Penolong Misterius


Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.

0 komentar:

ur coment

Pohon Iman





Oleh: Iman Santoso, Lc
Keimanan yang kokoh menjadi perisai bagi setiap muslim. Dan hal ini hendaknya menjadi sebuah kelaziman. Sehingga keimanan itu betul-betul bak perisai kuat untuk menahan lajunya serangan musuh yang senantiasa datang silih berganti. Perisai ini wajib selalu berada di tangan setiap muslim. Ia tak boleh lepas sekejappun. Apalagi hilang, tak berketentuan arah.

Keimanan yang diumpamakan perisai itu berawal dari kekuatan tauhid yang tertanam dalam sanubarinya. Tauhid yang kuat dan bersih dari berbagai penyimpang. Ia diasaskan dari kalimat yang baik (kalimatun thayyibah) yang terikat dalam jiwanya. Kalimat yang baik dari kekuatan tauhid ini lantaran persaksian dan komitmen loyalitasnya pada Sang Maha Perkasa.
‘Tidakkah kamu kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya.Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (Ibrahim: 24-25).

Pohon ini tiada duanya di muka bumi ini. Ia tumbuh subur dan berkembang pesat dan mampu melawan serangan hama dan penyakit. Sehingga ia menghasilkan buah yang tak pernah henti. Malah menumbuhkan pohon-pohon lainnya. Itulah pohon keimanan.

Disebut Syajaratul Iman (Pohon Keimanan) lantaran keimanan yang kokoh laksana sebuah pohon yang selalu memberikan manfaat yang amat banyak. Buahnya dapat dikonsumsi oleh setiap makhluk yang menginginkannya. Dahannya dapat menjadi sarang serta tempat bertengger burung-burung. Daunnya yang lebat menjadi tempat berteduh musafir yang lewat dan akarnya menyimpan persediaan air untuk bumi yang tandus. Inilah pohon keimanan yang dijelaskan oleh Ibnul Qayyim Al Jauziyah.

Beliau mengatakan, “Sesungguhnya Allah swt. menyerupakan pohon iman yang bersemi dalam hati dengan pohon yang baik. Akarnya menghunjam ke bumi dengan kokoh dan cabangnya menjulang tinggi ke langit. Pohon itu terus menerus mengeluarkan buah setiap musim. Jika engkau renungkan perumpamaan ini tentulah engkau menjumpainya cocok dengan pohon iman yang telah mengakar kokoh ke dalam di dalam hatinya. Sedang cabangnya berupa amal-amal shalih yang menjulang ke langit. Pohon itu terus menerus mengeluarkan hasilnya berupa amal shalih di setiap saat menurut kadar kekokohannya di dalam hati. Kecintaan, keikhlasan dalam beramal, pengetahuan tentang hakikat serta penjagaan hati terhadap hak-haknya.”

Di antara para ulama penafsir Al-Qur’an, mereka berpandangan bahwa yang dimaksud dengan pohon yang baik itu adalah pohon kurma. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits riwayat Ibnu Umar r.a. Dalam kitab shahih Ar Rabi’ Ibnu Anas mengatakan bahwa orang mukmin itu pokok amalnya menghunjam ke bumi sedang buah amalnya menuju langit lantaran keikhlasannya dalam beramal. Ibnul Qayyim mengatakan, “Tidak ada perbedaan di antara ke dua pendapat itu karena makna yang dimaksud tamsil ini adalah sosok orang mukmin sejati. Sedang pohon kurma adalah sebagai gambaran yang menyerupainya dan dari diri orang mukminlah sebagai sosok yang diserupakannya.”

