walaupun latar belakangnya dari sekolah umum, namun sejak mengenal dakwah dan tarbiyah sudah mulai menjaga jarak dari lawan jenis, bahkan terputuslah komunikasi antaranya dengan lawan jenis, kecuali bila darurat atau ada hajat yang perlu ditunaikan. Tatkala ia membuka dan menjelajahi dunia maya, terkesiaplah ia. Ia melihat dunia baru yang belum pernah dikenalnya sebelumnya.

Ia terpana menyaksikan interaksi antara (sebagian) ikhwan dan akhwat di “dunia baru” ini. Kalau hubungan antara (sebagian) ikhwan dan akhwat terasa “dingin” di dunia nyata, namun di dunia maya, justru “kehangatan”lah yang terasa. Sekat yang selama ini membatasi pergaulan Ikhwan-akhwat dalam dunia nyata, seolah-olah tak teraba di dunia maya. Para ikhwan yang selama ini “kaku”, “jaim (jaga image)” di depan akhwat, begitu juga sebaliknya, namun di dunia maya semua itu seakan tinggal cerita. Yang ia saksikan justru “keramahan”: saling menyapa, canda dan curhat mesra. ”Pesona” seperti inilah yang ia saksikan hampir setiap hari di dunia maya. Terlihat “indah” memang. Namun, baginya “pesona” itu hanyalah kamuflase atau fatamorgana yang menipu. Ia tak menghiraukannya. Ia tetap istiqamah dalam ilmu dan amalnya.
Akan tetapi, betapapun jernihnya kaca, bila selalu terkena debu maka akan kusam pula akhirnya. Meskipun ia mengingkari “pesona” yang ada di depan matanya, namun ketika “pesona” itu berulang-ulang disaksikannya sehari-hari, tanpa disadari “pesona” itu meronai benaknya dan bergelayut di hatinya. Jadilah “pesona” itu seakan magnet yang menariknya untuk menghampiri dan menyambutnya. Maka tatkala luapan “pesona” itu telah tertambat kuat di hatinya dan membuncah di dadanya, tak sanggup lagilah ia untuk menjauhinya . Ia pun menghampiri blog-blog para akhwat demi “maslahat dakwah”. Ia buka chatting dengan lawan jenis untuk suatu tujuan yang namanya “hidayah”.

Tak dinyana, ada “kehangatan” tersendiri baginya ketika itu. Maka ia pun makin bersemangat memberikan faidah atau nasehat kepada lawan jenisnya melalui komentar di blog maupun chatting. Demikianlah seterusnya, nasihat demi nasihat selalu mengalir darinya. Setelah berlalu beberapa waktu dilanjutkan dengan “nasihat akrab”: nasihat dengan sedikit canda agar menghilangkan “kekakuan”. Demikian seterusnya. Sampai akhirnya ia mengunjungi blog-blog para akhwat dan chatting dengan mereka hanya sekedar untuk bercanda, mengisi waktu luang dan mengobati kejenuhan.
Tanpa terasa adab-adab berbicara terhadap lawan jenis makin dilalaikan. Ilmu dan amal yang selama ini dikerjakan mulai ditinggalkan. Akhirnya pikirannya dipenuhi dengan “pesona dakwah“ yang dijalankannya. Di hatinya tersemai rindu untuk bertemu dengan “mad’u”nya. Bila satu hari saja tidak memberi “nasehat”, kegalauan mengurung hatinya dan menyesakkan dadanya.
Tak terasa hafalan Al-Qurannya pun terganggu. Kekhusyukannya dalam membaca dan merenungi kitabullah pun mulai luntur. Hari demi hari berlalu terasa makin sulit baginya untuk mentadaburi ayat-ayat Al-Quran yang dibaca atau didengarnya. Ia tidak bisa lagi mencecap manisnya menyelami Al-Quran seperti sebelumnya.
Apa yang salah denganmu, ya akhi? Kenapa hatimu menjadi keras? Mana air mata yang dulu meleleh di wajahmu tatkala ayat-ayat Allah dilantunkan? Mana semangat beramalmu yang dulu membara tatkala hadits Nabi disebutkan? Apa penyebab semua ini, wahai saudaraku?
Internet! Itulah jawaban dari semua pertanyaan tadi. Kamu telah menjadi korban internet. Internet, chatting, facebook dan yang semisalnya telah menjauhkanmu dari cahaya hidayah!
Internet memang merupakan salah satu kenikmatan yang diberikan Allah kepada kita semua di zaman ini. Namun siapa yang menyangka jika kenikmatan ini bisa berubah menjadi kebinasaan tatkala melampaui batas-batas hukum-Nya atau digunakan untuk selain yang diridhai-Nya.
Tak ada yang salah seorang ikhwan ingin mendakwahi atau memberikan faidah kepada akhwat, begitu juga seorang akhwat ingin mendakwahi atau memberikan faidah kepada ikhwan. Namun apa faidah yang ingin kamu sampaikan jika ada “sesuatu” pada hatimu tatkala menasehatinya? Apa faidah yang ingin kamu sampaikan jika pikiranmu membayangkan sosoknya? Apakah kata-kata mesramu itu bisa menunjukkannya pada hidayah? Apakah candamu itu bisa mendekatkannya kepada Allah?
Betul, di zaman salafus saleh memang ada surat-menyurat antara pria dan wanita. Melalui surat, mereka saling menegur, menasehati, memenuhi kebutuhan yang perlu diselesaikan. Akan tetapi, sudahkah kamu menyamai mereka dari sisi ilmu dan ketakwaan? Apakah kamu telah meneladani mereka dalam menjaga adab-adab berbicara terhadap lawan jenismu? Apakah derajat ketakwaanmu telah menyamai mereka sehingga hatimu tak merasakan “apa-apa” tatkala menasihati “mad’u”mu?
Kalau jawabanmu belum, maka tutuplah “keindahan” dan “kerinduan” yang telah kamu rasakan ini. Gantilah itu dengan keindahan tangismu tatkala membaca ayat-ayat Rabbmu. Gantilah itu dengan kebahagiaan hatimu tatkala mempraktekkan sunnah Nabimu. Gantilah itu dengan kerinduanmu untuk bertemu dengan-Nya di akhirat kelak.

Kalau kamu merasa kebiasaan barumu itu sebagai sesuatu yang lumrah dan lazim, apalagi sampai menganggapnya sebagai sesuatu yang perlu diperjuangkan dan tidak semestinya dikekang, maka marilah kamu kami mandikan, kami kafankan, kami shalatkan, lalu kami kuburkan. Karena hatimu sudah beku, sekarat atau mati, meski masih bergerak jasadmu, masih menatap matamu,dan masih berbicara lisanmu. innaa lillahi wainnaa ilaihi raji'un…
Jakarta, 4 Muharram 1432/ 10 Desember 2010
anungumar.wordpress.com

0 komentar:

ur coment

Life Doesn’t Mean To Be Beautiful All The Time

Oleh Endang TS Amir


Saya mengenal seorang ibu yang energik dan selalu ceria. Teringat dahulu, setiap sore, saya melihatnya bermain volley. Atau di tiap minggu pagi, ia selalu ikut senam di kompleks sebelah. Pokoknya, ia terlihat sering beredar untuk kegiatan olahraga, karena hari-hari ia hanya disibukkan mengurus suami dan anak semata wayangnya.
Keadaan berubah, kini tiap hari ia sibuk bekerja sebagai PRT paruh waktu. Istilahnya ia memegang “dua pintu” yang artinya ada 2 rumah yang menjadi tanggungjawabnya untuk diurus. Pagi-pagi ia sibuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Jam 07.00 dia bekerja di rumah yang pertama hingga jam 12.00. Kemudian ia pulang sejenak, dan mulai bekerja di rumah yang kedua pada pukul 14.00 siang hingga menjelang maghrib. Itulah rutinitas hariannya kini. Hal itu ia lakukan karena suaminya sakit, kemudian diberhentikan dari tempatnya bekerja.
Suatu hari, aku yang tidak tahu tentang perubahan nasibnya bertemu;
“Assalamu’alaikum, Mama A, mau kemana?” tanyaku.
“Wa’alaikumsalam Bu, saya mau kerja.” Jawabnya sambil senyum-senyum.
“Kerja dimana?” Tanyaku lagi.
“Di komplek . Sekarang saya kerja Bu. Soalnya suami saya sakit, jadi nggak bisa kerja lagi. Saya deh yang gantiin cari duit.” Jawabnya tetap dengan senyum dan tidak terdengar nada mengeluh.
“Ooo, begitu…” jawabku sambil bingung hendak merespon bagaimana atas berita dari Mama A ini.
“Nasib nggak bisa ditebak Bu, sekarang lagi giliran saya. Roda kehidupan khan muter, nggak bisa kalo pengen seneng terus.” Jawabnya lagi.
Subhanallah. Nasibnya berubah. Tapi ada yang tidak berubah. Ibu ini tetap terlihat bahagia dan ceria. Rasa sadar, bahwa keadaan tersebut adalah “jatahnya”. Rasa sadar, bahwa kebahagiaan dan kesedihan disilihpergantikan, membuatnya tidak berduka cita atas nasibnya. Yaa…Life doesn’t mean to be beautiful all the time. Saya bahagia mendengar jawabannya, dibarengi rasa kagum atas kerelaan ibu tersebut menerima nasibnya.
Berapa banyak dari kita yang dapat menyadari hal tersebut? Umumnya kita tahu bahwa, roda kehidupan berputar, kadang dibawah, kadang diatas. Kadang senang, kadang susah. Kadang diberi kelapangan dan kadang diberi kesempitan. Tapi, jika benar terjadi hal yang buruk, siapkah? Jika benar terjadi hal yang menyedihkan, sanggupkah?
Kita semua, lazimnya menginginkan yang terbaik, terindah, terenak dan segala ter-ter yang lain yang menyenangkan. Dan kitapun berharap hal tersebut berlangsung lama dan kalau bisa seterusnya. Salahkah? Tentu tidak. Namanya harapan, pastilah yang terbaik.

Tapi, tengoklah realitas. Merupakan sunnatullah, bahwa segala sesuatu ada pasangannya dan ada masa berakhirnya kecuali Allah SWT. Pernahkan anda mengenal seseorang yang menyatakan bahwa ia tidak pernah merasa bersedih dan tidak mengenal kesedihan? Atau, pernahkah anda mengenal seseorang yang meyatakan bahwa ia tidak pernah merasa bahagia dan tidak mengenal rasa bahagia? Kalau saya tidak. Karena, walau sedikit, walau sebentar, kita pasti merasakan kebahagiaan ataupun kesedihan.
Saya hanya pernah tahu, seseorang yang menurut pandangan saya enak sekali hidupnya. Sebutlah si D. Kalau mendengar riwayat hidupnya, sepertinya ia senang terus. Dari kecil hingga dewasa, ia tidak pernah hidup kekurangan. Apapun yang menjadi keinginan dan impiannya dapat dicapainya. Masalahpun tidak pernah menghinggapinya. Everything going well with her. Semua teman-teman, pada waktu itu, mau banget jadi si D. Waktu berlalu, satu persatu dari kami menikah, dan menyisakan teman saya si D itu, yang belum juga menikah hingga saat ini. Mungkin, kini, tidak satupun dari kami ingin menjadi dirinya. Sekali lagi, life doesn’t mean to be beautiful all the time.
Inilah kehidupan. Ada senangnya, ada susahnya. Namun, beban hidup akan terasa lebih ringan, jika kita yakin akan ada akhirnya. Sementara kemapanan hendaknya membuat kita jadi lebih waspada, agar tidak kaget bilamana masa-masa sulit menghadang. Berusaha mempersiapkan diri untuk yang terburuk. Membekali diri, menyiapkan mental agar dapat tetap berpikir dan bertindak positif jika masa sulit benar-benar datang.
Karenanya, lakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan, dan berharap dengan harapan terbaik yang kita inginkan, seraya memohon kepada Sang Penguasa agar memberi kita ketabahan, kesabaran dan jalan keluar termudah dan tercepat atas segala “kesulitan” hidup yang harus kita jalani.
Walahu’alam.
ummuali.wordpress.com
sumber: eramuslim

1 komentar:

ur coment

Shalahuddin Al Ayyubi, Pahlawan Islam dari 100 Medan Pertempuran (1137 - 1193 M)

Posted by: Admin on Sunday, May 22, 2005 - 01:15
SULTAN SALAHUDDIN AL-AYYUBI, namanya telah terpateri di hati sanubari pejuang Muslim yang memiliki jiwa patriotik dan heroik, telah terlanjur terpahat dalam sejarah perjuangan umat Islam karena telah mampu menyapu bersih, menghancurleburkan tentara salib yang merupakan gabungan pilihan dari seluruh benua Eropa.

Konon guna membangkitkan kembali ruh jihad atau semangat di kalangan Islam yang saat itu telah tidur nyenyak dan telah lupa akan tongkat estafet yang telah diwariskan oleh Nabi Muhammad saw., maka Salahuddinlah yang mencetuskan ide dirayakannya kelahiran Nabi Muhammad saw. Melalui media peringatan itu dibeberkanlah sikap ksatria dan kepahlawanan pantang menyerah yang ditunjukkan melalui "Siratun Nabawiyah". Hingga kini peringatan itu menjadi tradisi dan membudaya di kalangan umat Islam.

Jarang sekali dunia menyaksikan sikap patriotik dan heroik bergabung menyatu dengan sifat perikemanusian seperti yang terdapat dalam diri pejuang besar itu. Rasa tanggung jawab terhadap agama (Islam) telah ia baktikan dan buktikan dalam menghadapi serbuan tentara ke tanah suci Palestina selama dua puluh tahun, dan akhirnya dengan kegigihan, keampuhan dan kemampuannya dapat memukul mundur tentara Eropa di bawah pimpinan Richard Lionheart dari Inggris.

Hendaklah diingat, bahwa Perang Salib adalah peperangan yang paling panjang dan dahsyat penuh kekejaman dan kebuasan dalam sejarah umat manusia, memakan korban ratusan ribu jiwa, di mana topan kefanatikan membabi buta dari Kristen Eropa menyerbu secara menggebu-gebu ke daerah Asia Barat yang Islam.

