Kisah Seorang Ulama dan Penuntut Ilmu

Siapapun akan mengatakan tidak layak seorang penuntut ilmu menghina seorang ulama. Tapi begitulah kenyataan yang ada sekarang. Justru seorang penuntut ilmu menghujat seorang ulama, ulama yang ilmunya diakui oleh ulama-ulama dunia, dengan hujatan yang sama sekali tidak berakhlakul karimah. Kadang memang ada orang yang cetek ilmunya, tapi merasa paling hebat, bahkan merasa lebih hebat dari orang yang dari segi intelegensi, akademis dan karyanya melebihi dirinya.

Perbedaan pendapat dikalangan ulama dalam masalah-masalah khilafiyah, masalah fiqh adalah hal yang wajar. Menjadi tidak wajar ketika salah satu golongan menganggap bahwa pendapatnyalah yang mutlak benar, dan pendapat selain golongannya salah besar.

Contohnya ulama yang saya ceritakan dalam tulisan ini. Beliau berpendapat bahwa zakat fitrah dapat dibayarkan dengan uang. Kebetulan sang penuntut ilmu bersebarangan dengan pendapat ulama tersebut. Wajar, ia mengikuti pendapat gurunya yang mengatakan zakat fitrah tidak bisa dibayar dengan uang. Sayangnya penuntut ilmu ini kebablasan dalam menghadapi perbedaan yang sangat wajar ini. Baginya hanya pendapat guru-gurunya sajalah yang benar. Selain itu salah. Titik! Dengan lantang iapun mengatakan bahwa ulama tersebut telah melecehkan agama, menselisihi sunnah, dan mencapnya sebagai ahli bid’ah.

Tidak hanya sampai disitu. Ketika ulama ini memberikan statetmen bahwa peprangan umat Islam di Palestina dengan Yahudi adalah karena mereka memerangi ummat Islam, bukan karena masalah akidah. Para penuntut ilmu dengan lancangnya berkata bahwa ulama ini telah berkhianat terhadap umat Islam. Maksud ulama tersebut adalah, ummat Islam tidak akan memerangi yahudi jika mereka tidak memerangi ummat Islam. Apapun akidahnya, jika dia menghormati umat Islam, tidak memerangi umat Islam, maka dia tidak berhak diperangi.

Tapi sayang para penuntut ilmu ini telah buta hatinya. Malah ia menjuluki sang ulama dengan “Manusia Dungu zaman ini dan perusak manusia”, “Perusak Syariat”, “Ahli fikih yang sesat”, “Anjing”, “kufur” dan berbagai julukan lain yang sangat tidak layak. Dan caci maki serta julukan hina itu mereka namakan dengan “nasihat agama”. Berbagai buku dan artikel mereka tulis, mereka sebarkan di dunia maya dan dunia nyata, yang isinya menipu pembaca dengan menjelek-jelekkan serta menghujat sang ulama, sekali lagi dengan dalih “nasihat agama”. Naudzubillah.

Tahukah pembaca, ulama itulah yang turut serta memimpin pasukan mengusir penjajah yahudi dari bumi Palestina. Sedangkan para penuntut ilmu hanya menonton sembari bersumpah serapah menyalahkan setiap tindakan sang ulama.

Tahukah pembaca, ulama itulah yang telah membuat Kitab Fiqh Zakat, Fiqh Kontemporer yang fatwa-fatwanya dijadikan dasar bagi perhitungan transaksi perbankan syariah hampir di seluruh dunia. Sampai-sampai ia mendapat penghargaan dari Islamic Development Bank dalam bidang Ekonomi Islam.

Tahukah pembaca, ulama itu seorang professor. Ratusan ulama telah menjadi saksi dan memuji kecerdasannya, kefaqihannya, dan keluasan ilmunya. Ia telah menyumbangkan kontribusinya yang sangat besar dalam mendirikan pusat kajian, universitas2, dan lembaga bantuan. Saat ini sang ulama menjadi ketua Dewan Fatwa Eropa. Ia juga telah membuat kitab Alhalal Wal haram yang fenomenal, yang belum ada tandingannya hingga saat ini.

Lantas, siapakah penuntut ilmu yang menghujat beliau? Namanya tidak dikenal, melainkan hanya dikalangan para penghujat saja. Suatu ketika, ia memberikan julukan bagi dirinya sendiri dengan ujung penanya:”Sang Pembela Sunnah”

Bagaimana sikap sang ulama kepada para penghujatnya? Beliau berkata: “Saya ingin mengatakan kepada pembaca sekalian bahwa saya sama sekali tidak merasa terganggu dengan perkataan orang-orang yang mendebat saya tanpa ilmu, tanpa sopan santun dan tanpa etika. Saya malah menganggap itu semua karunia yang terbungkus dengan cobaan dan kebaikan yang tergambar dalam bentuk seakan-akan kejahatan. Mungkin saja satu hal yang dianggap berbahaya seringkali mendatangkan manfaat. Saya malah merasa khawatir terhadap pujian yang datang bertubi-tubi dari penjuru dunia kepada saya yang lemah tanpa di iringi rasa riya’ dan tamak kepada dunia. Saya khawatir itu akan menjadi bencana bagi saya karena saya tahu saya memiliki kelemahan dan saya tahu kejelekan diri saya terhadap Tuhan saya..” Subhanallah.

Memang tidak layak bagi seorang ulama besar menanggapi hujatan-hujatan orang yang hanya merasa paling benar. Seperti pepatah bilang “Biarkan Anjing Menggonggong, kafilah tetap berlalu” (mau pake syair Imam Sayfii gak tega)

Tahukah pembaca, siapakah ulama itu? Dialah Prof. Dr. Syaikh Yusuf Qardhawy. Semoga Allah selalu menjaganya dan memuliakannya.
sumber: pesantren virtual

0 komentar:

ur coment