Pohon-pohon keimanan ini tumbuh dan berkembang bahkan menumbuhkan pohon lainnya. Syaikh Muhammad Ahmad Ar Rasyid dalam kitabnya Ar Raqa’iq menggambarkan bahwa pohon-pohon itu bak laksana kumpulan tanaman taman nan indah. Setiap orang yang melihat pasti ingin berteduh di dalamnya. Setiap melihat buah mesti tangan ingin menjamahnya. Pokoknya taman itu amat menarik hati. Pohon-pohon yang tumbuh di taman nan menawan itu adalah:

1. Syajaratut Tha’ah (Pohon Ketaatan)

Dari tempat kamu berteduh di bawah pohon iman itu kamu dapat mencium aroma wewangian bunga yang semerbak di dekatnya. Itu bersumber dari sebuah pohon yang disebut sajaratut tha’ah, yakni pohon ketaatan. Ia menjadi saksi terhadap keridhaan Allah saat dilimpahkan di hari turunnya ayat berikut:

“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” (Al-Fath: 18)

Orang yang berteduh di masa sekarang akan senantiasa mendapatkan ketenangan hati dan tidak mudah goyah karena faktor terhalangnya mendapatkan sesuatu atau tertinggal olehnya. Ia tetap tabah menunggu kemenangan yang akan diraihnya. Ia juga berada dalam arus gerakan Islam untuk selalu menunaikan tugas-tugas dan tanggung jawabnya. Ia setia dengan beban yang terpikul di pundaknya. Dengan sikap itu ia mampu meruntuhkan mercusuar kesesatan. Sedang ia telah menyatakan janji setia kepada Islam untuk mati sebagai tebusannya. Pohon ketaatan ini bersumber pada akar pengabdian yang utuh pada Sang Maha Pencipta. Sudah semestinya pohon ketaatan itu tumbuh subur di hati setiap muslim.

2. Syajaratut Tirhab (Pohon Penyambutan)

Pohon ini dinamakan pohon penyambutan. Ini untuk menyambut mereka-mereka yang sedang berjuang untuk mempertaruhkan hidupnya agar meraih kemuliaan di sisi Rabbnya. Jika Allah memilih untuk menimpakan musibah kepadamu sebagai jalan untuk meraih anugerah keridhaan-Nya. Dan kamu pun mengalami cobaan berat hingga memaksamu berlindung di bawah Syajaratut Tirhab, pohon penyambutan. Ini dilakukan untuk mencari ketenangan di bawah naungannya seraya menggerakkan pokoknya agar melimpahkan sebahagian dari berkahnya kepadamu. Dan engkau melakukan sikap sebagaimana yang dilakukan Ibunda Maryam a.s. Ketika bumi terasa sempit olehnya. Maka terdengarlah suara yang menyeru kepadanya:

“Dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini.” (Maryam: 25-26)

Maka engkau mendapat makan dari buahnya yang telah masak dengan rasa puas tanpa berlebihan. Di sana engkau beroleh minuman yang segar dari sungai kecil yang mengalir di hadapanmu dengan mencidukkan kedua tanganmu kepadanya tanpa harus bersusah payah. Pohon ini berdiri pada pokoknya yakni kecintaan untuk menghariba kepada Rabbul Izzati. Dengan penuh ketaqwaan dan keyakinan akan perjumpaannya. Bagi seorang muslim sejati mendekatkan diri untuk menghariba kepada Allah swt. menjadi keharusan. Agar ia senantiasa dalam kondisinya yang prima. Tidak lapar dan tidak pula kehausan. Ia dapat memenuhi hak dan kebutuhan hidupnya dalam memperjuangkan ajaran-Nya.

3. Syajaratul Wafa’ (Pohon Kesetiaan)

Kesetiaan adalah tanda kecintaan. Dan kecintaan merupakan prasyarat dalam menjalin hubungan yang harmonis dengan kecintaannya. Nabi Muhammad saw. mempunyai tanaman sendiri sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits, bahwa banyak pohon yang menyaksikan beberapa peristiwa dari perjalanan hidupnya yang mulia. Sebagai isyarat yang menunjukkan adanya hubungan ini. Terkadang sebagai gambaran untuk menyadarkan orang yang lalai. Di antaranya adalah syajaratul wafa’, pohon kesetiaan. Sebagai tanda adanya komunikasi di antara ruh-ruh yang selalu ingat. Pohon ini dapat mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan kepada yang berhak menerimanya serta mengakui kebaikan yang diberikannya.