Seorang penulis Barat berkata, "Perang Salib merupakan salah satu bagian sejarah yang paling gila dalam riwayat kemanusiaan. Umat Nasrani menyerbu kaum Muslimin dalam ekspedisi bergelombang selama hampir tiga ratus tahun sehingga akhirnya berkat kegigihan umat Islam mereka mengalami kegagalan, berakibat kelelahan dan keputusasaan. Seluruh Eropa sering kehabisan manusia, daya dan dana serta mengalami kebangkrutan sosial, bila bukan kehancuran total. Berjuta-juta manusia yang tewas dalam medan perang, sedangkan bahaya kelaparan, penyakit dan segala bentuk malapetaka yang dapat dibayangkan berkecamuk sebagai noda yang melekat pada muka tentara Salib. Dunia Nasrani Barat saat itu memang dirangsang ke arah rasa fanatik agama yang membabi buta oleh Peter The Hermit dan para pengikutnya guna membebaskan tanah suci Palestina dari tangan kaum Muslimin".

"Setiap cara dan jalan ditempuh", kata Hallam guna membangkitkan kefanatikan itu. Selagi seorang tentara Salib masih menyandang lambang Salib, mereka berada di bawah lindungan gereja serta dibebaskan dari segala macam pajak dan juga untuk berbuat dosa.

Peter The Hermit sendiri memimpin gelombang serbuan yang kedua terdiri dari empat puluh ribu orang. Setelah mereka sampai ke kota Malleville mereka menebus kekalahan gelombang serbuan pertama dengan menghancurkan kota itu, membunuh tujuh ribu orang penduduknya yang tak bersalah, dan melampiaskan nafsu angkaranya dengan segala macam kekejaman yang tak terkendali. Gerombolan manusia fanatik yang menamakan dirinya tentara Salib itu mengubah tanah Hongaria dan Bulgaria menjadi daerah-daerah yang tandus.

"Bilamana mereka telah sampai ke Asia Kecil, mereka melakukan kejahatan-kejahatan dan kebuasan-kebuasan yang membuat alam semesta menggeletar" demikian tulis pengarang Perancis Michaud.

Gelombang serbuan tentara Salib ketiga yang dipimpin oeh seorang Rahib Jerman, menurut pengarang Gibbon terdiri dari sampah masyarakat Eropa yang paling rendah dan paling dungu. Bercampur dengan kefanatikan dan kedunguan mereka itu izin diberikan guna melakukan perampokan, perzinaan dan bermabuk-mabukan. Mereka melupakan Konstantin dan Darussalam dalam kemeriahan pesta cara gila-gilaan dan perampokan, pengrusakan dan pembunuhan yang merupakan peninggalan jelek dari mereka atas setiap daerah yang mereka lalui" kata Marbaid.

Gelombang serbuan tentara Salib keempat yang diambil dari Eropa Barat, menurut keterangan penulis Mill "terdiri dari gerombolan yang nekat dan ganas. Massa yang membabi buta itu menyerbu dengan segala keganasannya menjalankan pekerjaan rutinnya merampok dan membunuh. Tetapi akhirnya mereka dapat dihancurkan oleh tentara Hongaria yang naik pitam dan telah mengenal kegila-gilaan tentara Salib sebelumnya.

Tentara Salib telah mendapat sukses sementara dengan menguasai sebagian besar daerah Syria dan Palestina termasuk kota suci Yerusalem. Tetapi Kemenangan-kemenangan mereka ini telah disusul dengan keganasan dan pembunuhan terhadap kaum Muslimin yang tak bersalah yang melebihi kekejaman Jengis Khan dan Hulagu Khan.

John Stuart Mill ahli sejarah Inggris kenamaan, mengakui pembunuhan-pembunuhan massal penduduk Muslim ini pada waktu jatuhnya kota Antioch. Mill menulis: "Keluruhan usia lanjut, ketidakberdayaan anak-anak dan kelemahan kaum wanita tidak dihiraukan sama sekali oleh tentara Latin yang fanatik itu. Rumah kediaman tidak diakui sebagai tempat berlindung dan pandangan sebuah masjid merupakan pembangkit nafsu angkara untuk melakukan kekejaman. Tentara Salib menghancurleburkan kota-kota Syria, membunuh penduduknya dengan tangan dingin, dan membakar habis perbendaharaan kesenian dan ilmu pengetahuan yang sangat berharga, termasuk "Kutub Khanah" (Perpustakaan) Tripolis yang termasyhur itu. "Jalan raya penuh aliran darah, sehingga keganasan itu kehabisan tenaga," kata Stuart Mill. Mereka yang cantik rupawan disisihkan untuk pasaran budak belian di Antioch. Tetapi yang tua dan yang lemah dikorbankan di atas panggung pembunuhan.

Lewat pertengahan abad ke-12 Masehi ketika tentara Salib mencapai puncak kemenangannya dan Kaisar Jerman, Perancis serta Richard Lionheart Raja Inggris telah turun ke medan pertempuran untuk turut merebut tanah suci Baitul Maqdis, gabungan tentara Salib ini disambut oleh Sultan Shalahuddin al Ayyubi (biasa disebut Saladin), seorang Panglima Besar Muslim yang menghalau kembali gelombang serbuan umat Nasrani yang datang untuk maksud menguasai tanah suci. Dia tidak saja sanggup untuk menghalau serbuan tentara Salib itu, akan tetapi yang dihadapi mereka sekarang ialah seorang yang berkemauan baja serta keberanian yang luar biasa yang sanggup menerima tantangan dari Nasrani Eropa.

Siapakah Shalahuddin? Bagaimana latar belakang kehidupannya?

Shalahuddin dilahirkan pada tahun 1137 Masehi. Pendidikan pertama diterimanya dari ayahnya sendiri yang namanya cukup tersohor, yakni Najamuddin al-Ayyubi. Di samping itu pamannya yang terkenal gagah berani juga memberi andil yang tidak kecil dalam membentuk kepribadian Shalahuddin, yakni Asaduddin Sherkoh. Kedua-duanya adalah pembantu dekat Raja Syria Nuruddin Mahmud.

Asaduddin Sherkoh, seorang jenderal yang gagah berani, adalah komandan Angkatan Perang Syria yang telah memukul mundur tentara Salib baik di Syria maupun di Mesir. Sherkoh memasuki Mesir dalam bulan Februari 1167 Masehi untuk menghadapi perlawanan Shawer seorang menteri khalifah Fathimiyah yang menggabungkan diri dengan tentara Perancis. Serbuan Sherkoh yang gagah berani itu serta kemenangan akhir yang direbutnya dari Babain atas gabungan tentara Perancis dan Mesir itu menurut Michaud �memperlihatkan kehebatan strategi tentara yang bernilai ringgi.�

Ibnu Aziz AI Athir menulis tentang serbuan panglima Sherkoh ini sebagai berikut: "Belum pernah sejarah mencatat suatu peristiwa yang lebih dahsyat dari penghancuran tentara gabungan Mesir dan Perancis dari pantai Mesir, oleh hanya seribu pasukan berkuda".

Pada tanggal 8 Januari 1169 M Sherkoh sampai di Kairo dan diangkat oleh Khalifah Fathimiyah sebagai Menteri dan Panglima Angkatan Perang Mesir. Tetapi sayang, Sherkoh tidak ditakdirkan untuk lama menikmati hasil perjuangannya. Dua bulan setelah pengangkatannya itu, dia berpulang ke rahmatullah.

Sepeninggal Sherkoh, keponakannya Shalahuddin al-Ayyubi diangkat jadi Perdana Menteri Mesir. Tak seberapa lama ia telah disenangi oleh rakyat Mesir karena sifat-sifatnya yang pemurah dan adil bijaksana itu. Pada saat khalifah berpulang ke rahmatullah, Shalahuddin telah menjadi penguasa yang sesungguhnya di Mesir.

Di Syria, Nuruddin Mahmud yang termasyhur itu meninggal dunia pada tahun 1174 Masehi dan digantikan oleh putranya yang berumur 11 tahun bernama Malikus Saleh. Sultan muda ini diperalat oleh pejabat tinggi yang mengelilinginya terutama (khususnya) Gumushtagin. Shalahuddin mengirimkan utusan kepada Malikus Saleh dengan menawarkan jasa baktinya dan ketaatannya. Shalahuddin bahkan melanjutkan untuk menyebutkan nama raja itu dalam khotbah-khotbah Jumatnya dan mata uangnya. Tetapi segala macam bentuk perhatian ini tidak mendapat tanggapan dari raja muda itu berserta segenap pejabat di sekelilingnya yang penuh ambisi itu. Suasana yang meliputi kerajaan ini sekali lagi memberi angin kepada tentara Salib, yang selama ini dapat ditahan oleh Nuruddin Mahmud dan panglimanya yang gagah berani, Jenderal Sherkoh.

Atas nasihat Gumushtagin, Malikus Saleh mengundurkan diri ke kota Aleppo, dengan meninggalkan Damaskus diserbu oleh tentara Perancis. Tentara Salib dengan segera menduduki ibukota kerajaan itu, dan hanya bersedia untuk menghancurkan kota itu setelah menerima uang tebusan yang sangat besar. Peristiwa itu menimbulkan amarah Shalahuddin al-Ayyubi yang segera ke Damaskus dengan suatu pasukan yang kecil dan merebut kembali kota itu.

Setelah ia berhasil menduduki Damaskus dia tidak terus memasuki istana rajanya Nuruddin Mahmud, melainkan bertempat di rumah orang tuanya. Umat Islam sebaliknya sangat kecewa akan tingkah laku Malikus Saleh. dan mengajukan tuntutan kepada Shalahuddin untuk memerintah daerah mereka. Tetapi Shalahuddin hanya mau memerintah atas nama raja muda Malikus Saleh. Ketika Malikus Saleh meninggal dunia pada tahun 1182 Masehi, kekuasaan Shalahuddin telah diakui oleh semua raja-raja di Asia Barat.

Diadakanlah gencatan senjata antara Sultan Shalahuddin dan tentara Perancis di Palestina, tetapi menurut ahli sejarah Perancis Michaud: "Kaum Muslimin memegang teguh perjanjiannya, sedangkan golongan Nasrani memberi isyarat untuk memulai lagi peperangan." Berlawanan dengan syarat-syarat gencatan senjata, penguasa Nasrani Renanud atau Reginald dari Castillon menyerang suatu kafilah Muslim yang lewat di dekat istananya, membunuh sejumlah anggotanya dan merampas harta bendanya.

Lantaran peristiwa itu Sultan sekarang bebas untuk bertindak. Dengan siasat perang yang tangkas Sultan Shalahuddin mengurung pasukan musuh yang kuat itu di dekat bukit Hittin pada tahun 1187 M serta menghancurkannya dengan kerugian yang amat besar. Sultan tidak memberikan kesempatan lagi kepada tentara Nasrani untuk menyusun kekuatan kembali dan melanjutkan serangannya setelah kemenangan di bukit Hittin. Dalam waktu yang sangat singkat dia telah dapat merebut kembali sejumlah kota yang diduduki kaum Nasrani, termasuk kota-kota Naplus, Jericho, Ramlah, Caosorea, Arsuf, Jaffa dan Beirut. Demikian juga Ascalon telah dapat diduduki Shalahuddin sehabis pertempuran yang singkat yang diselesaikan dengan syarat-syarat yang sangat ringan oleh Sultan yang berhati mulia itu.

Sekarang Shalahuddin menghadapkan perhatian sepenuhnya terhadap kota Jerusalem yang diduduki tentara Salib dengan kekuatan melebihi enam puluh ribu prajurit. Ternyata tentara salib ini tidak sanggup menahan serbuan pasukan Sultan dan menyerah pada tahun 1193. Sikap penuh perikemanusiaan Sultan Shalahuddin dalam memperlakukan tentara Nasrani itu merupakan suatu gambaran yang berbeda seperti langit dan bumi, dengan perlakuan dan pembunuhan secara besar-besaran yang dialami kaum Muslimin ketika dikalahkan oleh tentara Salib sekitar satu abad sebelumnya.

Menurut penuturan ahli sejarah Michaud, pada waktu Jerusalem direbut oleh tentara Salib pada tahun 1099 Masehi, kaum Muslimin dibunuh secara besar-besaran di jalan-jalan raya dan di rumah-rumah kediaman. Jerusalem tidak memiliki tempat berlindung bagi umat Islam yang menderita kekalahan itu. Ada yang melarikan diri dari cengkeraman musuh dengan menjatuhkan diri dari tembok-tembok yang tinggi, ada yang lari masuk istana, menara-menara, dan tak kurang pula yang masuk masjid. Tetapi mereka tidak terlepas dari kejaran tentara Salib. Tentara Salib yang menduduki masjid Umar di mana kaum Muslimin dapat bertahan untuk waktu yang singkat. mengulangl lagi tindakan-tindakan yang penuh kekejaman. Pasukan infanteri dan kavaleri menyerbu kaum pengungsi yang lari tunggang langgang. Di tengah-tengah kekacaubalauan kaum peenyerbu itu yang terdengar hanyalah erangan dan teriakan maut. Pahlawan Salib yang berjasa itu berjalan menginjak-injak tumpukan mayat Muslimin, mengejar mereka yang masih berusaha dengan sia-sia melarikan diri. Raymond d' Angiles yang menyaksikan peristiwa itu mengatakan bahwa �di serambi masjid mengalir darah sampai setinggi lutut, dan sampai ke tali tukang kuda prajurit.�

Penyembelihan manusia biadab ini berhenti sejenak, ketika tentara Salib berkumpul untuk melakukan misa syukur atas kemenangan yang telah mereka peroleh. Tetapi setelah beribadah itu, mereka melanjutkan kebiadaban dengan keganasan. �Semua tawanan� kata Michaud, �yang tertolong nasibnya karena kelelahan tentara Salib yang semula tertolong karena mengharapkan diganti dengan uang tebusan yang besar, semua dibunuh dengan tanpa ampun. Kaum Muslimin terpaksa menjatuhkan diri mereka dari menara dan rumah kediaman; mereka dibakar hidup-hidup, mereka diseret dari tempat persembunyiannya di bawah tanah; mereka dipancing dari tempat perlindungannya agar keluar untuk dibunuh di atas timbunan mayat.�

Cucuran air mata kaum wanita, pekikan anak-anak yang tak bersalah, bahkan juga kenangan dari tempat di mana Nabi lsa memaafkan algojo-algojonya, tidak dapat meredakan nafsu angkara tentara yang menang itu. Penyembelihan kejam itu berlangsung selama seminggu. Dan sejumlah kecil yang dapat melarikan diri dari pembunuhan jatuh menjadi budak yang hina dina.

Seorang ahli sejarah Barat, Mill menambahkan pula: �Telah diputuskan, bahwa kaum Muslimin tidak boleh diberi ampun. Rakyat yang ditaklukkan oleh karena itu harus diseret ke tempat-tempat umum untuk dibunuh hidup-hidup. Ibu-ibu dengan anak yang melengket pada buah dadanya, anak-anak laki-laki dan perempuan, seluruhnya disembelih. Lapangan-Iapangan kota, jalan-jalan raya, bahkan pelosok-pelosok Jerusalem yang sepi telah dipenuhi oleh bangkai-bangkai mayat laki-laki dan perempuan, dan anggota tubuh anak-anak. Tiada hati yang menaruh belas kasih atau teringat untuk berbuat kebajikan.�

Demikianlah rangkaian riwayat pembantaian secara masal kaum Muslimin di Jerusalem sekira satu abad sebelum Sultan Shalahuddin merebut kembali kota suci, di mana lebih dari tujuh puluh ribu umat Islam yang tewas.

Sebaliknya, ketika Sultan Shalahuddin merebut kembali kota Jerusalem pada tahun 1193 M, dia memberi pengampunan umum kepada penduduk Nasrani untuk tinggal di kota itu. Hanya para prajurit Salib yang diharuskan meninggalkan kota dengan pembayaran uang tebusan yang ringan. Bahkan sering terjadi bahwa Sultan Shalahuddin yang mengeluarkan uang tebusan itu dari kantongnya sendiri dan diberikannya pula kemudian alat pengangkutan. Sejumlah kaum wanita Nasrani dengan mendukung anak-anak mereka datang menjumpai Sultan dengan penuh tangis seraya berkata: �Tuan saksikan kami berjalan kaki, para istri serta anak-anak perempuan para prajurit yang telah menjadi tawanan Tuan, kami ingin meninggalkan negeri ini untuk selama-lamanya. Para prajurit itu adalah tumpuan hidup kami. Bila kami kehilangan mereka akan hilang pulalah harapan kami. Bilamana Tuan serahkan mereka kepada kami mereka akan dapat meringankan penderitaan kami dan kami akan mempunyai sandaran hidup.�

Sultan Shalahuddin sangat tergerak hatinya dengan permohonan mereka itu dan dibebaskannya para suami kaum wanita Nasrani itu. Mereka yang berangkat meninggalkan kota, diperkenankan membawa seluruh harta bendanya. Sikap dan tindakan Sultan Shalahuddin yang penuh kemanusiaan serta dari jiwa yang mulia ini memperlihatkan suasana kontras yang sangat mencolok dengan penyembelihan kaum Muslimin di kota Jerusalem dalam tangan tentara Salib satu abad sebe1umnya. Para komandan pasukan tentara Shalahuddin saling berlomba dalam memberikan pertolongan kepada tentara Salib yang telah dikalahkan itu.

Para pelarian Nasrani dari kota Jerusalem itu tidaklah mendapat perlindungan oleh kota-kota yang dikuasai kaum Nasrani. �Banyak kaum Nasrani yang meninggalkan Jerusalem,� kata Mill, pergi menuju Antioch, tetapi panglima Nasrani Bohcmond tidak saja menolak memberikan perlindungan kepada mcreka, bahkan merampasi harta benda mereka. Maka pergilah mereka menuju ke tanah kaum Muslimin dan diterima di sana dengan baik. Michaud mcmberikan keterangan yang panjang lebar tentang sikap kaum Nasrani yang tak berperikemanusiaan ini terhadap para pelarian Nasrani dari Jerusalem. Tripoli menutup pintu kotanya dari pengungsi ini, kata Michaud. �Seorang wanita karena putus asa melemparkan anak bayinya ke dalam laut sambil menyumpahi kaum Nasrani yang menolak untuk memberikan pertolongan kepadanya,� kata Michaud. Sebaliknya Sultan Shalahuddin bersikap penuh timbang rasa terhadap kaum Nasrani yang ditaklukkan itu. Sebagai pertimbangan terhadap perasaan mereka, dia tidak memasuki Jerusalem sebelum mereka meninggalkannya.

Dari Jerusalem Sultan Shalahuddin mengarahkan pasukannya ke kota Tyre, di mana tentara Salib yang tidak tahu berterima kasih terhadap Sultan Shalahuddin yang telah mengampuninya di Jerusalem, menyusun kekuatan kembali untuk melawan Sultan. Sultan Shalahuddin menaklukkan sejumlah kota yang diduduki oleh tentara Salib di pinggir pantai, termasuk kota Laodicea, Jabala, Saihun, Becas, dan Debersak. Sultan telah melepas hulu balang Perancis bernama Guy de Lusignan dengan perjanjian, bahwa dia harus segera pulang ke Eropa. Tetapi tidak lama setelah pangeran Nasrani yang tak tahu berterima kasih ini mendapatkan kebebasannya, dia mengingkari janjinya dan mengumpulkan suatu pasukan yang cukup besar dan mengepung kota Ptolemais.

Jatuhnya Jerusalem ke tangan kaum Muslimin menimbulkan kegusaran besar di kalangan dunia Nasrani. Sehingga mereka segera mengirimkan bala bantuan dari seluruh pelosok Eropa. Kaisar Jerman dan Perancis serta raja Inggris Richard Lion Heart segera berangkat dengan pasukan yang besar untuk merebut tanah suci dari tangan kaum Muslimin. Mereka mengepung kota Akkra yang tidak dapat direbut selama berapa bulan. Dalam sejumlah pertempuran terbuka, tentara Salib mengalami kekalahan dengan meninggalkan korban yang cukup besar.

Sekarang yang harus dihadapi Sultan Shalahuddin ialah berupa pasukan gabungan dari Eropa. Bala bantuan tentara Salib mengalir ke arah kota suci tanpa putus-putusnya, dan sungguh pun kekalahan dialami mereka secara bertubi-tubi, namun demikian tentara Salib ini jumlah semakin besar juga. Kota Akkra yang dibela tentara Islam berbulan-bulan lamanya menghadapi tentara pilihan dari Eropa, akhirnya karena kehabisan bahan makanan terpaksa menyerah kepada musuh dengan syarat yang disetujui bersama secara khidmat, bahwa tidak akan dilakukan pembunuhan-pembunuhan dan bahwa mereka diharuskan membayar uang tebusan sejumlah 200.000 emas kepada pimpinan pasukan Salib. Karena kelambatan dalam suatu penyelesaian uang tebusan ini, Raja Richard Lionheart menyuruh membunuh kaum Muslimin yang tak berdaya itu dengan dan hati yang dingin di hadapan pandangan mata saudara sesama kaum Muslimin.

Perilaku Raja Inggris ini tentu saja sangat menusuk perasaan hati Sultan Shalahuddin. Dia bernadzar untuk menuntut bela atas darah kaum Muslimin yang tak bersalah itu. Dalam pertempuran yang berkecamuk sepanjang 150 mil garis pantai, Sultan Shalahuddin memberikan pukulan-pukulan yang berat terhadap tentara Salib.

Akhirnya Raja Inggris yang berhati singa itu mengajukan permintaan damai yang diterima oleh Sultan. Raja itu merasakan bahwa yang dihadapinya adalah seorang yang berkemauan baja dan tenaga yang tak terbatas serta menyadari betapa sia-sianya melanjutkan perjuangan terhadap orang yang demikian itu. Dalam bulan September 1192 Masehi dibuatlah perjanjian perdamaian. Tentara Salib itu meninggalkan tanah suci dengan ransel dengan barang-barangnya kembali menuju Eropa.

"Berakhirlah dengan demikian serbuan tentara Salib itu" tulis Michaud "di mana gabungan pasukan pilihan dari Barat merebut kemenangan tidak lebih daripada kejatuhan kota Akkra dan kehancuran kota Askalon. Dalam pertempuran itu Jerman kehilangan seorang kaisarnya yang besar beserta kehancuran tentara pilihannya. Lebih dari enam ratus ribu orang pasukan Salib mendarat di depan kota Akkra dan yang kembali pulang ke negerinya tidak lebih dari seratus ribu orang. Dapatlah dipahami mengapa Eropa dengan penuh kesedihan menerima hasil perjuangan tentara Salib itu, oleh karena yang turut dalam pertempuran terakhir adalah tentara pilihan. Bunga kesatria Barat yang menjadi kebanggaan Eropa telah turut dalam pertempuran ini.

Sultan Shalahuddin mengakhiri sisa-sisa hidupnya dengan kegiatan-kegiatan bagi kesejahteraan masyarakat dengan membangun rumah sakit, sekolah-sekolah, perguruan-perguruan tinggi serta masjid-masjid di seluruh daerah yang diperintahnya.

Tetapi sayang, dia tidaklah ditakdirkan untuk lama merasakan nikmat perdamaian. Beberapa bulan kemudian dia pulang ke rahmatullah pada tanggal 4 Maret tahun 1193. "Hari itu merupakan hari musibah besar, yang belum pernah dirasakan oleh dunia Islam dan kaum Muslimin, semenjak mereka kehilangan Khulafa Ar-Rasyidin" demikian tulis seorang penulis Islam. Kalangan Istana seluruh daerah kerajaan berikut seluruh umat Islam tenggelam dalam lautan duka nestapa. Seluruh isi kota mengikuti usungan jenazahnya ke kuburan dengan penuh kesedihan dan tangisan.

Demikianlah berakhirnya kehidupan Sultan Shalahuddin, seorang raja yang sangat dalam perikemanusiaannya dan tak ada tolok bandingannya, jiwa kepahlawanan yang dimilikinya dalam sejarah kemanusiaan. Dalam pribadinya, Allah telah melimpahkan hati seorang Muslim yang penuh kasih sayang terhadap kemanusiaan dicampur dengan sangat harmonis dengan keperkasaan seorang genius dalam medan pertempuran. Utusan yang menyampaikan berita kematiannnya itu ke Baghdad membawa serta baju perangnya, kudanya, uang sebanyak satu dinar dan 36 dirham sebagai milik pribadinya yang masih ketinggalan. Orang yang hidup satu zaman dengannya, serta segenap ahli sejarah sama sependapat bahwa Sultan Shalahuddin adalah seorang yang sangat lemah lembut hatinya, ramah tamah, sabar, seorang sahabat yang baik dari kaum cendekiawan dan golongan ulama yang diperlakukannya dengan rasa hormat yang mendalam serta dengan penuh kebajikan. "Di Eropa" tulis Philip K Hitti, dia telah menyentuh alam khayalan para penyanyi maupun para penulis novel zaman sekarang, dan masih tetap dinilai sebagai suri teladan kaum kesatria.

Semoga Allah melapangkan kuburnya.

Disarikan dari:

1. Shalahuddin al-Ayyubi, oleh Kwaja Jamil Ahmad (Lihat: Suara Masjid No. 91, Jumadil Akhir-Rajab 1402 H/April 1982 M)

2. The Preaching of Islam, oleh Thomas W. Arnold.

NB:

- "Shalahuddin", kadang ditulis dengan ejaan: Saladin (biasanya oleh Barat), Sholahuddin, atau Salahuddin.

- Saat ini, sineas Barat sedang membuat film berjudul "Kingdom of Heaven". Film tersebut, terlepas benar atau tidaknya isi cerita, berkaitan dengan tokoh Shalahuddin ini.
sumber:  Hudzaifah.org 

0 komentar:

ur coment

Al-Qur`an Membawanya Terbang Ke Negeri Kanguru

Oleh M. Arif As-Salman

Ia masih berdiri penuh khusyuk di atas hamparan sajadah yang mulai tampak lusuh itu. Sajadah yang telah bertahun-tahun menemani tahajud-nya. Ia rasakan dirinya tengah berdiri di hadapan Allah yang Maha Agung, yang melihat setiap gerak-geriknya, mendengarkan semua yang ia ucapkan. Tuhan yang mengetahui segala isi hatinya.

Air matanya mengalir deras. Jiwanya berguncang hebat. Hampir saja ia jatuh pingsan. Ayat-ayat yang ia baca membuat dadanya bergemuruh. Perasaannya diaduk-aduk oleh keindahan ayat-ayat Sang Maha Pengasih. Ketika ia membaca ayat-ayat tentang azab hatinya dipenuhi rasa takut yang luar biasa. Ia membayangkan bahwa dirinya yang tengah diseret para malaikat berwajah bengis ke jurang neraka. Ia merasa dirinyalah yang dibakar di dalamnya. Begitulah setiap malam. Tak pernah absen. Tak pernah tertinggal.

"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, mereka berdoa pada Tuhannya dengan penuh rasa takut dan penuh harap.." (QS As-Sajdah: 16).

Cintanya pada Sang Pencipta telah melebihi segala cinta. Yang tak terduakan oleh siapapun dan apa saja. Kerinduannya pada Sang Pemilik Jiwa tak lagi dapat ia bendung. Air mata kerinduan selalu membasahi taman hatinya. Saat di sepertiga akhir malam lah ia merasa dapat melabuhkan penuh utuh rasa cinta yang menyesak itu pada Sang Kekasih. Namun demikian, kerinduannya semakin memuncak dan tak tertahankan.

Ia tinggalkan kasur yang empuk demi merasakan nikmatnya bercinta dan bermunajat dengan Penguasa Setiap Jiwa. Ia lawan rasa kantuk yang bergelayut di pelupuk mata demi menumpahkan gejolak jiwa yang selalu menyesak di dada. Ia tahan berdiri panjang di atas hamparan sajadah demi mentababburi setiap ayat yang ia baca. Ia jatuhkan keningnya ke atas bumi demi menghinakan dirinya di hadapan Tuhan yang Maha Mulia. Cinta dan rindu telah membuatnya gila. Cinta dan rindu telah menjadikannya mabuk dalam rasa yang tak terkira.

Allah maha besar! Tidak ada yang lebih Agung dari Allah untuk disembah. Kepada-Nya semua makhluk akan dikembalikan. Ia berdiri penuh tunduk di hadapan Allah. Di hadapan Tuhan maha Agung yang ia cintai dengan segenap hatinya. Ia merasa dirinya begitu kerdil dan hina di hadapan Allah. Di hadapan Tuhan yang menciptakan langit bertingkat-tingkat. Di hadapan Tuhan yang menciptakan gugusan bintang-bintang. Di hadapan Tuhan yang menciptakan matahari, bulan dan segenap apa yang ada di jagat raya. Setiap ayat yang ia baca, ia tadabburi. Ia resapi dalam-dalam maknanya. Ia baca dengan penuh penghayatan jiwa.

"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Alif laam miim. Turunnya al-Qur`an yang tidak ada keraguan di dalamnya, (adalah) dari Tuhan semesta alam. Tetapi mengapa mereka (orang kafir) mengatakan, "Dia Muhammad mengada-adakannya". Sebenarnya al-Qur`an itu adalah kebenaran dari Rabb-mu, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka orang yang memberi peringatan sebelum kamu, mudah-mudahan mereka mendapat petunjuk. Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari pada-Nya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?"

"Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.Yang demikian itu ialah Tuhan yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur."