Ia adalah batang pohon kurma yang merintih saat ditingalkan. Jabir bin Abdullah r.a. meriwayatkan, “Dahulu ada sebatang pohon kurma yang digunakan oleh Nabi saw. untuk pijakan tempat berdirinya. Setelah dibuatkan mimbar untuk Nabi, kami mendengar dari batang kurma itu suara rintihan seperti rintihan unta yang sedang hamil besar. Hingga Nabi saw. turun dari mimbarnya lalu meletakkan tangannya pada batang itu barulah batang pohon itu diam.”

Batang pohon itu mengeluarkan suara rintihan seperti rintihan unta betina hamil besar. Peristiwa ini merupakan salah satu mukjizat Nabi saw. Sebatang pohon yang diberikan penghormatan kepadanya lalu ia membalasnya. Manakala ditinggalkan, ia merasa sedih sehingga kesedihannya itu melahirkan suara rintihan. Sekarang tiada seorangpun di antara kita melainkan di rumahnya terdapat kitab hadits. Seakan-akan Nabi saw. berdiri di hadapannya mengajarkan urusan agama dan mengajarinya hukum-hukum syariat Islam. Maka sudah selayaknya bagi manusia seperti kita berterima kasih dan membalasinya dengan ketaatan dan kesetiaan pada ajaran yang dibawanya.

Kita telah mendapatkan pelajaran yang amat bagus dari sebatang pohon kurma. Maka kita sebenarnya yang amat patut melakukan hal itu dan menterjemahkannya dalam sikap kita terhadap dakwah dan ajaran ini. Sepatutnya kita pun para muslim merintih karena tidak dapat berbuat banyak untuk memberikan kontribusi untuk kejayaan Islam sebagaimana orang-orang yang disebutkan Allah swt. dalam kitab-Nya. “Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu”, lalu mereka kembali, sedang mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.” (At-Taubah: 92)

4. Syajaratut Tsabat (Pohon Keteguhan)

Keteguhan menjadi hal yang amat urgen dalam mengemban amanah mulia. Karena godaan dan rintangan akan selalu dating silih berganti. Karena itu bagi seorang muslim sejati ia amat memerlukan pohon keteguhan. Engkau dapat berlindung dibawahnya di hari manusia berpecah belah karena kecenderungannya yang berbeda-beda. Engkau mencari selamat dengan meninggalkan semua golongan yang berpecah belah itu. ‘Sekalipun engkau harus menggigit akar pohon (yakni berpegang teguh pada prinsip meskipun hidup menderita).”

Oleh karena itu berlindunglah pada pohon keteguhan ini untuk menggeraskan gigitannya. Seandainya engkau bayangkan keadaan yang sebenarnya tentulah hatimu menjadi ragu dan bergetar penuh kecemasan. Antara perasaan takut bila pegangannya mengendur lalu terbawa arus dan harapan untuk tetap bertahan demi mencapai keselamatan.

Akantetapi saripati cairan yang dikeluarkan oleh pohon itu membuat kamu segar karena mendapat minuman darinya. Sedang manusia saat itu menjulurkan lidahnya karena kehausan. Tenggorokanmu basah lagi sejuk, sehingga menambah keras gigitanmu terhadapnya, seakan-akan kamu menghisap keteguhan dan kekokohan darinya bagaikan bayi lapar yang sedang menyusu. Pohon keteguhan ini juga menjadi alat Bantu untuk menghadapi cobaan dan ujian komitmen dari berbagai rayuan dunia yang memikat. Dari pohon itu seorang muslim tidak akan goyah karena daya tarik material duniawi yang fana.

Ia tidak seperti orang-orang yang lalai dari kesetiaannya karena tergoda oleh ikan-ikan yang bermunculan pada saat mereka harus menunaikan komitmen itu. “Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada disekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.” (Al-A’raf: 163)

5. Syajaratul Unsi (Pohon Penghibur)

Pohon ini menjadi penghiburmu di saat kamu sendirian dan kelembabannya meringankan (membasahi) keringnya kesalahanmu. Pohon ini ditanam oleh Nabi saw. Saat beliau melalui dua kuburan yang sedang diadzab. Sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits Nabi saw. Beliau mengambil sebatang pelepah kurma yang masih basah. Dan membelahnya menjadi dua bagian lalu menancapkan kepada masing-masing dari kedua kuburan itu satu bagian. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa engkau lakukan itu?” Rasulullah saw. menjawab, “Mudah-mudahan adzab diringankan dari keduanya selama kedua pelepah ini belum mengering.”