"Dan mereka berkata, "Apakah bila kami telah lenyap (hancur) dalam tanah, kami benar-benar akan berada dalam ciptaan yang baru?" Bahkan mereka ingkar akan menemui Tuhannya. Katakanlah, "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikanmu, kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan."

"Dan, jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata), 'Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin'. Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap- tiap jiwa petunjuk, akan tetapi telah tetaplah perkataan dari padaKu, 'Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka Jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama'. Maka rasailah olehmu (siksa ini) disebabkan kamu melupakan akan pertemuan dengan harimu ini. Sesungguhnya Kami telah melupakan kamu (pula) dan rasakanlah siksa yang kekal, disebabkan apa yang selalu kamu kerjakan."

Tangisnya semakin pecah dan berderai. Ia seolah tak sanggup untuk berdiri. Dadanya bergemuruh hebat. Rasa takut luar biasa mencekam hatinya. Tubuhnya bergetar hebat. Ia menggigil. Ayat itu kembali ia ulang.

"Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka Jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama'. Maka rasailah olehmu (siksa ini) disebabkan kamu melupakan akan pertemuan dengan harimu ini. Sesungguhnya ..."

Pemuda yang bernama Utsman itu tidak kuasa lagi melanjutkan bacaannya. Tangisnya semakin deras. Ia ulangi lagi dengan sekuat tenaganya, tapi tetap tak bisa. Nafasnya tidak beraturan. Dadanya semakin sesak. Ia kerahkan lagi seluruh kemampuannya. Ia tak sanggup lagi untuk bertahan, tiba-tiba ia rasakan tulang-tulangnya dilolosi satu persatu, ia jatuh tak sadarkan diri.

"Assalamu`alaikum akhi Utsman, maaf jika sekiranya saya mengganggu," seorang pemuda memakai kopiah putih, berkacamata minus dan memakai baju koko berwarna biru tua dan sarung cokelat mendekati Utsman yang tengah khusyuk membaca Adzkar Pagi sambil menunggu waktu syuruq di Mesjid Nurul Huda, Kawasan Gamik.

"Wa`alaikum salam akhi Junaidi, apa kabar? Ada yang bisa saya bantu?" balas Utsman penuh senyum dan ramah.

"Alhamdulillah sehat. Begini akhi, saya dapat info melalui Milis KMM tentang tawaran jadi Imam Tarawih Ramadhan di Australia. Saya kira info ini sangat bermanfaat buat akhi. Ini kertas pengumumannya saya print tadi malam di warnet," lanjut Junaidi sambil memperlihatkan dua lembar kertas pada Utsman.

Utsman meraih dua lembar kertas itu. Ia baca sekilas. Ia amati isinya.

"Bagaima akhi?"

"Tawaran yang menarik. Terima kasih banyak infonya akhi. Insya Allah saya akan coba mengikuti tesnya nanti. Mudah-mudahan Allah berkenan memberi taufik-Nya pada saya untuk menjadi yang diterima, insya Allah."

"Insya Allah, akhi. Saya tidak meragukan kemampuan akhi. Saya sangat yakin 100% akhi bisa lulus dalam seleksi nanti, insya Allah."

"Amin. Mohon doanya akhi."

"Insya Allah akhi, mungkin itu dulu, saya harus pulang cepat, saya hari ini ada tugas piket masak. Jika ada hal yang perlu saya bantu, akhi nanti tinggal menghubungi saya."

"Insya Allah, terima kasih infonya dan juga bantuannya, semoga Allah membalas kebaikan akhi, amin."

"Amin."

"Baik, saya pamit dulu ya, assalamu`alaikum," ucap Junaidi sambil menyalami Utsman penuh hangat.

"Wa`alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh."

Empat hari berlalu. Utsman dan Junaidi bertemu kembali di mesjid Nurul Huda selepas shalat ashar. Saat itu Utsman tengah membaca Adzkar Petang. Junaidi agak berat mendekati Utsman. Ia mencoba menahan diri dengan mengulang hafalan al-Qur`an sambil menunggu selesainya Utsman membaca Adzkar Petang. Setengah jam lebih berlalu. Utsman terlihat selesai membaca Adzkar Petang yang menjadi rutinitas hariannya. Junaidi segera menghampiri Utsman.

"Assalamu`alaikum Utsman."

"Wa`alaikum salam akhi Junaid. Apa kabarnya?"

"Alhamdulillah saya sehat, semoga akhi juga sehat, amin."

"Alhamdulillah saya juga sehat."

"Bagaiman tentang tawaran kemaren. Jadi akhi ikut?"

"Insya Allah. Semua persyaratan sudah dikirim via email pada Panitia. Tinggal mengikuti tesnya besok di Markaz PERSIS. Mohon doanya ya, semoga saya sukses."

"Insya Allah, saya akan bantu dengan do`a. Saya yakin akhi bisa lulus."

"Bagaimana akhi begitu yakin pada saya?"

"Karena saya melihat tajwid akhi bagus sekali. Begitu juga iramanya, mantap banget."
"Dari mana akhi tahu kalau bacaan saya bagus?"

"Ketika akhi jadi imam shalat jahr di mesjid ini dan sewaktu jadi imam tarawih di mesjid ini juga."

"Menurut saya, masih banyak yang lain yang lebih baik dari saya. Akhi terlalu berlebihan menilai."

"Saya kira, saya tidak berlebihan menilai. Ini betul-betul penilaian yang natural, setelah saya coba bandingkan dengan bacaan teman-teman yang pernah saya dengar. Mereka masih kalah jauh dari akhi. Saya cukup terkagum dengan bacaan akhi. Saya merasakan akhi membaca dengan ikhlas, penuh penghayatan dan tadabbur. Betul-betul mampu mengetuk hati dan mengaduk rasa. Itulah yang saya rasakan setiap kali shalat di belakang akhi saat akhi memimpin shalat jamaah. Tidak hanya saya yang merasakan itu, tapi teman-teman lain juga merasakannya."

"Saya hanya biasa saja akhi. Jika memang ada kebaikan, itu semua adalah pemberian Allah semata."

"Ya, saya tahu itu adalah anugerah dari Allah pada hamba-hamba yang Ia pilih di bumi untuk menjadi ahli-Nya. Satu lagi, sewaktu akhi jadi imam dua hari yang lalu, ketika akhi membaca surat al-Qiyamah, seorang kakek yang usianya saya taksir 60 tahun menangis tersedu-sedu mendengar bacaan akhi. Sepertinya beliau begitu meresapi dan menghayati bacaan yang ia dengar."

"Alhamdulillah, semuanya adalah pemberian Allah."

"Boleh saya bertanya pada akhi?"

"Iya, silahkan. Saya akan menjawab sebisanya."

"Bisa diceritakan bagaimana proses akhi menghafal al-Quran sampai menjadi seperti sekarang ini?"

"Apa yang perlu saya ceritakan dan apa yang ingin akhi ketahui tentang saya?"

"Mungkin bisa diceritakan masa lalu, bagaimana orang tua mendidik akhi dan adik-adik akhi?"

"Baiklah. Saya akan sedikit bercerita pada akhi, mudah-mudahan ada pelajaran yang bisa diambil, insya Allah. Saya tinggal di kampung, tepatnya di sebuah kampung bernama Nagari Kamang-Hilir. Ayah saya hanya seorang petani. Sehari-hari ke sawah dan ke ladang. Berangkat pagi selepas shalat duha dan pulang sebelum ashar. Sedangkan Ibu saya seorang Ibu rumah tangga. Alhamdulillah ayah dan ibu telah selesai menghafal al-Quran saat masih sekolah tingkat Tsanawiyah. Bahkan sewaktu malam pengantin mereka lewati dengan membaca al-Quran dari setelah isya menjelang subuh. Niat mereka agar semua anak-anak yang lahir menjadi penghafal dan pecinta al-Quran. Kami bersaudara berempat. Saya anak pertama dan terakhir adalah perempuan. Sejak kecil saya telah diajarkan membaca al-Quran. Tepatnya sejak umur 2 tahun saya telah diajarkan mengenal huruf-huruf hijaiyah dan membaca al-Qur`an. Pada umur 6 tahun saya telah selesai menghafal al-Qur`an."

"Bagaimana dengan adik-adik akhi?"

"Orang tua kami menerapkannya pada kami semua. Alhamdulillah pada usia 6 tahun kami semua telah selesai menghafal al-Qur`an. Selanjutnya dari umur 6-8 tahun kami mulai menghafal Kitab Sahih Bukhari. Pada usia 8-10 tahun kami menghafal Kitab Sahih Muslim. Dan dari umur 10-15 tahun kami menghafal kitab-kitab hadits yang lain, seperti Sunan Abi Daud, Sunan Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, Sunan An-Nasai, dllnya. Sedangkan pada usia 15-18 kami dimasukkan ke Pesantren. Disana kami belajar Bahasa Arab, Tafsir, Hadits, Fiqh, Aqidah, Sirah dan lainnya.

"Masya Allah, sebuah keluarga luar biasa. Dimana adik-adik akhi sekarang?"
"Adik saya yang nomor dua, sekarang belajar di Riyadh, Universitas Imam Ibnu Su`ud. Adik yang nomor tiga tengah belajar di Fakultas Kedokteran di Universitas Andalas, Padang. Sedangkan adik yang nomor empat atau yang terakhir insya Allah tahun ini akan selesai dari Pesantren dan rencana akan melanjutkan kuliah ke LIPIA Jakarta. Begitulah kami digembleng oleh orang tua sejak kecil. Semua ini merupakan karunia dan anugerah dari Allah."

"Benar-benar pembinaan yang luar biasa. Saya kagum dengan kedua orang tua akhi. Semoga suatu saat nanti, ketika saya telah menikah saya dapat mengikuti jejak orang tua akhi. Amin."

"Insya Allah, semoga terkabul akhi, amin. Mungkin itu yang bisa saya ceritakan pada akhi."

"Cerita yang sangat menginspirasi dan menggugah. Saya yakin siapapun yang mendengar kisah ini pasti akan terinspirasi. Sangat mencerahkan dan patut dijadikan teladan. Sudikah kiranya akhi membacakan hadits-hadits dari yang pernah akhi hafalkan tersebut, untuk memotivasi saya membaca dan menghafal al-Quran, mudah-mudahan setelah mendengarkan hadits-hadts itu saya semakin termotivasi dan giat menghafal al-Qur`an."

"Insya Allah. Saya akan coba bacakan beberapa hadits. Dari Utsman radhiyallahu `anhu berkata, Rasululllah shallallahu `alaihi wasallam bersabda, "Orang yang terbaik diantara kalian ialah yang belajar al-Qur`an dan mengajarkannya." Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari, Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasai, dan Ibnu Majah."

"Dari Abdullah bin Umar radhiyalahu `anhu berkata, Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda, "Pada hari kiamat kelak akan diseru kepada ahli al-Quran, 'Teruskanlah bacaan Qur`anmu dan teruskanlah menaiki surga tingkat demi tingkat dan bacalah dengan tartil seperti yang telah engkau baca di dunia, karena sesungguhnya tempat terakhirmu adalah dimana engkau telah sampai pada ayat terakhir yang kamu baca." Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, at-Tirmidzi, Abu Daud, an-Nasai, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban."

Dari Ibnu Mas`ud radhiyallahu `anhu berkata, Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan adalah sama dengan sepuluh kali lipat pahalanya. Saya tidak mengatakan bahwa alif-lam-mim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf." Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi."

Hadits lainnya adalah dari Mu`adz al-Juhani radhiyallahu `anhu berkata, Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa yang membaca al-Qur`an dan mengamalkan isi kandungannya, maka kedua orang tuanya akan dipakaikan mahkota pada hari kiamat yang sinarnya lebih terang daripada cahaya matahari jika sekiranya matahari itu berada di rumah-rumah kamu di dunia ini. Bagaimana menurut kalian mengenai orang yang mengamalkannya sendiri?". Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud.

"Akhi Junaidi, sangat banyak hadits yang bisa dijadikan motivasi. Saya hanya menyebutkan beberapa saja. Semoga dengan yang sedikit ini mampu memotivasi akhi Junaidi."

"Baarakallaahu fii ilmik, akhi alhabib. Saya sekarang sangat tercerahkan dan termotivasi. Terima kasih banyak sudah berkenan berbagi dengan saya. Saya merasa sangat beruntung bisa berkenalan dengan akhi Utsman. Semoga persahabatan kita diridhai Allah dan berkekalan ke akhirat nanti, amin."

"Amin. Sama-sama akhi. Saya juga senang bisa berkenalan dengan akhi. Banyak kebaikan yang bisa saya ambil dari akhi, alhamdulillah."

"Ah, saya ini orangnya biasa saja. Gak ada apa-apanya dibandingkan dengan akhi. Masih jauh dan masih banyak kurangnya."

"Jangan terlalu merendah akhi. Tetap bersyukur dengan apa yang Allah berikan, dan terus giat melakukan kebaikan."

"Iya, insya Allah. Sekali lagi terima kasih telah sudi berbagi dan menyampaikan ilmunya, jazakumullahu khairan."

"Wa iyyak, akhi Junaidi," jawab Utsman penuh senyum.

Mesjid Nurul Huda di Kawasan Gamik mulai lengang. Hanya beberapa orang dari mahasiswa dan orang Mesir yang masih menetap di dalam Mesjid. Mereka tengah membaca adzkar pagi, mentasmi` hafalan al-Quran dan membaca buku. Utsman pun tengah sibuk berzikir pada Allah. Ketika waktu syuruq telah masuk, 15 menit setelahnya Utsman shalat dua rakaat. Shalatnya begitu khusyuk, tenang dan panjang.

Setiap ayat ia baca dengan penuh penghayatan. Sesekali ia menyeka air mata yang menetes di kedua pipinya dengan jari-jari tangan kanannya. Usai shalat sebuah SMS masuk ke Hp-nya. Ia buka sejenak SMS itu, dari Haris Abdullah, Panitia Pelaksana Tes Imam Tarawih di Australia. Ia baca pesan itu dengan tenang.

"Assalamu`alaikum akhi Utsman. Alhamdulillah dari 13 orang yang ikut tes kemaren akhi yang terbaik dan diterima. Selamat akhi. Kami berharap kita bisa bertemu hari ini untuk membicarakan langkah selanjutnya di Markaz PERSIS setelah Ashar. Baik, kami tunggu kedatangan akhi nanti, terima kasih. Wassalamu`alaikum Wr.Wb."

Ustman tak dapat menahan rasa bahagianya. Ia lalu bersujud syukur, menumpahkan kebahagiaan dan rasa syukurnya pada Allah, Sang Pemberi Rizki. Tanpa terasa air matanya mengalir kembali. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya menjadi sempurna kebaikan.

NB: Diantara yang menjadi inspirasi penulisan Kisah ini adalah pertemuan dua hari yang lalu dengan sahabat saya yang mengikuti tes jadi Imam Tarawih Ramadhan di Australia. Semoga dapat memotivasi kita semua, insya Allah. Jika kita belum bisa mewujudkan saat ini, semoga anak dan cucu kita kelak yang akan mewujudkannya. Amin.

Sumber: eramuslim

0 komentar:

ur coment

Ayat-Ayat Kauniyah Saat Daun Berguguran

Oleh Syaripudin Zuhri

Betapa banyak tanda-tanda atau ayat-ayat Allah SWT yang bertebaran di alam semesta ini, karena sangat banyaknya hingga yang "terlihat" oleh manusia kebanyakan adalah sesuatu yang " biasa" saja, seakan memang seharusnya begitu adanya.

Manusia menjadi kurang bersyukur atas segala macam nikmatNya atau bahkan menjadi tak dapat "membaca" ayat-ayat Kauniyah yang ada di dalamnya. Nah Karena saya di Moskow, maka saya mengajak sahabat semua membaca ayat-ayat kauniyah yang ada.

Saat ini di Moskow sedang musim semi dan menjelang musim panas, namun tak ada salahnya saya berbagi dengan sahabat-sahabat semuanya mengenai musim gugur dan belajar pada musim gugur , yang memang nuansanya seperti religius.

Suasananya begitu menggugah suasana hati, terutama ketika daun-daun berguguran dan saat melihat daun mulai berwarna kuning kemerahan, ada suasana yang lain, ada suasana yang penuh keindahan dan terbentang lagi ayat-ayat atau tanda-tanda kekuasaanNya. Mari kita lihat bait bait berikut ini :

Ketika musim gugur tiba,
Daun berguguran ditiup angin utara,
Dengan girimis tipis,
Disambut kabut bak tirai perawan suci,

Daun berguguran satu demi satu menghujam bumi,
Berputar putar bak penari sufi dari Turki,
Melayang layang di udara sambil terus berputar berputar,
Mengucap tasbih yang hanya dimengerti olehNya sendiri,

Daun yang kuning kemerahan menebar keindahan ciptaan-Nya,
Menari nari dihadapanmu menunjukkan kekuasaan Illahi,
Yang kadang tertutup kabut cinta materi,
Hingga tak mengerti bahwa itu adalah amanah illahi,

Alhamdulilillah ya Illahi,
Kau ajarkan kembali nilai pengorbanan,
Dari daun yang berguguran yang rela menghujam bumi,
Karena menopang pohon induknya,
Dengan keyakinan akan kembali hijau di musim semi,

Tak apa kami berguguran,
Asal kau tetap berdiri tegak menghujam bumi,

Ada musim gugur di belahan bumi utara,
Ada musim semi di belahan bumi selatan,
Di saat bersamaan musim gugur dan musim semi,
Menari bersamaan membentuk keindahan alam,

Ada keindahan pada setiap musim yang diciptakanNya,
Daun yang kuning kemerahan,
Berjatuhan sambil melayang di udara,
Berputar-putar bak penari darwis yang sedang fana,
Sambil melantunkan tasbih,
Yang dimengerti olehNya sendiri,

Keindahan ciptaanNya,
Kau temukan juga saat daun berguguran,
Ntah berapa milyar daun berguguran di berbagai negeri,
Telah menciptakan suatu tarian sunyi,
Menimbulkan nyanyian simfoni yang bercitra tinggi,
Bagi yang mengerti dan memahami ayat-ayat Illahi,
Betapa besar ayat-ayatNya yang berteberan di jagat raya ini,
Termasuk saat daun yang berguguran,
Yang menari dan berputar sambil melayang dan bertasbih,
Dengan caranya sendiri dan dimengerti oleh-Nya,

Bagitu banyak ayat-ayatnya bertebaran di muka bumi,
Lalu nikmatNya yang mana lagi yang mau kau dustakan,

Ah… seandainya kau mengerti,
Ada Dia di balik setiap materi dan setiap kejadian yang terlihat alami,
Namun kau terkunci mati,
Karena mengejar materi yang tiada henti,
Lalu kapan kau kembali,
Pada Dia yang hakiki dan Abadi.

Daun yang berguguran,
Mengajari kembali jiwa-jiwa suci,
Bahwa ada hidup sesudah mati,
Ada musim semi setelah musim dingin,
Ada kehijuan mengganti dedaunan yang telah berguguran,
Di musim semi nanti.

Lukisan ke MahabesaranNya di musim gugur telah kembali,
Terpampang di setiap jalan yang kau lalui,
Membuka ketentraman jiwa dan hati,
Dengan daun yang berguguran,
Memompa para seniman untuk berkraesi kembali.

Ya illahi,
Dedaunan telah gugur dan terus bertasbih memuji-Mu,
Tasbih yang dimengerti oleh-Mu sendiri,
Memuji illahi dengan ketabahan yang sangat tinggi,
Dedaunan terus bernyanyi dipadang sunyi,
Sambil terus bertasbih,
Memuji karya illahi yang sudah mengabadi,
Terukir tajam dalam bumi,
Itulah karya Illahi,
Yang bercitra tinggi tanpa henti.

Demikianlah bumi terus berputar dan musim terus berganti, dengan belajar musim gugur, ada rasa optimis yang tinggi buat manusia yang mau mempelajari tanda-tanda atau ayat-ayat yang datang dariNya, itulah ayat-ayat kauniyah dari sekian banyaknya ayat-ayat kauniyah yang terbentang di alam semesta ini.

Ayat kauniyah yang terbentang di musim gugur adalah salah satu sikap yang mau berkurban untuk kehidupan bersama, diperlihatkan dengan sangat jelas ketika daun-daun berguguran, agar pohon induknya tidak mati. Dan pohon yang kelihatan mati tersebut, akan menghijau kembali di musim semi dan akan sangat lebat di musim panas. Allahu Akbar !

Ada filosofi yang terbungkus dalam musim gugur dan saat daun berguguran. Itu ayat-ayat kauniyah baru di musim gugur, belum lagi ayat- ayat kauniyah di musim dingin, musim semi dan musim panas. Banyak sekali ayatNya yang terbentang di sana.

Di negara yang mengenal empat musim, Allah lebih banyak "menebarkan" ayat-ayat kauniyah-NYa di bandingkan dengan negara-negara yang mengenal hanya dua musim, mengapa?

Ya karena disetiap musim yang berganti, kita akan dapat pembalajaran baru dariNya, karena disetiap musim mempunyai karakter sendiri-sendiri. Subhanallah. Dan itu membutuhkan waktu panjang untuk menulisnya, karena itu, sekian dulu, lain kali disambung lagi.

Sumber: eramuslim

0 komentar:

ur coment

Mereka Sahabatku

Kamis, 08/04/2010 06:24 WIB
Oleh Noerwati

Arti sahabat...
“Tidak beriman salah seorang diantara kamu sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang dicintainya untuk dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadist ini sangat dekat dengan kami. Begitulah yang diajarkan sang murrobi dalam masa-masa awal pendidikan tarbiyah. Hanya berempat saja tetapi sama dengan delapan orang. Rame, ekpresif dan suka bercanda itulah kami. Bidadari-bidadari cantik kata sang murrobi. Tujuh tahun sudah tidak juga bertambah teman belajar kami. Sang murrobi sudah cukup repot mendidik kami yang berempat sama dengan delapan.
Dulu putih abu-abu dan sekarang masing-masing dari kami sudah bekerja diperusahan-perusahaan dan sekolah-sekolah yang berbeda.
“Bsok ngaji jam brapa...” ujar thia.
“jangan besok dong.. ane kerja.”
“eh... Hari minggu aja yach... kita hunting ke islamic book fair.. udah lama kan ga jalan-jalan..” ujar Lisa.
“Iya..iyaa... ntar aqu bilang umi dech.. ngajinya diganti rihlah aj ke book fair.... “ Ujar Imah sang ketua.
“Oke.. hari minggu yach... saya setuju..” ujar ku.
Sudah lama rasanya kami tidak jalan-jalan karena selama setahun ini terlalu sibuk mempersiapkan pesta pernikahan ketiga sahabat-sahabatku ini. Ya, mereka semua sudah menikah. Hanya tinggal saya saja yang belum.
Satu tahun ini saya seperti dikejar waktu. Bagi saya yang bekerja disebuah perusahaan advertising adalah suatu keberuntungan untuk kami. Dimulai dari bulan Oktober 2009 pernikahan pertama kakak tertua sang ketua. Mulai dari desain undangan sauvenir dan pernak pernik lainnya mulai saya desain. Setelah selesai masuk bulan November kembali harus buat undangan untuk kakak kedua sang sekretaris dan baru beristirahat satu bulan Januari harus buat undangan lagi untuk kakak ketiga sang bendahara. Selesai sudah tugas saya sebagai sahabat mengantarkan para biadari-bidadari cantik ini menikah dan membangun rumah tangga.
Mulai banyak yang berubah, dulu kami sangat dekat saling bercerita, curhat, sedih dan senang bersama, saling berkunjung, belanja, dan banyak melakukan hal lain selalu bersama-sama. Kondisi ini berubah ketika satu persatu mereka menikah. Wajar memang rasa kehilangan itu begitu besar saya rasakan. Dampaknya sulit membuat gerak saya menjadi sempit dan serba sulit. Sulit untuk sekedar berkumpul atau saling berkunjung atau bahkan pergi bersama-sama bahkan untuk sekedar menelpon atau SMS saja rasanya mereka tidak sempat lagi.
Sebagai manusia biasa rasa kehilangan itu sangat wajar saya rasakan. Tapi disisi lain setiap manusia memang harus melangkah lebih maju dan siap menatap masa depan. Tidak kalah penting adalah menyempurnakan separuh agama dengan menikah.
Candaan, ledekan, sindirian bertubi-tubi datang menyapa keseharian saya dirumah maupun ditempat bekerja. Dan lebih-lebih ketika datang waktu mengaji. Hanya saya yang tinggal pergi maupun pulang sendiri tanpa diantar atau dijemput sang suami.
Kesedihan itu kian menjalar dalam relung hati saya bukan karena saya belum menikah tapi rasa kehilangan yang sangat besar dan harus belajar kembali memahami posisi-posisi mereka saat ini. Marah rasanya jika sedang bepergian menemani saya mereka disuruh pulang oleh suami hanya karena belum masak dirumah sang suami belum makan.
Sedih rasanya tidak bisa menemani saya karena harus ikut kegiatan suami. Kesal rasanya harus pulang sendiri sementara pergi bersama-sama. Puncaknya islamic book fair kemarin pergi berempat dan pulang berdua. Itupun saya hampir saja pulang sendiri dari istora senayan karena semuanya dijemput disana. Setelah melewati perdebatan panjang akhirnya saya pulang berdua.
Setelah banyak menangis akhirnya berjalannya waktu saya mulai memahami mereka. Bukankah kewajiban sebagai seorang istri memang harus lebih diprioritaskan daripada hanya menemani saya jalan-jalan. Memang sudah seharusnya mereka lebih patuh pada suami daripada harus menemani saya untuk suatu keperluan. Keberuntungan mereka sudah punya suami yang siap mengantar dan menjemput mereka darimanapun tempat mereka berakivitas.
Saya mulai lebih mandiri berusaha sendiri dalam banyak hal dan tidak lagi harus bergantung dengan mereka. Mulai mencari sahabat-sahabat baru dalam beraktivitas. Lebih dari semua ini memberikan pelajaran kepada saya arti pentingnya menikah. Untuk pertama kalinya saya merasa iri dengan teman-teman dan sahabat-sahabat saya semua yang sudah menikah. Karena selama ini saya selalu merasa santai dan masih muda.
Menikah berarti menyempurnakan separuh agama. Membuat ibadah menjadi punya nilai sempurna nilai kualitasnya lebih besar daripada yang belum menikah. Mendatangkan banyak rizky. Menguatkan hafalan. Itulah yang saya rasakan ketika sahabat-sahabat ini menikah. Mereka jauh lebih bersemangat dan berkualitas lebih tinggi setelah menikah.
Baraakallah....selamat ya ukhti-ukhti cantik.... Allah ku titipkan tiga bidadari cantik ku pada-MU... terima kasih Engkau memberikan mereka suami terbaik... Lindungi dan jaga rumahtangga mereka agar mereka selalu rukun dan damai sampai tiba masa berkumpul di surga....selalu bersama-sama.. ^_^
Semoga Allah juga menganugrahkan suami terbaik untukku juga untuk para ukhti-ukhti yang belum menikah. Teruslah memperbaiki diri dan menjaga diri dengan banyak kebaikan.

0 komentar:

ur coment

Kapal Besar Itu Bernama Tawakal

Oleh Muhammad Fatih

Ada dua orang pengembara yang ingin melakukan perjalanan kesebuah tempat. Untuk dapat mencapai tempat tersebut keduanya menaiki sebuah kapal yang amat sangat besar. Di dalam kapal ada dua kelompok yang terlihat sangat berbeda. Kelompok pertama, wajah mereka nampak begitu cerah. Sedangkan kelompok kedua, wajah mereka nampak begitu pucat dan kelelahan sambil memanggul banyak barang bawaan di pundaknya.

Sebagaimana para penumpang lainnya yang ingin menempuh perjalanan jauh, Kedua pengembara tersebut pun membawa barang-barang yang amat berat. Ketika sampai di dalam kapal, pengembara pertama langsung meletakan semua barang bawaan di lantai kapal. Sedangkan pengembara kedua masih saja memikul barang bawaannya.

Pengembara pertama memberi tahu kepada pengembara kedua agar dia meletakan barang-barangnya di lantai kapal. Karena dia sudah berada di atas kapal yang sangat besar dimana dia bisa bebas meletakan barang bawaanya dimana saja dia suka. Sehingga dia bisa beristirahat guna mencapai tempat tujuan yang amat jauh.

Pada awalnya pengembara kedua tetap teguh pada pendiriannya untuk tetap memikul barangnya sampai tujuan, dia khawatir barangnya akan hilang dan rusak jika diletakan di lantai kapal. Di berpikir toh banyak penumpang lain di sekitarnya yang walaupun barang yang dibawa lebih banyak dan berat, tetap memanggul barang-barang bawaanya sendiri.