Buraidah Al Aslami r.a. memahami hal itu sebagai tuntutan yang dianjurkan. Oleh karena itu ia berwasiat agar ditancapkan di atas kuburannya nanti dua batang pelepah kurma. Orang-orang pun mengikuti jejaknya dalam hal ini.

Ada kalanya kita tidak dapat terlepas dari dosa-dosa kecil yang mencemari keikhlasan amal kita atau dari keterpaksaan mengejar sisa-sisa yang ada di tangan ahli dunia dari harta yang memperdayakannya. Yang biasa dibarengi dengan begadang yang merusak kesehatan dan dirundung oleh kegelisahan yang membuat diri kita tidak dapat tidur. Sehingga tubuh ini menjadi lemah untuk persiapan kerja di pagi hari. Barangkali dengan meluangkan waktu sejenak untuk berteduh di bawah pohon ini agar dapat meringankan beban hidupmu.

Tentu hiburan bagi seorang muslim sejati bukanlah dengan lantunan nasyid-nasyid dengan iringan bunyi musiknya atau juga bukan dengan tontonan yang melalaikannya. Akan tetapi hiburannya melalui dengan mengenang sejarah kehidupan umat terdahulu yang diabadikan kebaikannya serta mengingat akan janji balasan yang akan diberikan Allah swt. pada orang-orang yang beriman. Sehingga dapat menggambarkan kenangan indah di hatinya akan kehidupan orang-orang yang telah berada di negeri cahaya yang penuh berkah.

6. Syajaratul Mufashalah (Pohon Pemisahan)

Pohon pemisahan ini menjadi saksi tentang sempurnanya akan kebersihan sarana yang digunakan oleh seorang muslim dalam mencapai tujuannya yang bersih. Demikian itu terjadi ketika ada seorang musyrik yang ingin bergabung memberikan bala bantuan kepada pasukan kaum muslimin dalam perjalanannya menuju medan Perang Badar. Orang musyrik itu memberikan bala bantuan atas dasar fanatisme golongan untuk membela kaumnya. Ketika pasukan kaum muslimin sampai di sebuah pohon besar yang menjadi rambu jalan sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat ‘Aisyah r.a.. Lalu orang musyrik itu hendak bergabung. Maka Nabi menoleh kepadanya dan mengatakan, “Kembalilah kamu, aku tidak meminta bantuan dari orang musyrik.”

Maka ketetapan ini terus berlaku sebagai prinsip yang tidak pernah ada pengecualiannya. Kecuali hanya dalam kejadian-kejadian yang terbatas dan langka. Oleh karena itu prinsip ini tetap menjadi pijakan dalam amal dakwah kita agar tidak mengemis meminta-minta balas bantuan dari orang yang memusuhi dakwah. Apalagi potensi yang dimiliki umat masih melimpah ruah untuk didayagunakan.

7. Syajaratul Istighfar (Pohon Meminta Ampunan)

Pohon istighfar berupa pohon anggur yang banyak buahnya. Apabila ada seorang tamu yang mampir ke rumah pemiliknya, maka ia akan memetik setangkai buah itu lalu disodorkan kepadanya untuk mencicipinya. Setelah itu tentu sesorang yang bertandang itu akan merasakan kepuasan yang teramat sangat. Kemudian pada hari yang lain. Isteri pemilik kebun anggur itu mengatakan kepada suaminya, “Cara seperti itu tidak etis kepada tamu, sebaiknya engkau ikut memakan separuh jamuanmu guna menyenangkan hatinya dan sekaligus sebagai penghormatan padanya.”