Namun Karena semakin lama kondisinya semakin lemah, dan pemilik kapalpun telah memperingatkan kepadanya jika ia tetap tidak mau meletakan barang-barangnya dikapal, dia akan dilemparkan kelaut sehingga binasa. Diapun melihat banyak penumpang yang memanggul barang bawaanya sendiri satu persatu mengalami kejaidan yang mengerikan. Ada yang dilempar kelaut oleh pemilik kapal karena sudah berkali-kali diperingati untuk meletakan barang bawaanya dia tetap tidak mau. Ada lagi yang karena kelelahan akhirnya mati tertimpa barang-barang bawaanya. Ada lagi yang karena tidak kuat membawa barang-barang bawaanya dia membunuh dirinya sendiri. Akhirnya pengembara kedua meletakan semua barang bawaanya di lantai kapal. Setelah meletakannya dia merasa lebih baik dan lebih nyaman.

Sobat tahukah kita kalo pengembara-pengembara itu adalah kita, sedangkan barang-barang bawaan adalah beban-beban kehidupan kita dan kapal besar itu adalah tawakal kepada Nya. Teramat banyak dari kita yang begitu angkuh merasa diri sanggup memikul beban-beban kehidupan ini sendiri. Tanpa pernah sadar bahwa sebenarnya Allah telah menyediakan ruang besar tempat kita meletakan beban-beban kehidupan hidup kita yang teramat sangat berat itu. Ruang besar itu bernama tawakal kepada Nya. Betapa naifnya kita jika merasa bahwa kita sanggup mengatasi setiap masalah kehidupan ini sendiri.

Seorang mukmin adalah orang yang cerdas dalam memahami kehidupan ini. Ia begitu mengenal karakteristik kehidupan ini yang penuh dengan cobaan dan rintangan, walaupun demikian ia juga telah sangat paham bahwa semua beban-beban itu tidak akan memberatkan kehidupannya jika ia meletakannya di tempat yang telah Allah SWT sediakan. Seberat apaun beban yang di amanahkan Allah SWT kepada nya segera ia letakan di tempat bernama tawakal itu melalui sujud-sujud panjangnya, melalui kesitiqomahannya dalam beramal baik, melalui sedekah-sedekahnya, melalui munajatnya di sepertiga malam seraya dengan penuh semangat dan usaha yang optimal terus berusaha menjalani kehidupan ini.

Kalau kita mau jujur terhadap diri sendiri, pastinya kita akan sadar bahwa kita teramat lemah untuk menjalani kehidupan ini tanpa pertolonganNya. Jika kita merasa kuat lantas mengapa kita tidak dapat mengambil kembali sesuatu yang telah diamabil lalat dari makanan kita, mengapa kita tidak menahan nyawa orang yang kita sayangi ketika sakaratul mautnya, mengapa kita tidak bisa mengahadirkan kebahagian dan ketenangan jiwa kapan saja sesuka hati kita.

Jika semua kita dapat memahami kehidupan ini dengan baik. Kita dapat memahami bahwa Allah telah menyediakan ruang luas agar beban-beban kehidupan itu tidak memberatkan kita. Maka tidak akan ada orang yang hari-harinya nya dipenuhi dengan bermuram durja, kita tidak kan mendengar banyaknya kabar seseorang mengakhiri kehidupannya dengan menggantung diri atau meminum racun hanya karena tidak dapat membayar hutang tiga ratus ribu rupiah yang harus dilunasinya, dan segala macam bentuk keputusasaan lainnya akibat tidak pernah memahami makna kehidupan ini.

Sobat, akankah kita masih tetap angkuh untuk terus memikul beban-beban kehidupan kita sendiri ataukah kita telah menyadari bahwa kita teramat lemah untu memikul beban-beban itu sendiri, sehingga kita akan segera meletakannya diruang yang Allah telah sediakan sipertiga malamnya, di sujud-sujud ketika menghadapNya, di majelis-majelis kebaikan hamba-hambaNya yang Shaleh. Tentunya hanya kita yang dapat menjawabnya.

sumber: eramuslim

0 komentar:

ur coment

Nikmatnya di Penjara Militer Itu


Sampai hari ini tidak pernah berhenti pemerintah Mesir dari memenjarakan kader dan tokoh-tokoh Ikhwan. Mereka mengalami penyiksaan yang tiada bandingannya. Penyiksaan yang sangat kejam, dan terus berlangsung, tanpa pernah berhenti. Rejim yang berkuasa di Mesir terus mengirimkan kader dan tokoh-tokoh Ikhwan ke penjara-penjara militer. Tujuannya yang berkuasa di Mesir, menginginkan agar Ikhwan berhenti menjalankan misi dakwahnya.

Berhentikah misi dakwah Ikhwan? Tidak pernah. Mereka terus mengajarkan dan mendidik masyarakat untuk memahami, menerima, menyakini, dan mengamalkan Islam. Hampir seluruh pemimpin Ikhwan, mereka paling sedikit pernah dipenjara selama 20 tahun. Tapi kehidupan itu dijalani dengan penuh kesabaran dan tawakal. Mereka tetap kokoh dengan cita-citanya. Tidak lantas mau menggadaikan keyakinan dan menukar dengan hanya setitik kenikmatan dunia, berupa kekuasaan.

Hasan Al-Banna, meninggal ditembak di jalan, dan ketika dibawa ke rumah sakit, tak ada dokter yang menolongnya. Saat dibawa ke kuburan tak diizinkan pengikutnya mengantarkan jenazahnya, kecuali keluarganya, anak dan isterinya. Selebihnya, penggantinya seperti Hasan Hudaibi, Umar Tilminasi, Hamid Abu Nashr, Mustafa Masyhur, Ma’mun Hudaibi, Mahdi Akif, dan sekarang Muhammad Badie, mereka yang terpilih sebagai Mursyid ‘Aam Ikhwan itu, pernah menjalani kehidupan di penjara dalam kurun waktu yang panjang.

Tak sedikit para tokoh Ikhwan itu, yang mengakhiri kehidupannya dengan keyakinan yang teguh, dan menerima dengan penuh keikhlasan, karena itu menjadi cita-cita tertinggi mereka, yaitu ‘al mautu fi sabilillah asma amanina’ (mati syahid adalah cita-cita tertinggi kami). Mereka telah membuktikan dengan tulus. Sayyid Qutb, di saat berada ditiang gantungan, sebelum hukuman itu, dilaksanakannya, dibisiki oleh pejabat Mesir, agar Qutb mau bersama-sama dengan Gamal Abdul Nasr, tapi orang kedua sesudah Hasan al-Banna, di bidang pemikiran itu, memilih digantung. “Aku tak akan pernah menukar keyakinanku dengan apapun”, ucapnya sebelum digantung.

Banyak tokoh Ikhwan, seperti al-Qardhawi, Sayyid Qutb, Yusuf Hawasy, Abdul Fatah Ismail, Muhammad Firgali, Yusuf Thala’at, Handawi Duwair, Ibrahim Thayib, Muhammad Abdul Latif, Ali Audah, dan lainnya, mereka bisa hidup dimanapun dengan penuh lapang. Tak ada yang syak atas janji Allah Azza Wa Jalla. Maka, mereka dapat menerima kondisi apapun yang mereka hadapi, termasuk pahitnya penjara militer Liman Turoh, yang penuh dengan kekajaman itu. Mereka dicambuki, diadu dengan anjing yang besar, digantung dengan hanya satu kaki, berbagai penyiksaan lainnya, tak membuat mereka bergeming dengan ‘ghoyah’ (tujuan) yang hendak mereka wujudkan, yaitu kehidupan akhirat yang penuh kemuliaan, dan mendapatkan ridho dari Allah Azza Wa Jalla.

Mengapa para kader dan tokoh-tokoh Ikhwan mampu tetap bertahan dalam kehidupan yang amat sulit itu? Tak lain, karena mereka telah menjadikan Al-Qur’an sebagai belahan hati, pelita cahaya dalam kesedihan mereka. Mereka tak pernah lepas dengan al-Qur’an. Hampir setiap kader dan tokoh Ikhwan telah menjadikan Al-Qur’an wirid harian mereka. Mereka selalu membaca al-Qur’an. Mereka menghafal al-Qur’an, mempelajari isinya, dan terus berusaha memahami artinya. Luar biasa. Tak ada sel yang sepi dari bacaan ayat-ayat al-Qur’an yang dilakukan para ikhwan di dalam sel. Mereka umumnya menguasai pembacaan al-Qur’an dengan baik, dan mengetahui hukum tajwid.

Mereka juga mendekatkan diri pada Allah dengan membuat halaqah al-Qur’an dan mengajarkan ilmu al-Qur’an yang mereka miliki. Maka, para kader dan tokoh Ikhwan, yang berada dipenjara, ketika pagi, sore dan malam, mirip suara lebah, dan menggetarkan hati. Al-Qur’an membimbing mereka menjadi pribadi yang tangguh dan kokoh, menghadapi segala cuaca dan badai kehidupan, dan tidak pernah bergeser, seincipun dari prinsip-prinsip (mabda’), yang menjadi dasar perjuangan mereka.

Sampai saatnya datang para penguasa itu, tidak suka melihat para Ikhwan yang ada dipenjara militer itu, bisa menikmati hidup dengan al-Qur’an. Bahagia bersama degan al-Qur’an. Seperti dikatakan Sayyid Qutb, yang pernah dipenjara di Liman Turoh, yang mengatakan, ‘Betapa nikmatnya hidup dibawah al-Qur’an’, ucapnya. Lalu, penguasa itu dengan geramnya, masuk ke sel-sel, dan memerintahkan para Ikhwan merampas semua mush’af al-Qur’an, kemudian mush’af al-Qur’an itu di kumpulkan dan bakar.`

Betapapun, mereka yang melihat dengan peristiwa itu, bertambah kuat keyakinannya, dan semakin semangat menegakkan cita-citanya, sampai hari ini, tanpa mau berkompromi dengan kebathilan,walau seincipun. Mereka tetap hidup dengan al-Qur'an dan Sunnahnya. Wallahu’alam. (mashadi/berbagai sumber)

sumber: eramuslim.com

0 komentar:

ur coment

Berapa Gaji Khalifah Islam?

Ketika diangkat sebagai khalifah, tepat sehari sesudahnya Abu Bakar r.a. terlihat berangkat ke pasar dengan barang dagangannya. Umar kebetulan bertemu dengannya di jalan dan mengingatkan bahwa di tangan Abu Bakar sekarang terpikul beban kenegaraan yang berat. “Mengapa kau masih saja pergi ke pasar untuk mengelola bisnis? Sedangkan negara mempunyai begitu banyak permasalahan yang harus dipecahkan…” sentil Umar.
Mendengar itu, Abu Bakar tersenyum. “Untuk mempertahankan hidup keluarga,” ujarnya singkat. “maka aku harus bekerja.”
Kejadian itu membuat Umar berpikir keras. Maka ia pun, bersama sahabat yang lain berkonsultasi dan menghitung pengeluaran rumah tangga khalifah sehari-hari. Tak lama, mereka menetapkan gaji tahunan 2,500 dirham untuk Abu Bakar, dan kemudian secara bertahap, belakangan ditingkatkan menjadi 500 dirham sebulan. Jika dikonversikan pada rupiah, maka gaji Khalifah Abu Bakar hanya sebebsar Rp. 72 juta dalam setahun, atau sekitar Rp 6 juta dalam sebulan. Sekadar informasi, nilai dirham tidak pernah berubah.
Meskipun gaji khalifah sebesar itu, Abu Bakar tidak pernah mengambil seluruhnya gajinya. Pada suatu hari istrinya berkata kepada Abu bakar, “Aku ingin membeli sedikit manisan.”
Abu Bakar menyahut, “Aku tidak memiliki uang yang cukup untuk membelinya.”
Istrinya berkata, “Jika engkau ijinkan, aku akan mencoba untuk menghemat uang belanja kita sehari-hari, sehingga aku dapat membeli manisan itu.”
Abu Bakar menyetujuinya.
Maka mulai saat itu istri Abu Bakar menabung sedikit demi sedikit, menyisihkan uang belanja mereka setiap hari. Beberapa hari kemudian uang itu pun terkumpul untuk membeli makanan yang diinginkan oleh istrinya. Setelah uang itu terkumpul, istrinya menyerahkan uang itu kepada suaminya untuk dibelikan bahan makanan tersebut.
Namun Abu Bakar berkata, “Nampaknya dari pengalaman ini, ternyata uang tunjangan yang kita peroleh dari Baitul Mal itu melebihi keperluan kita.” Lalu Abu bakar mengembalikan lagi uang yang sudah dikumpulkan oleh istrinya itu ke Baitul Mal. Dan sejak hari itu, uang tunjangan beliau telah dikurangi sejumlah uang yang dapat dihemat oleh istrinya.
Pada saat wafatnya, Abu Bakar hanya mempunyai sebuah sprei tua dan seekor unta, yang merupakan harta negara. Ini pun dikembalikannya kepada penggantinya, Umar bin Khattab. Umar pernah mengatakan, “Aku selalu saja tidak pernah bisa mengalahkan Abu Bakar dalam beramal shaleh.”(sa/berbagaisumber)
sumber: eramuslim.com

0 komentar:

ur coment

Lima Bulan Menjelang Pernikahan, Membawanya ke Islam


Lima bulan sebelum hari pernikahannya, Karen Meek shock mendengar pengakuan Eric, tunangannya. Eric mengatakan bahwa ia sudah menjadi seorang Muslim. Pengakuan itu bagai petir di siang bolong buat Karen yang seperti warga Rusia lainnya, tidak menganut agama apapun alias ateis.

"Saya pikir ia (Eric) sudah mengalami cuci otak. Tiba-tiba saja ia berhenti minum minuman beralkohol. Ia salat lima waktu sehari dan tidak mau lagi makan daging babi," cerita Karen tentang perubahan perilaku tunangannya.

Sementara Eric, yang semula penganut Kristen Baptis, tapi kemudian menjadi seorang atheis, selama berbulan-bulan mempelajari Islam tanpa memberitahu Karen, hingga akhirnya ia memutuskan menjadi seorang Muslim.

Meski shock Karen tetap ingin melanjutkan rencana pernikahannya dengan Eric. Karen lalu mencari berbagai referensi, mulai dari buku sampai video tentang Islam, untuk memahami agama baru yang dianut calon suaminya. Tapi ia sama sekali tidak berharap akan masuk Islam.

"Saya tumbuh dewasa dengan pola pikir bahwa agama adalah sesuatu yang bodoh. Saya tidak percaya adanya Tuhan. Saya tidak memikirkan bagaimana dunia ini diciptakan, dan terus terang, saya tidak peduli," ujar Karen.

Namun Karen mengakui bahwa agama Islam memberikan penjelasan paling logis tentang Tuhan dan penciptaan alam semesta dan sulit bagi Karen membantahnya.

Karen akhirnya menikah dengan Eric. Ia masih terus mempelajari Islam dan untuk pertamakalinya ia mencoba menunaikan salat, saat suaminya bekerja di kantor. Ia belajar salat sendiri dari sebuah buku.

"Sampai pada titik ini, saya melakukan segala sesuatunya dengan diam-diam. Saya tidak cerita pada Eric. Saya tidak mau memeluk agama hanya karena suami saya memeluk sebuah agama. Saya ingin menemukan jalan saya sendiri," ungkap Karen.

"Karena berlatar belakang atheis, saya lebih mudah menerima Islam dibandingkan seorang Kristiani, karena dalam hal ini saya tidak perlu melepas agama apapun," sambungnya.

Karen dan suaminya mulai sering melakukan pertemuan dengan komunitas Muslim untuk belajar Al-Quran. Hingga akhirnya, Karen membulatkan tekad untuk mengikuti jejak suaminya memeluk agama Islam. Karen pun mengucapkan dua kalimat syahadat dan resmi menjadi seorang muslimah.

Tapi pilihan Karen membuat orang tuanya kaget. "Suatu hari, ia datang dengan mengenakan gaun panjang dan jilbab. Saya terkejut dibuatnya," kata ayah Karen, Ray Alfred.

Alfred mengaku merasa asing melihat anak perempuannya ketika itu dan ia merasa khawatir dengan keselamatan Karen saat terjadi serangan 11 September 2001 di AS.

"Anda ingin mencintai anak Anda, tapi ketika mereka melakukan sesuatu yang asing bagi Anda. Hal ini sangat sulit," ujar Alfred, "Saya akan memberikan apa saja asalkan ia tidak memeluk agama itu (Islam)."

Ibu Karen mengungkapkan komentar serupa, yang terus terang mengatakan bahwa ia tidak suka dengan jilbab yang digunakan puterinya. "Karen adalah seorang gadis cantik dengan rambut yang indah," kata Jane Barret.

Karen memahami kegundahan kedua orang tuanya mendengar ia sudah menjadi seorang muslimah dan mengenakan busana muslim. Karena sendiri mengaku butuh waktu berbulan-bulan sebelum ia memutuskan untuk berjilbab.

"Saya hanya memakai jilbab jika pergi ke tempat-tempat yang saya rasa tidak akan ada orang yang mengenal saya," ujar Karen sambil tertawa.

Tapi sekarang, Karen selalu mengenakan jilbab kemanapun ia pergi, termasuk ke tempat kerjanya dimana ia bekerja sebagai staf akuntan di sebuah jaringan restoran.

Karen mengatakan, memeluk Islam telah membuatnya melihat kehidupan dengan cara pandang yang baru. "Dari seorang yang tidak percaya Tuhan menjadi orang yang percaya Tuhan, rasanya sungguh luar biasa. Islam membuka mata saya terhadap banyak hal yang selama ini saya abaikan. Terutama, bahwa kehidupan adalah sebuah karunia," tukas Karen menutup kisahnya.

sumber: eramuslim

0 komentar:

ur coment

Keutamaan Sedekah

Diceritakan, ketika Nabi Ayub AS sedang mandi tiba-tiba Allah SWT mendatangkan seekor belalang emas dan hinggap di lengannya. Baginda menepis-nepis lengan bajunya agar belalang jatuh. Lantas Allah SWT berfirman, ''Bukankah Aku lakukan begitu supaya kamu menjadi lebih kaya?'' Nabi Ayub AS menjawab, ''Ya benar, wahai Sang Pencipta! Demi keagungan-Mu apalah makna kekayaan tanpa keberkahan-Mu.''
Kisah di atas menegaskan betapa pentingnya keberkahan dalam rezeki yang dikurniakan oleh Allah SWT. Kekayaan tidak akan membawa arti tanpa ada keberkahan. Dengan adanya keberkahan, harta dan rezeki yang sedikit akan bisa terasakan mencukupi. Sebaliknya, tanpa keberkahan rezeki yang meskipun banyak akan terasakan sempit dan menyusahkan.
Agar rezeki yang Allah SWT berikan kepada kita menjadi berkah, Rasulullah SAW menganjurkan kepada umatnya untuk memperbanyak sedekah. Kata Rasulullah SAW, ''Belilah semua kesulitanmu dengan sedekah.'' Dalam hadis lain, Rasulullah SAW menjelaskan, ''Setiap awal pagi, semasa terbit matahari, ada dua malaikat menyeru kepada manusia di bumi. Yang satu menyeru, 'Ya Tuhanku, karuniakanlah?ganti kepada orang yang membelanjakan hartanya kerena Allah'. Yang satu lagi menyeru, 'Musnahkanlah orang yang menahan hartanya'.''
Sedekah walaupun kecil tetapi amat berharga di sisi Allah SWT. Orang yang bakhil dan kikir dengan tidak menyedekahkan sebagian hartanya akan merugi di dunia dan akhirat karena tidak ada keberkahan. Jadi, sejatinya orang yang bersedekah adalah untuk kepentingan dirinya. Sebab, menginfakkan (belanjakan) harta akan memperoleh berkah, dan sebaliknya menahannya adalah celaka.
Sedekah memiliki beberapa keutamaan bagi orang yang mengamalkannya. Pertama, mengundang datangnya rezeki. Allah SWT berfirman dalam salah satu ayat Alquran bahwa Dia akan membalas setiap kebaikan hamba-hamba-Nya dengan 10 kebaikan. Bahkan, di ayat yang lain dinyatakan 700 kebaikan. Khalifah Ali bin Abi Thalib menyatakan, ''Pancinglah rezeki dengan sedekah.'' Kedua, sedekah dapat menolak bala. Rasulullah SAW bersabda, ''Bersegeralah bersedekah, sebab yang namanya bala tidak pernah bisa mendahului sedekah.''
Ketiga, sedekah dapat menyembuhkan penyakit. Rasulullah SAW menganjurkan, ''Obatilah penyakitmu dengan sedekah.'' Keempat, sedekah dapat menunda kematian dan memperpanjang umur. Kata Rasulullah SAW, ''Perbanyaklah sedekah. Sebab, sedekah bisa memanjangkan umur.''
Mengapa semua itu bisa terjadi? Sebab, Allah SWT mencintai orang-orang yang bersedekah. Kalau Allah SWT sudah mencintai seorang hambanya, maka tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan, tidak ada permintaan dan doa yang Allah tidak kabulkan, serta tidak ada dosa yang Allah tidak ampuni, dan hamba tersebut akan meninggal dunia dalam keadaan husnul khatimah (baik).
Kekuatan dan kekuasaan Allah jauh lebih besar dari persoalan yang dihadapi manusia. Lalu, kalau manfaat sedekah begitu dahsyatnya, masihkah kita belum juga tergerak untuk mencintai sedekah? Wallahu a'lam bis-shawab.

0 komentar:

ur coment

Keutamaan Shalat Berjama'ah dI Masjid (1)

Bagian pertama dari dua tulisan

Shalat adalah rukun Islam kedua dan merupakan rukun Islam yang amat penting setelah syahadatain. Shalat merupakan ibadah yang harus ditunaikan dalam waktunya yang terbatas (shalat memiliki waktu-waktu tertentu) dan Allah memerintahkan kita untuk selalu menjaganya. Allah Ta’ala berfirman:

1.jpg

Sesungguhnya shalat bagi orang mukmin ialah kewajiban yang tertentu (telah ditetapkan) waktunya.” (QS. An-Nisa:103)

2.jpg

Jagalah shalat-shalat(mu) dan shalat wustha, dan berdirilah untuk Allah dalam keadaan khusyu’.” (QS. Al-Baqarah:238)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

pic13.jpg

Islam dibangun diatas lima perkara: syahadat bahwasanya tidak ada ilah yg berhak di sembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, dan mendirikan shalat…” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sungguh telah banyak kaum muslimin yang meninggalkan shalat, baik itu yang tidak mendirikan shalat sama sekali ataupun menyia-nyiakan shalat dengan mengakhirkan waktu shalat. Allah Ta’ala telah mengancam orang-orang yang meremehkan dan mengakhirkan shalat dari waktunya. Allah berfirman:

4.jpg

Maka datanglah sesudah mereka (sesudah orang-orang pilihan Allah) pengganti yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui (akibat) kesesatannya.” (QS. Maryam:59)

5.jpg

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (Yaitu) mereka yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Ma’un:4-5)

Dan hendaknya orang-orang yang masih mempunyai iman di hatinya takut akan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Dari Jabir radhiallah anhu, ia berkata:

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda,

6.jpg

Sesungguhnya (batas) antara seseorang dengan syirik dan kafir adalah meninggalkan shalat’.” (HR. Muslim)

Pada hadits Buraidah radhiallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

7.jpg

Perjanjian antara kita dengan mereka ialah shalat, barangsiapa yang meninggalkannya maka ia telah kafir.” (HR. Ahmad dan Ahlus sunan mengeluarkannya dg sanad shahih).

Sesungguhnya shalat adalah penghubung antara hamba dengan Tuhannya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

8.jpg

Sesungguhnya seseorang dari kamu jika sedang shalat, berarti ia bermunajat (berbicara) kepada Tuhannya.” (HR. Bukhari).

Dalam hadits qudsy, Allah Ta’ala berfirman:

Aku membagi shalat antara Aku dan hamba-Ku dalam dua bagian. Bagi hamba-Ku apa yang ia minta (akan diberikan). Maka jika hambaku mengucapkan:

9.jpg

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam’, Maka Allah menjawab: ‘Hamba-Ku memuji-Ku’. Jika ia mengucapkan:

10.jpg

Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’, Allah menjawab:’Hambaku menyanjung-Ku’. Jika ia mengucapkan:

11.jpg

Yang menguasai hari pembalasan’, Allah menjawab:’Hamba-Ku mengagungkan-Ku’. Jika ia mengucapkan:

12.jpg

Hanya Engkau yang kami sembah dan hanya Engkau yang kami mohon pertolongan’, Allah menjawab: ‘Ini bagian-Ku dan bagian hamba-Ku, dan baginya apa yang dia minta.’ Apabila ia membaca:

13.jpg

Tunjukilah kami jalan yang lurus (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat , bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan pula (jalan) mereka yang sesat.’ Maka Allah menjawab:’Ini bagian hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.’” (HR.Muslim)

Termasuk perkara yang menghiasi shalat adalah perintah untuk melakukan shalat berjama’ah. Bahkan begitu pentingnya shalat berjama’ah sampai-sampai mulai zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sampai pada zaman para imam madzhab, mereka semua sangat memperhatikannya. Bukahkah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sampai pernah mengucapkan keinginannya untuk menyuruh seseorang mengimami orang-orang, dan yang lainnya mencari kayu bakar yang kemudian akan digunakan untuk membakar rumah-rumah orang yang tidak menghadiri shalat berjama’ah?.

Bukankah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam juga pernah bersabda:

14.jpg
Barangsiapa yang mendengar adzan, lalu ia tidak mendatanginya (ke masjid), maka tidak ada shalat baginya.” (HR. Ibnu Majah, hadits ini shahih)

Berkata Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu:

Barangsiapa yang suka bertemu Allah kelak sebagai seorang muslim, maka hendaknya ia menjaga shalat-shalatnya, dengan shalat-shalat itu ia dipanggil. sesungguhnya Allah Ta’ala menggariskan kepada Nabi kalian jalan-jalan petunjuk (sunnah-sunnah). Seandainya kalian shalat dirumah, seperti orang yang terlambat ini shalat dirumahnya, niscaya kalian telah meninggalkan sunnah Nabi kalian. Jika kalian meninggalkan sunnah Nabi kalian, niscaya kalian tersesat. Dan tidaklah seorang laki-laki bersuci dengan sempurna lalu sengaja ke masjid di antara masjid-masjid (yang ada) kecuali Allah menuliskan baginya satu kebaikan untuk setiap langkah yang ia ayunkan dan mengangkat pula dengannya satu derajat dan dengannya pula dihapus satu dosa. Sebagaimana yang kalian ketahui, tak seorangpun meninggalkannya (shalat berjama’ah) kecuali orang munafik yang nyata kemunafikannya. Dan sungguh orang (yang berhalangan) pada masa itu, dibawa datang (ke masjid) dengan dipapah oleh dua orang lalu diberdirikan di dalam shaf.” (HR. Muslim)

Melaksanakan shalat berjama’ah juga merupakan ibadah yang paling ditekankan, ketaatan terbesar dan juga syi’ar Islam yang paling agung, tetapi banyak kalangan yang menisbatkan diri kepada Islam meremehkan hal ini. Sikap meremehkan ini bisa karena beberapa faktor, antara lain:

a. Mereka tidak mengetahui apa yang disiapkan oleh Allah Ta’ala berupa ganjaran yang besar dan pahala yang melimpah bagi orang yang shalat berjama’ah atau mereka tidak menghayati dan tidak mengingatnya.

b. Mereka tidak mengetahui hukum shalat berjama’ah atau pura-pura tidak mengetahuinya.

Oleh karena itulah, dibawah ini akan saya sampaikan keutamaan-keutamaan shalat berjama’ah dimasjid.

KEUTAMAAN SHALAT BERJAMAH

A. Hati yang Bergantung di Masjid akan Berada di Bawah Naungan (‘Arsy) Allah Ta’ala Pada Hari Kiamat.

Di antara apa yang menunjukkan keutamaan shalat berjama’ah ialah bahwa siapa yang sangat mencintai masjid untuk menunaikan shalat berjama’ah di dalamnya, maka Allah Ta’ala akan menaunginya di bawah naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Dari sahabat Abu Hurairah radhiallah anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda:

pic21.jpg

Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Rabb-nya, seseorang yang hatinya bergantung di masjid-masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah berkumpul dan berpisah karena-Nya, seseorang yang dinginkan (berzina) oleh wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan, maka ia mengatakan,’ Sesungguhnya aku takut kepada Allah’,seseorang yang bersadaqah dengan sembunyi-sembunyi sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang di nafkahkan oleh tangan kanannya, dan seseorang yang mengingat Allah dalam keadaan sepi (sendiri) lalu kedua matanya berlinang.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan saat menjelaskan sabdanya, “Dan seseorang yang hatinya bergantung di masjid-masjid.”

artinya, sangat mencintainya dan senantiasa melaksanakan shalat berjamaah di dalamnya. Maknanya bukan terus-menerus duduk di masjid.” (Syarh an Nawawi VII/121)

Al ‘Allamah al ‘Aini rahimahullah menjelaska apa yang dapat dipetik dari sabda beliau Shallallahu ‘Alaihi Wassalam ini, “Didalamnya berisi keutamaan orang yang senantiasa berada di masjid untuk melaksanakan shalat berjama’ah, karena masjid adalah rumah Allah dan rumah setiap orang yang bertakwa. Sudah sepatutnya siapa yang dikunjungi memuliakan orang yang berkunjung; maka bagaimana halnya dengan Rabb Yang Maha Pemurah?”.