Suaminnya menjawab, “Besok aku akan lakukan hal itu.” Keesokan harinya, setelah tamunya memakan separuh hidangan yang disajikan kepadanya, lalu lelaki pemilik kebun itu ikut serta memakannya. Tatkala ia mencicipinya terasa anggur itu masam dan tidak enak untuk dimakannya, ia pun meludahkannya dan mengernyitkan kedua alisnya keheranan atas kesabaran tamunya yang mau merasakan buah seperti itu. Namun tamu itupun menjawabnya, “Sesungguhnya aku telah memakan buah ini dari tanganmu sebelumnya selama beberapa hari dengan rasa manis, tetapi sekarang ini aku tidak suka memperlihatkan kepadamu rasa tidak enak pada buah ini sehingga membuatmu menyesali pemberianmu yang lalu.”

Apa yang disebutkan di atas ini bukanlah kisah ngawur melainkan sebagai tamsil perumpamaan yyang dibuat untuk para muslimin yang ingin Islam jaya di muka bumi ini. Karena itu dengarkanlah baik-baik. Hal ini merupakan ungkapan kisah yang dijabarkan kepadamu untuk mendekatkan kepahamanmu kepadanya agar mudah kamu cerna.

Tidak seorangpun di antara orang-orang yang ada disekitarmu yang terpelihara dari kesalahan dan benar selalu adanya. Oleh karena itu jika ada saudaramu yang berbuat kekeliruan, maka janganlah kekeliruannya itu mendorongmu untuk mendiamkannya tidak mau bergaul lagi dengannya. Tidak sabar terhadapnya atau mendiskreditkannya. Bahkan jangan pula kamu mencelanya, melainkan bersabarlah kepadanya.

Dan tahanlah emosimu. Dan kamu harus memaafkannya dalam hatimu karena mengingat kebaikannya yang terdahulu dan perilakunya yang baik dan penghormatannya kepadamu. Karena barangkali dia dapat membantumu untuk bertaubat atau menolongmu saat kamu belajar sebagai pelayan pendamping atau teman begadangmu atau dia mengajarkan kepadamu suatu bidang pengetahuan yang diajarkan Allah kepadanya dan hal-hal baru yang belum kamu ketahui.

8. Syajaratuz Zuhud (Pohon Zuhud)

Jika engkau telah beroleh faedah dan menebarkan keadilan, maka sudah saatnya bagimu untuk membaringkan diri di bawah sebuah pohon yang ramping lagi banyak buahnya dan bunganya. Keindahannya memukau pandangan orang yang melihatnya dan membuat orang yang menikmati keindahannya berdecak kagum karena selera penanamnya begitu tinggi.

Itulah pohon zuhud. Yaitu pohon yang bersemi di dalam hati. Jenisnya lain dari yang lain. Belum pernah ada seorang pun yang menanam hal yang semisal itu sehingga terlihat sangat indah. Penanamannya menggambarkan pohon itu bagai syair berikut:

Zuhud telah menanamkan pohon dalam kalbuku

Sesudah membersihkannya dari bebatuan dengan susah payah

Dia menyiraminya sesudah menancapkannya ke bumi dengan air mata yang dialirkan

Manakala di melihat burung-burung perusak tanaman terbang mengelilingi pagarnya

Dia mengusirnya

Aku tidur di bawah naungan yang rindang dengan hati yang senang

Dan mengusir semua yang mengganggunya

Kemudian aku berjanji setia kepada Tuhanku

Seperti itulah Bai’atur Ridwan dilakukan di bawah pohon untuk memberikan janji setia. Rasakanlah kamu menjadi salah seorang di antara mereka yang melakukan hal itu. Dan kamu bersama di tengah-tengah mereka. Dirimu dipenuhi oleh semangat bai’at janji setia sampai mati di jalan Allah swt. demi membela ajaran ini tegak di muka bumi.

9. Syajaratul Hilm (Pohon Penyantun)

Seharusnya setiap mukmin telah memahami seni menanam pohon keimanan dan telah menanamkan pohon Kesantunan dalam dirinya. Jadilah diri Anda seperti pohon yang berbuah. Manusia melemparinya dengan batu sedang Anda melempari mereka dengan buahnya.

Sesungguhnya itu gambaran yang baik. Karena sesungguhnya kebanyakan manusia cepat cenderung kepada kejahilan sehingga mendorong mereka untuk mendustakan para penyeru kebaikan dan menyakiti mereka dengan cara batil. Seandainya seorang dai bersikap jahil seperti orang jahil itu dan membalas keburukan dengan keburukan semisal, niscaya akan lenyap dan pudarlah nilai-nilai kebajikan itu. Sebenarnya sikap yang harus diambil seorang dai adalah berlapang dada, mengharapkan pahala Allah dan memohon ampunan bagi kaum yang tidak mengerti itu.

Syaikh Muhammad Ahmad Ar Rasyid menandaskan bahwa pohon keimanan itu mesti diberi pupuk dan disiraminya di setiap waktu. Dirawatnya dengan baik agar tidak dimakan hewan yang mendatanginya atau dihinggapi hama penyakit. Ia pun perlu diselamatkan dari tangan jahil manusia yang sering usil untuk memetik buahnya sebelum masanya. Ia perlu penjaganan yang ekstra agar pohon-pohon itu memberikan buahnya bagi dakwah ini. Itulah Tsamaratud Da’wah (Buah Dakwah). Yakni kader-kader dakwah yang militan yang menyediakan dirinya untuk melayani dakwah ini dan berkhidmat terus demi tegaknya ajaran ini.

Bila pertumbuhan kader ini terus tumbuh dari berbagai segmen dan usia secara seimbang, maka dakwah ini akan mengalami tingkat produktivitas yang amat tinggi. Intajiyatud Da’wah (Produktivitas Dakwah). Dengan begitu mewujudkan misi utama dakwah ini untuk mencapai perubahan nilai dan norma akan semakin terealisasikan. “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Al-Anbiya’: 107). “Dan peranglah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (Al-Anfal: 39)
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2008/pohon-iman/

0 komentar:

ur coment

Perjalanan Panjang Seorang Perempuan Yunani Menemukan Jalan Islam



Beragam pertanyaan muncul dalam benak Myrto, perempuan asal Athena, Yunani, beberapa menit setelah ia mengucapkan dua kalimat syahadat, sebagai syarat syahnya ia menjadi seorang muslim.

Myrto masuk Islam pada Agustus 2011. Itu artinya ia benar-benar masih menjadi seorang mualaf. Walau ia masuk Islam atas kesadaran dan pilihannya sendiri, Myrto tak bisa memungkiri pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kepalanya.

Apakah syahadat ini membuat saya menjadi seorang muslim? Apa sebenarnya muslim itu? Mudahkah menjadi seorang muslim? dan apa yang akan terjadi setelah saya menjadi seorang muslim? Bagaimana jika saya menyesali pilihan saya ini?

Itulah pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu pikiran Myrto, beberapa menit setelah ia bersyahadat.

"Saya butuh waktu 9 tahun untuk meyakini bahwa Tuhan itu aa dan memilih agama Islam sebagai cara untuk menyembah-Nya," ungkap Myrto mengawali kisahnya memilih Islam sebagai agamanya.

Ia mengaku telah melewati masa-masa sangat berat dalam hidupnya. Ia mengalami trauma yang berat saat masih usia anak-anak sampai masa pubertas dan dewasa, yang membuatnya merasakan kekecewaan yang dalam hingga ia benar-benar menolak mempercayai bahwa Tuhan itu ada, menolak kehadiran Tuhan dalam hidupnya.

Myrto juga merasa tidak puas melihat perilaku para pendeta di Yunani. Tapi ketidakpuasan itu yang lalu mendorongnya untuk mulai membaca segala hal tentang agama.

"Merasa tersiksa, lelah dan putus asa untuk menemukan semua jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya, awalnya saya memilik untuk membaca berbagai tulisan tentang agama, filsafat, dan sejarah. Saya pikir itu lebih baik daripada saya mencari jalan keluar dengan mendatangi tukang ramal, tukang baca kartu tarot, memakai narkoba atau menenggak alkohol," ujar Myrto.

Sebagai perempuan yang dibesarkan dengan nilai-nilai tradisional keluarga Yunani kelas menengah, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, kebanggaan diri dan martabat, Myrto merasa tidak perlu menjadi bagian dari sebuah kelompok agama atau kelompok filsuf untuk memuaskan kebutuhannya akan kehangatan dan kasih sayang.