B. Keutamaan Berjalan ke Masjid untuk Melaksanakan Shalat Berjama’ah

1. Dicatatnya langkah-langkah kaki menuju masjid.

(Rasul) yang berbicara dengan wahyu, kekasih yang mulia Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menjelaskan bahwa langkah kaki seorang muslim menuju masjid akan dicatat. Imam Muslim meriwayatkan dai Jabir bin Abdillah radhiallahu anhuma, ia mengatakan,”Bani Salimah ingin pindah ke dekat masjid, sedangkan tempat tersebut kosong. Ketika hal itu sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, maka beliau bersabda:

16.jpg

Wahai Bani Salimah! Tetaplah di pemukiman kalian, karena langkah-langkah kalian akan dicatat.”

Mereka mengatakan:

pic12.jpg

Tidak ada yang mengembirakan kami bila kami berpindah.” (HR. Muslim)

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan dalam menjelaskan sabdanya: “Wahai Bani Salimah! Tetaplah di pemukiman kalian, karena langkah-langkah kalian akan di catat.”

Artinya, tetaplah dipemukiman kalian! Sebab, jika kalian tetap di pemukiamn kalian, maka jejak-jejak dan langkah-langkah kalian yang banyak menuju ke masjid akan dicatat.” (Syarh an NawawiV/169)

‘Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma mengatakan, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam sunannya, “Pemukiman kaum Anshar sangat jauh dari masjid, lalu mereka ingin agar dekat dengannya, maka turunlah ayat ini,

18.jpg
Dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.”(QS. Yasin:12)

Akhirnya, mereka tetap tinggal di pemukiman mereka.” (HR.Ibnu Majah)

Pencatatan langkah-langkah orang yang menuju masjid bukan hanya ketika ia pergi ke masjid, tetapi juga dicatat ketika pulang darinya. Imam Muslim meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab radhiallahu anhu tentang kisah seorang Anshar yang tidak pernah tertinggal dari shalat berjama’ah, dan tidak pula ia menginginkan rumahnya berdekatan dengan masjid, bahwa ia berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam:

pic31.jpg

Aku tidak bergembira jika rumahku (terletak) didekat masjid. Aku ingin agar langkahku ke masjid dan kepulanganku ketika aku kembali kepada keluargaku dicatat.”

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

20.jpg

Allah telah menghimpun semua itu untukmu.” (HR. Muslim)

Dalam riwayat Ibnu Hibban:

21.jpg

Allah telah memberikan itu semua kepadamu. Allah telah memberikan kepadamu apa yang engkau cari, semuanya.” (HR.Ibnu Majah)

2. Para Malaikat yang mulia saling berebut untuk mencatatnya.

Diantara dalil yang menunjukkan keutamaan berjalan ke masjid untuk menunaikan shalat berjama’ah bahwa Allah meninggikan kedudukan langkah-langkah orang yang (berjalan) menuju ke masjid, bahkan para Malaikat yang didekatkan (kepada Allah) berebut untuk mencatatnya dan membawanya naik ke langit.

Imam at Tirmidzi rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma, ia mengatakan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

pic41.jpg

Tadi malan Rabb-ku tabaarakta wata’aala, mendatangiku dalam rupa yang paling indah.”(Perawi mengatakan,’Aku menduganya mengatakan,’Dalam mimpi.’). Lalu Dia berfirman, “Wahai Muhammad! Tahukah engkau, untuk apa para Malaikat yang mulia saling berebut?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam berkata:”Aku menjawab,’Tidak’. Lalu Dia meletakkan Tangan-Nya di antara kedua pundakku sehingga aku merasakan kesejukannya di dadaku (atau beliau mengatakan,’Di leherku’). Lalu aku mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.”Dia berfirman,”Wahai Muhammad!Tahukah engkau untuk apa para Malaikat yang mulia saling berebut?” Aku menjawab,”Ya, tentang kaffarat (perkara-perkara yang menghapuskan dosa). Kaffarat itu adalah diam di masjid setelah melaksanakan shalat, berjalan kaki untuk melaksanakan shalat berjama’ah, dan menyempurnakan wudhu pada saat yang tidak disukai.” (HR. Tirmidzi, hadits ini shahih).

Seandainya berjalan kaki untuk shalat berjama’ah tidak termasuk amal yang mulia, niscaya para Malaikat muqarrabun tidak akan berebut untuk mencatat dan membawanya naik ke langit.

3. Berjalan menuju shalat berjama’ah termasuk salah satu sebab mendapatkan jaminan berupa kehidupan yang baik dan kematian yang baik pula.

Tidak hanya para Malaikat saling berebut untuk mencatat amalan berjalan kaki menuju shalat berjama’ah, bahkan Allah menjadikan jaminan kehidupan yang baik dan kematian yang baik pula. Disebutkan dalam hadist terdahulu:

Barangsiapa yang melakukan hal itu – yakni tiga amalan yang disebutkan dalam hadits, di antaranya berjalan kaki menuju shalat berjama’ah – maka ia hidup dengan baik dan mati dengan baik pula.”

Betapa besar jaminan ini! Kehidupan yang baikdan kematian yang baik. siapakah yang menjanjikan hal itu? Dia-lah Allah Yang Maha Esa, yang tidak ada seorangpun yang lebih menepati janji selain Dia.

4. Berjalan menuju shalar berjama’ah termasuk salah satu sebab dihapuskannya kesalahan-kesalahan dan ditinggikannya derajat.

Diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

23.jpg

Maukah aku tunjukkan kepada kalian tentang perkara yang akan menghapuskan kesalahan-kesalahan dan juga mengangkat beberapa derajat?” Para sahabat menjawab,”Tentu, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda,”Menyempurnakan wudhu’ pada saat yang tidak disukai, banyak melangkah ke masjid-masjid, dan menunggu shalat setelah melaksanakan shalat. Maka, itulah ar-tibath (berjuang di jalan Allah).” (HR. Muslim).

Ar-ribath pada asalnya -sebagaimana dikatakan oleh al Imam Ibnul Atsir–adalah berdiri untuk berjihad untuk memerangi musuh, mengikat kuda dan menyiapkannya. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menyerupakan dengannya apa yang telah disebutkan berupa amal-amal shalih dan peribadahan dengannya. Penyerupaan ini juga menegaskan besarnya kedudukan tiga amalan yang tersebut didalam hadits, di antaranya banyak melangkah ke masjid.

Keutaman ini juga berlaku untuk seseorang yang melangkah keluar dari masjid, Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Amr radhiallahu anhuma, ia mengatakan,”Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

24.jpg

Barangsiapa yang pergi menuju masjid untuk shalat berjama’ah, maka satu langkah akan menghapuskan satu kesalahan dan satu langkah lainnya akan ditulis sebagai satu kebajikan untuknya, baik ketika pergi maupun pulangnya.” (HR. Ahmad, hadits ini shahih).

5. Pahala orang yang keluar dalam keadaan suci (telah berwudhu) untuk melaksanakan shalat berjama’ah seperti pahala orang yang melaksanakan haji dan umrah.

Imam Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan , dari sahabat Abu Umamah radhiallahu anhu. Ia mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

25.jpg

Barangsiapa yang keluar dari rumahnya menuju masjid dalam keadaan bersuci (telah berwudhu’) untuk melaksanakan shalat fardhu (berjama’ah), maka pahalanya seperti pahala orang yang melaksanakan haji dan ihram.” (Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al Albani).

Zainul ‘Arab mengatakan dalam menjelaskan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam: “Seperti pahala orang yang melaksanakan haji dan ihram,” “Yakni, pahalanya sempurna.” (‘Aunul Ma’buud II/357)

Allaahu Akbar, jika sedemikian besarnya pahala orang yang keluar untuk menunaikan shalat berjama’ah , maka bagaimana halnya pahala melakukan shalat berjama’ah?

6. Orang yang keluar (menuju masjid) untuk melaksanakan shalat berjama’ah berada dalam jaminan Allah Ta’ala.

Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjelaskan bahwa orang yang keluar menuju shalat berjama’ah berada dalam jaminan Allah Ta’ala. Imam bu Dawud rahimahullah meriwayatkan dari Abu Umamah radhiallahu anhu, dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda:

26.jpg

Ada tiga golongan yang semuanya dijamin oleh Allah Ta’ala, yaitu orang yang keluar untuk berperang di jalan Allah, maka ia dijamin oleh Allah hingga Dia mewafatkannya lalu memasukkannya ke dalam Surga atau mengembalikannya dengan membawa pahala dan ghanimah, kemudian orang yang pergi ke masjid, maka ia dijamin oleh Allah hingga Dia mewafatkannya lalau memasukkannya ke dalam Surga atau mengembalikannya dengan membawa pahala, dan orang yang masuk rumahnya dengan mengucapkan salam, maka ia dijamin oleh Allah.” (HR. Abu Dawud, di shahihkan oleh syaikh al Albani)

7. Orang yang keluar untuk melaksanakan shalat berjama’ah berada dalam shalat hingga kembali ke rumah.

Imam Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dalam shahihnya dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, ia mengatakan,”Abul Qasim Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

27.jpg

Jika salah seorang dari kalian berwudhu’ di rumahnya, kemudian datang ke masjid, maka ia berada dalam shalat hingga ia kembali. Oleh karenanya, jangan mengatakan demikian-seraya menjaringkann diantara jari-jemarinya-.” (HR. Ibnu Khuzaimah, di shahihkan oleh Syaikh al Albani)

8. Kabar gembira bagi orang-orang yang berjalan di kegelapan (untuk melaksanakan shalat berjama’ah) dengan memperoleh cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.

Imam Ibnu Majah meriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad as Sa’di radhiallahu anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

28.jpg

Hendaklah orang-orang yang berjalan di kegelapan menuju masjid bergembira dengan (mendapatkan) cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.” (HR.Ibnu Majah, syaikh al Albani menilainya shahih)

Ath Thayyibi rahimahullah mengatakan,” Tentang disifatinya cahaya dengan kesempurnaan dan pembatasannya dengan (terjadinya di) hari Kiamat, mengisyaratkan kepada wajah kaum mukminin pada hari Kiamat, sebagaimana dalam firman Allah:

29.jpg

Sedang cahaya mereka memancar dihadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan,’Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami.’” (QS. At Tahriim:8) (dinukil dari ‘Aunul Ma’buud II/268)

Disampaing itu Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memerintahkan kepada semua pihak agar memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan di kegelapan menuju masjid dengan kabar gembira yang besar ini. Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Buraidah radhiallahu anhu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

30.jpg

Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan di kegelapan menuju masjid dengan cahay (yang akan diperolehnya) pada hari Kiamat.” (HR. Abu Dawud, di shahihkan oleh Syaikh al Albani)

Al-‘Allamah ‘Abdur Ra-uf al Munawi rahimahullah menjelaskan hadits ini, “Ketika mereka berjalan dalam kesulitan karena senantiasa berjalan dalam kegelapan malam menuju ketaatan, maka mereka diberi balasan berupa cahay yang menerangi mereka pada hari Kiamat.” (Faidhul Qadiir III/201).

9. Allah menyiapkan persinggahan di Surga bagi siapa yang pergi menuju masjid atau pulang (darinya).

Di riwayatkan dari asy Syaikhan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda:

31.jpg

Barangsiapa yang pergi ke masjid dan pulang (darinya), maka Allah menyiapkan untuknya persinggahan di Surga setiap kali pergi dan pulang.” (Muttafaq ‘alaih, lafazh ini milik Bukhari).

Jika persinggahan orang yang pergi menuju masjid atau pulang darinya disiapkan oleh Allah, Rabb langit dan bumi serta Pencipta alam semesta seluruhnya, maka bagaimana persingahan itu??

C. Orang Yang Datang ke Masjid adalah Tamu Allah Ta’ala

Di antara apa yang menunjukkan keutamaan shalat berjama’ah di masjid adalah apa yang dijelaskan oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bahwa orang yang datang ke masjid adalah tamu Allah Ta’ala, dan yang dikunjungi wajib memuliakan tamunya. Imam ath Thabrani meriwayatkan dari Salman radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

Barangsiapa yang berwudhu’ di rumahnya dengan sempurna kemudian mendatangi masjid, maka ia adalah tamu Allah, dan siapa yang di kunjunginya wajib memuliakan tamunya.” (HR. ath Thabrani)

Bagaimana cara Allah memuliakan tamu-Nya, sedangkan Dia adalah Rabb yang paling Pemurah, Penguasa langit dan bumi? Para sahabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam juga menegaskan hal ini. Imam Ibnul Mubarak rahimahullah meriwayatkan dari ‘Amr bin Maimun, ia mengatakan, “Para sahabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mengatakan,’Rumah Allah di bumi adalah masjid, dan Allah wajib memuliakan siapa yang mengunjungi-Nya di dalamnya.’” (Kiitab az Zuhd)

D. Allah Ta’ala Bergembira dengan Kedatangan Hamba-Nya ke Masjid untuk Melaksanakan Shalat Berjama’ah

Imam Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dari Abu Hurairah radiallahu anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

32.jpg

Tidaklah salah seorang dari kalian berwudhu’ dengan baik dan sempurna kemudian mendatangi masjid, ia tidak menginginkan kecuali shalat di dalamnya, melainkan Allah bergembira kepadanya sebagaimana keluarga orang yang pergi jauh bergembira dengan kedatangannya.” (HR.Ibnu Khuzaimah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani)

Imam Ibnul Atsir rahimahullah mengatakan,”Al Bassyu adalah kegembiraan kawan dengan kawannya, lemah lembut dalam persoalan dan penyambutannya. Ini adalah permisalan yang dibuat tentang penyambutan Allah kepadanya dengan karunia-Nya, mendekatkannya (kepadanya) dan memuliakannya.” (An-Nihaayah fii Ghariibil Hadits wal Atsar I/130).

E. Keutamaan Menunggu Shalat

Orang yang duduk menunggu shalat, maka ia berada dalam shalat dan Malaikat memohonkan ampunan serta memohonkan rahmat untuknya. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

33.jpg

Salah seorang dari kalian duduk untuk menunggu shalat, maka ia berada dalam shalat selagi belum berhadats, dan para Malaikat berdo’a untuknya:’Ya Allah! Berikanlah ampunan kepadanya, ya Allah! Rahmatilah ia’.” (HR. Muslim).

http://abuzubair.wordpress.com

0 komentar:

ur coment