"Saya sangat mencintai dan menghormati identas kebudayaan Yunani yang mengalir dalam darah saya, dan saya tidak mau meniru atau memalsukan identitas atau kebangsaan yang lain," tukas Myrto.

Namun pengalaman hidupnya yang pahit, membuatnya mulai mempelajari agama. Yang pertama ia pelajari adalah ajaran Kristen Ortodoks, lalu beralih ke yudaisme, Budha dan terakhir agama Islam. Saat mengenal dan mempelajari Islam, perlahan-lahan Myrto mulai meyakini adanya Tuhan.

"Keyakinan saya terus menguat seiring berjalannya waktu. Pada beberapa titik tertentu, saya mulai mempertanyakan tentang konsep Trinitas, sebuah konsep yang akhirnya saya temukan jawabannya dalam agama Islam," tutur Myrto.

Ia melanjutkan, "Yang saya tahu, Islam adalah agama yang dekat dengan lingkaran wahyu Ilahi. Islam berarti damai dan Muslim berarti orang yang menyerahkan dirinya pada Tuhan dan hanya pada Tuhan, tanpa penyesalan atau mencari keuntungan pribadi. 'Allah' bukan sebuah penemuan baru, itu hanya kata dalam bahasa Arab untuk menyebut Tuhan. Lambang bulan sabit bukanlah simbol mandi darah dan balas dendam, tetapi pengingat bahwa orang-orang muslim menghitung waktu berdasarkan bulan, bukan matahari."

Pada titik pemikiran itu, Myrto merasa dirinya sebagai seorang penganut agama dan bukan seorang agnostik. Pada saat itu, ia sempat pindah ke Inggris untuk melanjutkan kuliahnya. Di negara itulah ia bertemu dengan orang-orang yang ramah dan baik, dan mayoritas orang yang dijumpainya itu adalah muslim, hingga menikah dengan seorang lelaki muslim.

"Saya tidak tahu apakah semua itu pertanda. Tapi setelah itu saya membaca lebih banyak lagi tentang Islam, dan menjadi lebih fokus pada Islam. Selain membaca, saya menonton film-film dokumenter, menghadiri ceramah agama Islam, mengunjungi museum-museum Islam dan ikut kursus belajar agama Islam," papar Myrto.

Lalu pertanyaan itu datang, apakah saya ingin menjadi bagian dari agama yang memiliki banyak penafsiran yang beragam pada isi kitab sucinya? apakah saya mau menjadi bagian dari komunitas agama minoritas di negara saya? dan sederet pertanyaan lainnya yang membuat hatinya bimbang untuk memutuskan untuk masuk Islam.

Pada suatu waktu, Myrto mengaku pernah kecewa, bukan pada agama Islamnya atau Al-Quran-nya, tapi pada penganut Islam-nya sendiri. Namun ia menyadari bahwa ia tidak bisa menyalahkan agama dimana ia menemukan jawaban atas semua pertanyaannya selama ini tentang Tuhan.

"Saya lalu memutuskan untuk memulai hidup sebagai seorang muslim untuk beberapa waktu lamanya, untuk melihat bagaimana rasanya dan melihat apakah hidup sebagai muslim itu berat," ujar Myrto.

Dari situlah ia mengetahui sendiri bahwa Islam bukan agama yang kaku, yang mengekang orang seperti dalam penjara. Islam mengajarkan umatnya untuk selalu berbuat kebaikan, menghindari perbuatan buruk, salat sebanyak yang bisa dilakukan, begitu pula dengan berpuasa, menunjukkan rasa cinta dan kasih sayang, meningkatkan kemampuan diri dengan belajar setiap hari, dan berusaha untuk menjadi yang terbaik setiap hari.

"Begitulah kehidupan seorang muslim, dan saya jadi yakin bisa hidup sebagai seorang muslim. Saya langsung meninggalkan kebiasaan makan daging babi dan minum minuman beralkohol, dan saya mengenakan jilbab," imbuh Myrto.

"Akhirnya, setelah perjalanan yang panjang, saya membulatkan tekad untuk bersyahadat. Mengakui bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah," tandasnya. (kw/nmac)
sumber: eramuslim

0 komentar:

ur coment